بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

PENGKHIANATAN SYIAH DALAM LEMBARAN SEJARAH
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullah (minhajulatsar.com)

 

Berabad-abad lamanya sekte Syiah menyebarkan penyimpangan akidah di tengah umat, terkhusus perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi ﷺ. Bahkan termasuk istri-istri beliau ﷺ. Berangkat dari akidah yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang terjadi seperti pengkhianatan dan pembantaian terhadap kaum Muslimin.

Tulisan berikut ini menghadirkan sejarah pengkhianatan dan pembantaian yang dilakukan kaum Syiah terhadap kaum Muslimin berdasarkan fakta. Disuguhkan dari sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.

Pengkhianatan Daulah Qaramithah

Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada Hamdan Qarmath, pemimpin mereka. Didirikan oleh Abu Said al-Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain. Mengusung pemikiran Syiah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far as-Shadiq. Daulah ini berkuasa selama 188 tahun, menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif, Bahrain, Oman, dan Syam.

Pada tahun 294 H, Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah haji, dan menyerang mereka pada bulan Muharam. Terjadilah peperangan besar kala itu. Di saat mendapat perlawanan sengit, Syiah Qaramithah menarik diri dengan nada bertanya: “Apakah ada wakil sultan di antara kalian?”

Jamaah haji menjawab: “Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di tengah-tengah kami.” Qaramithah lalu berujar: “Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian (salah sasaran).” Peperangan pun berhenti. Sesaat kemudian, ketika jamaah haji merasa aman dan melanjutkan perjalanannya, maka para pengikut Syiah kembali menyerang mereka.

Banyak jamaah haji yang terbunuh di sana. Adapun mereka yang melarikan diri, diumumkan akan diberi jaminan keamanan oleh Syiah. Ketika sisa jamaah haji tadi kembali, maka pasukan Syiah berkhianat dan membunuh mereka.

Peran kaum wanita Syiah pun tidak kalah sadisnya. Pasca perang, kaum wanita Syiah mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada yang menyahut, maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh saat itu mencapai 20.000 jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas mencapai dua juta Dinar. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Pada tahun 312 H, Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang jamaah haji asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada bulan Muharam. Mereka membunuh dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah haji tersebut. Adapun sisa jamaah haji, ditinggalkan begitu saja sehingga mayoritasnya mati kehausan di tengah teriknya matahari.

Pada tahun 315 H, Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir maju menuju Kufah pada bulan Syawal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah saat itu sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan Syiah memenangkan peperangan dan berhasil membunuh mayoritas pasukan Kufah.

Pada tahun 317 H, Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir yang berumur 22 tahun, mendatangi Mekah saat musim haji. Selanjutnya mereka membunuh jamaah haji yang sedang menunaikan manasiknya. Sementara itu Abu Thahir duduk di depan Kakbah dan berseru: “Aku adalah Allah. Demi Allah, aku menciptakan seluruh makhluk dan yang mematikan mereka.”

Abu Thahir segera memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu Kakbah, dan menyobek-nyobek tirai Kakbah. Salah seorang tentaranya memanjat Kakbah untuk mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga memerintahkan salah satu tentaranya untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara tersebut mencongkelnya dan dengan angkuhnya berseru: “Mana burung yang berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari Neraka Sijjil (yang menimpa pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Kakbah menjelang masa kelahiran Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar Aswad.

Gubernur Mekah dengan dikawal pasukannya segera menemui pasukan Syiah tersebut di tengah jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad dengan imbalan harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya. Terjadilah peperangan setelah itu. Pasukan Qaramithah menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu melanjutkan perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta rampasan milik jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang umat Islam. Bila ingin mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan tebusan uang yang sangat banyak atau dengan perang.

Hajar Aswad pun berada di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 Dinar oleh al-Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbasiyyah.

Pengkhianatan Daulah Fathimiyyah

Pengkhianatan dan kejahatan Syiah senantiasa berulang dari masa ke masa. Tulisan berikut ini mengupas sejarah hitam Daulah Fathimiyyah dan yang semisalnya.

Sekilas tentang Daulah Fathimiyyah

Daulah ini didirikan pada tahun 287 H berpusat di Maroko. Selanjutnya pindah ke Mesir. Mengusung pemikiran Syiah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah Ismail bin Ja’far ash-Shadiq. Daulah Fathimiyyah berkuasa selama 280 tahun. Menguasai Syam, Mesir, Nablus, Asqalan, Beirut, Sis, dan sekitarnya.

Para khalifah yang memegang Daulah Fathimiyyah berjumlah 14 khalifah. Pendiri sekaligus khalifah pertama daulah ini bernama Ubaidullah. Dahulu dia adalah seorang pandai besi beragama Yahudi.

Setelah masuk Islam, mengaku sebagai Imam Mahdi keturunan Fathimah radhiyallahu ‘anha putri Nabi ﷺ. Karenanya daulah ini disebut sebagai Daulah Fathimiyyah.

Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-’Adhidh bin Yusuf. Dia meninggal pada tahun 567 H di Mesir. Dengan itu maka berakhir pula masa pemerintahan Daulah Fathimiyyah. Pada perkembangannya, para ulama Ahlus Sunnah mengafirkan kelompok ini, dan menyatakan Daulah Fathimiyyah sebagai negara kafir yang wajib diperangi.

Prahara pada Tahun 362 H – 363 H

Pada tahun 362 H, setelah mengadakan kesepakatan bersama dengan Jauhar ash-Shiqalli yang ditandatangani pada tahun 358 H, memerbolehkan para pengikut Syiah berpindah dari Maroko menuju Mesir, dengan syarat, tidak menyebarkan akidah Syiah kepada penduduk Mesir.

Ternyata orang-orang Syiah telah mengkhianati isi perjanjian bilateral tersebut. Dengan didukung ulama besar Syiah yang bernama Abu Abdillah asy-Syi’i dari Yaman, mereka secara perlahan mulai menyebarkan penyimpangan akidah, hingga banyak dari penduduk Mesir yang terpengaruh oleh paham tersebut.

Posisi kehakiman dan jabatan penting ditempati orang-orang Syiah. Masjid-masjid jami menjadi pusat dakwah Syiah. Ajaran seperti azan ala Syiah, hari kematian Husain radhiallahu anhu, dan mencela sahabat Nabi ﷺ pun menjadi semarak.

Pada tahun 363 H, seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Abu Bakar an-Nablusi ditangkap oleh gubernur Damaskus, setelah terpaksa menyelamatkan diri dari Ramalah menuju Damaskus. Lalu beliau dimasukkan kurungan dan dibawa ke Mesir.

Pemimpin di kala itu yang bernama al-Mu’iz bertanya: “Aku mendengar laporan bahwa engkau menyatakan, ‘Kalau seandainya aku memiliki sepuluh anak panah, niscaya aku akan lepaskan sembilan di antaranya ke barisan Romawi, dan satu anak panah sisanya ke arah penduduk Mesir (para pengikut Syiah).”

Abu Bakar menjawab: “Aku tidak mengatakan hal itu.” Al-Mu’iz menyangka, bahwasanya beliau menarik ucapannya, sehingga al-Mu’iz kembali bertanya: “Lalu apa yang kau katakan?” Beliau menjawab: “Aku menyatakan, bahwasanya selayaknya aku lepaskan sembilan anak panah ke arah kalian (Syiah), barulah anak panah yang kesepuluh ke arah Romawi.”

Al-Mu’iz bertanya keheranan: “Mengapa demikian?” “Karena kalian mengubah agama umat (Islam), membunuh orang-orang saleh, memadamkan cahaya Ilahi, dan mengaku-ngaku tentang sesuatu yang tidak kalian miliki,” tegas beliau. Maka pernyataan ini membuat beliau dihukum.

Hari pertama, diumumkan vonis hukuman atas beliau. Lalu dicambuk dengan keras pada hari kedua. Pada hari ketiga, dikupas kulitnya sementara beliau membaca Alquran. Seorang Yahudi diperintahkan untuk mengulitinya. Ketika sampai pada bagian jantungnya, si Yahudi tersebut merasa iba, lalu mengambil pisau dan menikam beliau hingga meninggal.

Prahara pada Tahun 395 H – 450 H

Pada tahun 395H, seorang pemimpin yang bernama al-Hakim Biamrillah menetapkan undang-undang sesuai dengan paham Syiah. Dia memerintahkan untuk memahat dinding-dinding masjid, pasar-pasar, jalan-jalan raya, dan lainnya dengan tulisan berisi pelecehan terhadap sahabat Nabi ﷺ.

Pada tahun 450 H, kota Baghdad diserang oleh pasukan Syiah pimpinan Arsalan al-Basasiri pada bulan Zulkaidah. Mereka datang dengan membawa panji-panji Mesir berwarna putih. Penduduk Karkh yang beraliran Syiah segera menemui pasukan tersebut. Kemudian orang-orang Syiah di sana melakukan penjarahan secara massal.

Mereka menjarah rumah-rumah kaum Muslimin yang ada di kota Basrah. Bahkan menjarah seluruh isi rumah dari Hakim Agung yang bernama Abdullah al-Damighani, lalu menjual hasil jarahan tersebut kepada para pedagang.

Lebih dari itu, orang-orang Syiah menangkap seorang menteri yang bernama Ibnu Maslamah. Mereka mengaraknya, mencacinya, bahkan mengaitkan besi di mulutnya, dan menariknya ke atas tiang kayu. Lalu mereka memukulinya sampai senja hari hingga beliau meninggal saat itu. Ibnu Maslamah berkata menjelang wafatnya: “Segala puji bagi Allah yang menghidupkanku dalam keadaan bahagia ,dan mematikan aku sebagai syahid.”

Wallaahu a’lam bish shawab.

Syiah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Ismailiyyah. Dari kelimanya lahir sekian banyak cabang.

Tulisan berikut adalah kelanjutan catatan kelam Daulah Fathimiyyah yang berideologi Syiah. Termuat dari sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullaah, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.

Prahara pada Tahun 478 H – 482 H

Pada tahun 478 H, Syiah Rafidhah menyerang umat Islam di Baghdad. Terjadilah peperangan dengan jumlah korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak.

Padahal pada tahun itu terjadi wabah demam di mana-mana, kematian binatang-binatang ternak secara mendadak, serta wabah tha’un (sejenis penyakit pes) yang menyerang secara luas di Irak, Mekkah, Madinah, dan Syam.

Pada tahun 481 H, Syiah Rafidhah melakukan penyerangan terhadap kaum Muslimin di Baghdad. Peperangan terjadi sekian kali dengan jumlah korban yang cukup banyak dari kedua belah pihak.

Pada tahun 482 H, penduduk Karkh yang beraliran Syiah Rafidhah menyerang umat Islam hingga terjadi peperangan yang berkepanjangan. Peristiwa tersebut menelan korban sebanyak 200 jiwa dari kedua belah pihak.

Prahara pada Tahun 490 H – 494 H

Pada tahun 490 H, Daulah Fathimiyyah mengirim menteri yang bernama Badrul Jamali sebagai duta kepada panglima perang salib pertama. Menyampaikan kesiapan untuk bekerja sama menyerang kaum Muslimin di wilayah Syam yang dikuasai daulah Salajiqah dari Turki.

Perjanjian tersebut berisi adanya kesepakatan pembagian wilayah. Daerah Syam sebelah utara akan dikuasai bangsa Eropa, sedangkan bagian selatan Syam akan dikuasai oleh Syiah.

Meski bangsa Eropa awalnya keberatan dengan perjanjian bilateral tersebut. Karena tujuan utama bangsa Eropa adalah ingin menguasai Baitul Maqdis. Namun pada akhirnya mereka menyetujui permohonan Syiah.

Pada tahun 492 H, bangsa Eropa tiba dan menyerang wilayah Syam. Orang-orang Syiah membantu mereka dengan bala tentara beserta berbagai senjata. Setelah melewati peperangan dahsyat, akhirnya Pasukan Salib sampai pada pengepungan Baitul Maqdis.

Mereka memergunakan lebih dari 40 manjaniq (ketapel pelontar ukuran besar) untuk menghancurkan tembok-tembok pertahanan Baitul Maqdis. Sementara sejumlah uskup memberikan motivasi kepada tentara-tentara Salibis untuk gigih dalam berperang. Dengan penuh keangkuhan, mereka maju mengatas-namakan perang suci membela agama.

Hari Jumat 7 Syakban, Pasukan Salib yang berjumlah 1.000.000 tentara berhasil menduduki Baitul Maqdis. Pasukan Salib menjarah benda-benda berharga dari Baitul Maqdis. Mereka berbuat sewenang-wenang dan membunuh lebih dari 60.000 warga di sekitar Baitul Maqdis.

Perang salib sendiri berlangsung selama dua abad. Invasi militer pertamanya pada tahun 440 H dengan dukungan dari pihak gereja Katolik di Roma. Tahun itu mereka berhasil menguasai sejumlah wilayah di Syam dan sekitar sungai Eufrat. Pihak gereja mengirimkan para uskup dalam perang tersebut. Bahkan memprovokasi raja-raja Eropa untuk turut andil dalam misi besar ini.

Pada tahun 494 H, pasukan Syiah menyerang daerah Isfahan dan sekitarnya. Mereka membunuh umat Islam di sana, menjarah rumah-rumah yang ada, dan mengumumkan akan membunuh orang-orang yang dianggap terhormat. Terjadilah pertumpahan darah di daerah tersebut. Sebelumnya mereka juga merebut benteng dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan kelemahan di tubuh kaum Muslimin, hingga Pasukan Salib mudah menguasai wilayah-wilayah Islam.

Prahara pada Tahun 496 H – 500 H

Pada tahun 496 H, seorang pengikut Syiah Rafidhah membunuh seorang ulama bernama Abul Muzhaffar al-Khujandi usai mengajar di masjid jami di daerah Rayy. Beliau adalah salah satu fuqaha bermadzab Syafi’i.

Pada tahun 500 H, seorang menteri bernama Fakhrul Malik terbunuh di Naisabur pada bulan Zulhijah. Ketika beliau keluar dari rumahnya sore hari dalam keadaan berpuasa, lalu bertemu dengan seseorang yang mau melaporkan pengaduan dengan membawa berkas.

Beliau pun mendekat dan membacanya. Di kala beliau membaca dengan seksama, pemuda yang kelak diketahui sebagai pengikut Syiah itu langsung menikamnya dengan belati hingga meninggal pada usia 66 tahun.

Pemuda tersebut akhirnya ditangkap dan dibawa ke hadapan Sultan. Dia pun mengakui perbuatannya. Bahkan berdusta, bahwa dirinya disuruh oleh para sahabat Menteri. Akhirnya pemuda itu dan para sahabat Menteri dijatuhi hukuman mati.

Prahara pada Tahun 503 H – 519 H

Pada tahun 503 H, seorang pengikut Syiah melakukan percobaan pembunuhan terhadap menteri yang bernama Abu Nasr. Namun upaya tersebut gagal. Hanya saja Abu Nasr terluka akibat hal itu. Setelah dinterogasi, akhirnya pengikut Syiah itu memberitahukan keberadaan teman-temannya (Syiah Ismailiyyah) yang ikut andil dalam misi tersebut. Setelahnya, mereka semua dijatuhi hukuman mati.

Pada tahun 505 H, umat Islam di bawah pimpinan Maudud bin Zanki, Raja Mosul, menyerbu Pasukan Salib yang berada di Syam. Kaum Muslimin meraih kemenangan, membunuh banyak tentara Salibis, dan berhasil merebut benteng dalam jumlah yang banyak dari tangan bangsa Eropa.

Lalu pasukan Islam kembali. Ketika memasuki Damaskus, Maudud masuk masjid jami untuk menunaikan salat di dalamnya. Datanglah seorang pengikut Syiah Ismailiyyah yang menyamar sebagai pengemis. Pengemis gadungan tersebut meminta sesuatu kepada Maudud. Ketika beliau mendekat hendak memberi, pengikut Syiah itu langsung menikam tepat di hatinya hingga meninggal dunia.

Pada tahun 519 H, seorang pengikut Syiah tega membunuh hakim senior yang bernama Abu Sa’d al-Harawi di daerah Hamadan. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.

Prahara pada Tahun 562 H – 565 H

Pada tahun 562 H, seorang menteri Daulah Fathimiyyah bernama Syawir, mengirim utusan kepada raja Eropa di Baitul Maqdis, untuk meminta bantuan menyerang pasukan Nuruddin Mahmud di Mesir. Akhirnya Pasukan Salib dengan bantuan orang-orang Syiah menyerang Mesir.

Setelah terjadi peperangan yang cukup alot di antara kedua belah pihak, pasukan gabungan tersebut dapat dikalahkan pasukan Islam pimpinan Nuruddin Mahmud.

Pada tahun 564 H, seorang staf khalifah Fathimiyyah bernama at-Thawasyi mengirim surat dari istana kerajaan kepada bangsa Eropa, agar membantu mengusir pasukan Islam pimpinan Shalahuddin al-Ayyubi dari Mesir.

Di tengah jalan, utusan yang membawa surat rahasia tersebut dapat ditangkap. Shalahuddin al-Ayyubi akhirnya mengetahui akan pengkhianatan ini. Lalu at-Thawasyi dapat dibunuh di kemudian hari.

Pada tahun 565 H, para pejabat Syiah mengirim surat meminta bantuan kepada bangsa Eropa. Pasukan Salib pun datang ke Mesir dari segala arah.

Memasuki bulan Safar, bangsa Eropa dengan bantuan orang-orang Syiah mengepung kota Dimyath selama 50 hari, dan membunuh kaum Muslimin yang ada di sekitarnya.

Shalahuddin al-Ayyubi khawatir mereka nantinya akan menduduki kota al-Quds (Yerussalem). Maka beliau meminta bantuan kepada Nuruddin Mahmud di Damaskus. Nuruddin segera mengerahkan pasukan besar untuk membantu umat Islam di sana. Akhirnya bangsa Eropa pergi meninggalkan Dimyath.

Pasukan Salib tidak melanjutkan misinya, karena terjadi silang pendapat di antara mereka tentang strategi apa yang akan dilaksanakan. Apalagi adanya laporan, bahwa pasukan Nuruddin Mahmud menyerbu wilayah mereka, mengepung benteng terkuat di kota Karkh dan menguasainya.

Selama hidupnya, Nuruddin Mahmud berjuang dengan segenap kemampuannya untuk membela agama Allah. Menjaga wilayah perbatasan, melawan kejahatan negara kafir. Beliau berhasil mengembalikan lebih dari 50 kota yang dulunya dikuasai kaum Nasrani.

Catatan tentang Daulah Fathimiyyah

Sesungguhnya para khalifah Daulah Fathimiyyah adalah sekumpulan orang yang paling banyak menimbun harta, gemar melakukan kezaliman, dan paling buruk riwayat hidupnya dalam sejarah.

Kemungkaran dan kebidahan banyak terjadi di mana-mana. Orang-orang jahat bertambah banyak di berbagai tempat, sementara orang-orang saleh semakin sedikit. Ditambah pula ajaran agama Nasrani berkembang pesat di Syam.

Selama Daulah Fathimiyyah berkuasa, banyak tempat yang dihancurkan oleh Pasukan Salib. Banyak pula harta yang dirampas oleh orang-orang kafir kala itu.

Bangsa Eropa menguasai wilayah-wilayah Islam yang dahulunya berhasil ditaklukkan oleh para sahabat Nabi ﷺ. Umat Islam banyak yang terbunuh. Banyak kaum wanita dan anak-anak ditawan oleh bangsa Eropa. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya secara persis kecuali Allah ﷻ saja. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.

Syiah tega melakukan berbagai kejahatan disebabkan adanya keyakinan sesat, bahwa kaum Muslimin di luar kelompoknya adalah kafir dan halal darahnya.

Akhir Kata

Imam Syafi’i rahimahullaah berkata tentang sekte Syiah:
“Aku tidak pernah melihat para pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dalam ucapan, dan bersaksi dengan persaksian palsu daripada Syiah Rafidhah.” [Lihat al-Ibanah al-Kubra]

Hati yang lurus tak akan tenang dengan kejahatan dan pengkhianatan mereka. Luka-luka di hati kaum Muslimin jelas begitu mendalam. Namun semestinya kita bersikap sesuai syariat dalam menyikapi permasalahan tersebut. Yaitu dengan menghindari tindak anarkis, dan menyerahkan urusan tersebut kepada pemerintah.

Betapa mulia nilai sebuah kejujuran. Sebaliknya, kedustaan akan mengubah kejayaan menjadi kerendahan. Kehancuran sebuah bangsa tidak hanya disebabkan oleh kelemahan sistem. Dalam tinjauan sejarah, ditengarai di antara sebabnya adalah pengkhianatan. Di antara pengkhianat itu, Syiah sebagai dalangnya.

Paparan berikut ini mengetengahkan sekelumit sejarah runtuhnya Daulah Abbasiyyah. Tersaji dari sejumlah karya tulis para ulama. Di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.

Sekilas Tentang Daulah Abbasiyyah

Daulah ini didirikan pada tahun 132 H berpusat di Kufah, selanjutnya pindah ke Baghdad. Daulah Abbasiyyah berkuasa selama 524 tahun, menguasai Bahrain, Oman, Hijaz, Yaman, Persia, Khurasan, Mosul, Armenia, Azerbaijan, Syam, Mesir, Afrika, dan India.

Para khalifah yang memimpin Daulah Abbasiyyah berjumlah 37 khalifah. Khalifah pertama daulah ini bernama Abul ‘Abbas as-Saffah. Beliau dibaiat pada bulan Rabiulawal 132 H di Kufah. Merupakan keturunan sahabat Nabi ﷺ yang bernama ‘Abdullah bin ‘Abbas. Karenanya daulah ini disebut dengan Daulah Abbasiyyah.

Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-Mus’tashim Billah. Beliau meninggal pada tahun 656 H di Baghdad, dibunuh oleh pasukan Tartar. Dengan itu, maka berakhir pula masa pemerintahan Daulah Abbasiyyah.

Latar Belakang Pengkhianatan

Kabilah-kabilah Tartar (Mongol) yang menetap di pegunungan Mongolia dan Siberia berhasil dipersatukan oleh Jenghis Khan. Nama aslinya adalah Temujin. Para penyembah matahari ini selanjutnya memulai invasi militernya pada awal tahun 616 H.

Mereka terus maju dan berhasil menguasai sejumlah wilayah Islam seperti Bukhara, Samarqand, Hamazan, Maru, Naisabur, dan lainnya secara berurutan.

Sebabnya, karena sebelumnya para pedagang Tartar masuk ke wilayah Islam membawa harta yang banyak dalam rangka jual beli. Namun mereka dibunuh oleh pasukan Khawarizm Syah karena dicurigai sebagai mata-mata. Bahkan raja Khawarizm Syah membunuh utusan Tartar, menyerang pemukiman mereka, dan menawan sebagian penduduknya.

Pasukan Tartar terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di wilayah Irak, pusat Daulah Abbasiyyah.

Memasuki tahun 656 H, khalifah saat itu adalah ‘Abdullah al-Mus’tashim Billah, dengan seorang perdana menteri yang bernama Muhammad Ibnul ‘Alqami, pengikut Syiah Rafidhah yang mengafirkan para sahabat dan istri Nabi ﷺ. Paham sesat yang membelenggu sanubarinya membuatnya tega melakukan tindak kejahatan terhadap kaum Muslimin.

Apalagi pada tahun 655 H telah terjadi peperangan antara Syiah Rafidhah dan umat Islam di daerah Karkh. Syiah kalah, dan sejumlah wilayah mereka dikuasai, termasuk rumah-rumah kerabat Ibnul ‘Alqami. Dia pun marah dan merencanakan pembalasan yang jauh lebih besar.

Ditambah pula dengan keberadaan Nashiruddin at-Thusi yang berakidah Syiah Ismailiyyah, mantan menteri Syams as-Syumus penguasa negeri Qila` al-Almut yang sebelumnya juga sebagai menteri di masa sang ayah (penguasa sebelumnya) yang bernama ‘Alauddin. Kemudian menjadi antek pasukan Tartar dan orang dekat pemimpin Tartar, Hulako Khan.

Langkah Awal Pengkhianatan

Ibnul ‘Alqami berusaha keras untuk memerlemah kekuatan daulah saat itu. Dia mengurangi jumlah tentara dengan alasan keuangan negara sedang defisit. Pada khalifah sebelumnya, pasukan Abbasiyyah mencapai 100.000 tentara. Jumlah ini terus dikurangi olehnya hingga menjadi 10.000 tentara saja.

Kondisi ekonomi tentara tersebut sangat memprihatinkan. Banyak dari mereka meminta-minta di pasar atau di depan masjid. Ibnul ‘Alqami juga membocorkan rahasia negara serta kondisi daulah kepada raja Tartar yang bernama Hulako Khan, cucu dari Jenghis Khan.

Lebih parah dari itu, Ibnul ‘Alqami memprovokasi Tartar untuk menyerbu Daulah Abbasiyyah. Menjelaskan bahwa semuanya akan berjalan dengan mudah, karena dia telah mengatur segalanya.

Kedatangan Pasukan Tartar

Pada 12 Muharam 656 H, bangsa Tartar datang dengan kekuatan penuh berjumlah 200.000 tentara. Dengan bantuan Badruddin Lu’lu’, raja Mosul yang berakidah Syiah, mereka mengepung Baghdad menggunakan manjaniq (ketapel pelontar berukuran besar) berjumlah banyak.

Di saat-saat genting, Ibnul ‘Alqami bersama keluarga dan para pegawainya keluar menemui Hulako Khan, memberikan sambutan dan sejumlah hadiah. Lalu Ibnul ‘Alqami kembali dan menyarankan Khalifah untuk menemui Hulako Khan, membuat kesepakatan damai dengan memberikan setengah hasil devisa negara kepada pihak Tartar. Khalifah pun menyetujuinya.

Khalifah menemui Tartar bersama rombongan berjumlah 700 orang terdiri dari para pejabat, para hakim, fuqaha, dan lainnya. Tatkala hampir mendekati markas Hulako Khan, mereka dilarang masuk kecuali hanya 17 orang saja.

Bertemulah Khalifah dengan Hulako Khan. Ditanyai dengan banyak pertanyaan, al-Mus’tashim malah menjawab dengan nada bergetar ketakutan.

Adapun mayoritas rombongan yang di luar, seluruhnya dibunuh dan dirampas hartanya oleh pasukan Tartar. Selanjutnya, Khalifah kembali dengan ditemani Ibnul ‘Alqami dan Nashiruddin at-Thusi.

Istana kerajaan dalam pengepungan pasukan Tartar. Mereka menyita emas, permata, mutiara, dan berbagai barang berharga lainnya dari dalam istana. Khalifah, keluarga, dan para pejabat di dalamnya dirundung ketakutan.

Runtuhnya Daulah Abbasiyyah

Rabu 14 Safar, Khalifah menemui Tartar untuk kedua kalinya. Meski awalnya bimbang, akhirnya Hulako Khan mengeluarkan perintah bunuh berkat bujukan Ibnul ‘Alqami dan Nashiruddin at-Thusi. Khalifah dibunuh dengan cara dimasukkan karung agar darahnya tidak menetes ke tanah, lalu ditendang bertubi-tubi hingga meninggal pada usia 46 tahun.

Setelahnya, seluruh pasukan Tartar menyerbu Baghdad dari segala penjuru tanpa ada perlawanan yang berarti. Tak bisa dibayangkan apa yang terjadi. Suatu kaum yang gemar berperang, jika berangkat perang tidak membawa banyak perbekalan karena biasa menyantap berbagai macam daging atau bangkai hewan yang ada.

Aturan yang berlaku hanyalah hukum Elyasiq buatan Jenghis Khan. Mereka pula tidak mengharamkan sesuatu pun dalam kehidupannya. Tak mengenal istilah pernikahan. Dan sangat mengagungkan Jenghis Khan, karena diyakini bahwa dia adalah putra dari Dewa Matahari.

Selama 40 hari di Baghdad, mereka membunuh siapa pun yang ditemui, baik laki-laki atau perempuan, anak kecil maupun orang tua, hingga warna sungai Tigris berubah menjadi merah. Banyak yang bersembunyi di dalam rumah, masjid, toko, sumur, dan tempat sampah.

Bahkan banyak pula yang mencoba bersembunyi di dalam septic tank selama berhari-hari. Namun sepertinya usaha tersebut sia-sia, karena pasukan Tartar dapat membunuh mayoritas mereka.

Tidak ada yang selamat kecuali kaum Yahudi, Nasrani, para konglomerat yang menyerahkan hartanya, serta orang-orang yang berlindung di kediaman Ibnul ‘Alqami. Mereka harus menyerahkan harta sebagai jaminan keselamatan.

Masjid-masjid yang ada dilumuri khamr (minuman keras). Dalam satu hari, lebih dari 500 ulama dibunuh. Lalu istana tersebut diberikan kepada seorang Nasrani.

Atas saran dari kaum Nasrani, Tartar memaksa penduduk Baghdad yang tersisa untuk berbuka pada siang bulan Ramadhan, memakan daging babi, dan minum khamr.

Ibnul ‘Alqami sendiri tak kalah sadisnya. Dia membunuh para ulama seperti Syaikh Muhyiddin Yusuf dan Syaikh Shadruddin ‘Ali. Demikian pula dia membunuh para pejabat, khotib, imam, dan penghafal Alquran, lalu menawan gadis-gadis mereka. Sehingga selama beberapa bulan tidak diadakan salat berjamaah di masjid-masjid.

Adapun Nashiruddin at-Thusi, dia menyarankan agar buku-buku Islam yang ada di berbagai perpustakaan Baghdad untuk dibuang ke sungai. Maka seluruh karya tulis para ulama yang mereka dapati dibuang ke sungai Dajlah, hingga warna airnya berubah menjadi hitam oleh tinta selama beberapa hari.

Kota Baghdad seakan-akan tak berpenghuni. Sunyi senyap mewarnai sudut-sudut kota. Linangan air mata membasahi tubuh-tubuh yang lemas terkulai. Sementara mayat-mayat bergelimpangan di jalan-jalan seperti gundukan tanah.

Di tengah puing-puing bangunan, tercium bau tidak sedap dari mayat-mayat yang mulai membusuk. Pencemaran udara tersebut menimbulkan berbagai wabah penyakit berbahaya, hingga wabah tersebut menyebar ke Syam.

Ketakutan, kelaparan, dan isak tangis pun memecah keheningan malam kota itu. Padahal sebelumnya Baghdad merupakan kota yang indah menawan dengan tata letak yang sangat rapi.

Sebagian dari pakar sejarah menyebutkan, bahwa jumlah korban kejahatan Tartar mencapai 2.000.000 jiwa. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Nasihat Ulama

Imam Malik, guru Imam Syafi’i berkata tentang Syiah: “Jangan kamu berbincang dengan mereka, dan jangan pula meriwayatkan hadis dari mereka. Karena sungguh mereka itu selalu berdusta.” [Lihat Minhajus Sunnah]

Akhir Kata

Kita tentu tercengang mendapati kenyataan ini. Diketahui bersama, bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini disebabkan oleh ulah manusia. Di mana mereka selalu bermaksiat, begitu jauh dari agama.

Semestinya kita tidak terlena oleh dunia. Mau meluangkan waktu untuk menimba ilmu Islam, bersumber dari kalam Ilahi dan tuntunan Nabi ﷺ, disertai pemahaman para sahabatnya yang mulia.

Wallahu a’lam bish shawab.

Berapa banyak orang yang mengira bahwa Syiah itu baik, karena tak seberapa jauh mengetahui hakikatnya. Mencintai Ahlul Bait adalah sebuah keharusan. Ibarat serigala berbulu domba, justru Syiahlah yang mengkhianati Ahlul Bait dan umat Islam.

Fakta sejarah berikut ini bersandar pada sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah Wan Nihayah karya al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzab Syafi’i. Mengajak untuk lebih mengenal identitas Syiah dalam kehidupan.

Pengkhianatan Pada Tahun 658 H

Pada tahun tersebut, bangsa Tartar dapat menduduki Damaskus dengan pasukan pimpinan panglima bernama Katbugho. Kota Damaskus lalu diserahkan kepada panglima Tartar bernama Ibil Siyan yang mengagungkan agama Nasrani.

Kaum Nasrani di Damaskus gembira, lantas mengelilingi kota dengan membawa salib besar, membanggakan agama Nasrani, memaksa penduduk untuk berdiri mengagungkan salib. Mereka tidaklah melewati sebuah masjid, melainkan menyiramkan khamr (minuman keras) ke dalamnya. Kaum Nasrani juga menyiramkan khamr di atas kepala serta pakaian kaum Muslimin. Mereka lalu memasuki gereja Maryam.

Ketika mendapat laporan adanya keinginan Tartar untuk menuju Mesir, maka al-Mudzaffar Quthz, raja Mesir mendahului menyerang Tartar di ‘Ain Jalut, Syam. Pasukan Islam menang dan membunuh ribuan pasukan Tartar, termasuk Katbugho. Untuk pertama kalinya, bangsa Tartar kalah dengan kekalahan besar dan berlanjut di sejumlah medan perang berikutnya.

Umat Islam di Damaskus membakar salib besar yang dulunya diarak, dan membakar gereja Maryam. Di dalam masjid jami, mereka membunuh al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dia adalah seorang ulama Syiah Rafidhah yang jahat.

Ternyata tragedi memilukan di Damaskus disebabkan oleh pengkhianatan kaum Syiah, termasuk al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dialah yang merampas harta umat Islam. Bahkan dia tega berkhianat membocorkan kelemahan kaum Muslimin kepada Tartar.

Pengkhianatan Pada Tahun 699 H

Syiah Nushairiyyah dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Abu Syuhaib Muhammad bin Nushair. Aliran ini menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, mencela para sahabat Nabi ﷺ, meyakini reinkarnasi, mengingkari Hari Kebangkitan, serta menghalalkan khamr dan perzinaan. Sekte ini adalah pecahan dari Syiah Itsna Asy’ariyyah.

Pada tahun 699 H tersiar kabar, bahwa bangsa Tartar memasuki wilayah Syam di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Qazan, cicit dari Hulako Khan. Maka pasukan Islam dari Damaskus keluar untuk menghadang laju musuh. Kedua pasukan bertemu di dekat lembah Salimah pada hari Rabu 27 Rabiulawal. Alhasil, pasukan Islam kalah dan banyak tentara Islam yang lari menyelamatkan diri.

Tak disangka, Syiah Nushairiyyah malah menawan, membunuh, serta merampas kuda dan persenjataan pasukan Islam yang menyelamatkan diri ke wilayah mereka, di pegunungan al-Jarad dan Kisrawan.

Pasukan Tartar membunuh siapa pun yang ditemui, dan melakukan kekejian di perbatasan wilayah Syam. Semua yang terjadi disebabkan adanya persekongkolan dengan kaum Syiah. Di antaranya dengan ulama Syiah bernama as-Syarif al-Qummi Muhammad al-Murtadha dan juga al-Asyil bin Nashiruddin at-Thusi yang mendapat imbalan uang sebesar seratus ribu Dirham atas pengkhianatannya.

Pengkhianatan Pada Tahun 705 H

Pada tahun tersebut, bangsa Tartar di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Kharbanda, cicit dari Hulako Khan juga dapat membunuh mayoritas pasukan Halab. Hal ini disebabkan adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Syiah Nushairiyyah yang menetap di wilayah al-Jarad, al-Rafdh, dan at-Tayaminah. Di kemudian hari, mereka (sekte Syiah tersebut) dapat ditumpas oleh para mujahidin pimpinan seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dibantu pasukan Syam pimpinan wakil Sultan. Kaum Muslimin berhasil membunuh banyak tentara Syiah dan menguasai mayoritas wilayah mereka.

Pengkhianatan Pada Tahun 717 H

Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syiah Nushairiyyah bernama Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi al-Qaim Biamrillah bersama pengikutnya melakukan pemberontakan. Dia meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah Tuhan. Kadang-kadang beranggapan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah penguasa negeri-negeri.

Dia bersama pasukannya keluar dengan mengafirkan umat Islam. Lalu mereka memasuki kota Jabalah, membunuh penduduknya, dan merampas harta benda. Setelahnya mereka berhasil menghancurkan masjid-masjid, kemudian dijadikan sebagai tempat minum khamr.

Para tentara Syiah tersebut menyuruh kepada setiap tawanan Muslim untuk mengatakan, “Bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk disembah melainkan ‘Ali. Sujudlah kepada al-Mahdi, Tuhanmu yang menghidupkan dan mematikan,” supaya kamu tidak terbunuh dan sebuah pernyataan dituliskan untukmu.

Mereka bertekad untuk menguasai kota-kota yang ada. Namun sebelum merealisasikan hal tersebut, pasukan pemerintah Islam berhasil membunuh mayoritas mereka, termasuk al-Mahdi pimpinannya.

Pengkhianatan Pada Tahun 920 H

Pada tahun tersebut, pasukan Syiah dipimpin oleh Syah Ismail as-Shafawi menyerang kota Baghdad. Mereka membunuh penduduknya dan menghancurkan masjid-masjid yang ada. Mereka pula membongkar kuburan-kuburan kaum Muslimin.

Maka Daulah Utsmaniyyah mengirim pasukan untuk meredam kejahatan sekte Syiah tersebut. Terjadilah pertempuran yang cukup dahsyat antara kedua kubu di gurun Jalidiran. Hasil akhir pertempuran ini berpihak kepada pihak pemerintah.

Pengkhianatan Pada Tahun 933 H

Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syiah Rafidhah bernama Baba Dzunnun mengerahkan pasukannya untuk menduduki kota Buzghad. Berjumlah lebih dari 3.000 tentara, mereka melakukan berbagai kejahatan di kota tersebut.

Pasukan Syiah ini beberapa kali sempat mengalahkan pasukan pemerintah yang dikirim kepada mereka. Hingga akhirnya Daulah Utsmaniyyah berhasil menumpas para pengikut Syiah tersebut.

Pengkhianatan Pada Tahun 928-974 H

Pada rentang waktu tersebut, kota Quniyyah dan Mar’asy (di Turki) diserbu oleh pasukan Syiah pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tokoh Syiah Rafidhah bernama Qalandar Jalabi membawa pasukan sebanyak 30.000 tentara, membunuh kaum Muslimin di dua kota tersebut.

Qalandar mengumumkan, bahwa barang siapa yang mampu membunuh seorang Muslim, maka dia mendapat pahala yang melimpah. Di kemudian hari, mereka bisa dihancurkan oleh pemerintah.

Pengkhianatan Pada Tahun 1007 H

Pada tahun tersebut, Syiah Rafidhah dipimpin oleh Syah Abbas as-Shafawi menduduki Baghdad. Mereka membunuh pemimpinnya dan mendirikan negara baru. Syah Abbas menetapkan hukuman bunuh atas setiap Muslim, atau dibutakan kedua matanya, kecuali mau pindah menjadi pengikut Syiah.

Syah Abbas juga menjalin kerjasama dengan bangsa Eropa untuk menghancurkan Daulah Utsmaniyyah. Bersamaan dengan hal itu, Syah Abbas membolehkan penyebaran agama Nasrani, dan mengijinkan pembangunan gereja-gereja. Sampai akhirnya mereka diperangi oleh Daulah Utsmaniyyah pada masa sultan Marad IV. Pasukan pemerintah berhasil membunuh 20.000 tentara Syiah.

Pengkhianatan Pada Tahun 1250 H

Pada tahun tersebut, sekte Syiah menyerang kota Adzaqiyyah (di Suria). Mereka membunuh kaum Muslimin dan menjarah harta benda mereka di kota tersebut.

Daulah Utsmaniyyah berniat mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Maka dibangun masjid-masjid untuk mereka. Lalu kaum Syiah melaksanakan salat di masjid-masjid tersebut.

Ketika pemerintah mengetahui bahwa mereka sudah bertobat, maka pemerintah membiarkan mereka tinggal di sana. Setelah itu, mereka justru membakar masjid-masjid tersebut.

Pengkhianatan Pada Tahun 1339 H

Pada tahun tersebut, pasukan Islam keluar hendak mengusir Perancis yang sedang menduduki Suriah. Syiah Itsna Asy’ariyyah yang berada di daerah Salimah dan sekitarnya malah bergabung dengan kubu Perancis menyerang pasukan Daulah Utsmaniyyah.

Setelah melewati pertempuran besar, umat Islam akhirnya dapat mengalahkan pasukan gabungan tersebut. Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah menghancurkan musuh-musuh Islam.

Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah

Di akhir waktu, Daulah Utsmaniyyah semakin condong kepada filsafat. Kesyirikan, kebidahan, dan kemaksiatan pun berkembang pesat. Ditambah dengan pendudukan Perancis atas Mesir dan Syam pada tahun 1213 H/1798 M di masa sultan Salim III. Lalu kekalahan terus berlanjut.

Diperparah dengan kekalahan pada perang dunia pertama (1914 M-1918 M) yang membuat kemerosotan dalam segala bidang. Hingga Mustafa Kamal dapat membubarkan kekhilafahan pada 3 Maret 1924 M. Sultan Abdul Majid II sendiri dilengserkan melalui parlemen Turki.

Waktu berjalan dengan cepat. Bangsa Yahudi dapat menduduki Masjidil Aqsha. Mereka pula mendeklarasikan pembentukan negara pada 14 Mei 1948 M di wilayah Palestina. Keberhasilan mereka tak lepas dari makar Perancis dan Inggris. Demikian pula adanya konspirasi dengan Syiah di Suriah. Dan Syiah Nushairiyyah di Lebanon turut bergabung dengan militer Yahudi dan Nasrani. Mereka mengatasnamakan diri sebagai Pasukan Karbala melakukan blokade, membantu pihak kafir, dan membunuh umat Islam.

Akhir Kata

Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata tentang Syiah:
“Mereka lebih pantas untuk dicela, dan mereka adalah orang-orang zindiq (menampakkan keIslaman dan menyembunyikan kekafiran).” [Lihat al-Kifayah lil Khathib al-Baghdadi]

Demikianlah selayang pandang tentang Syiah dalam sejarah. Sebuah potret nyata yang jarang diketahui oleh jiwa. Semoga bisa menjadi pelita dalam kegelapan, dan menjadi secercah cahaya bagi pencari kebenaran.

Wallahu a’lam bish shawab.

 

Sumber:
https://www.minhajulatsar.com/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarah-bagian-1/
https://www.minhajulatsar.com/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarah-bagian-2/
https://www.minhajulatsar.com/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarah-bagian-3/
https://www.minhajulatsar.com/pengkhianatan-syiah-bagian-4/

 

══════

 

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat