بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
FIKIH RINGKAS SALAT TARAWIH
 
Definisi Salat Tarawih
 
Tarawih adalah bentuk jamak dari Tarwihah. Secara bahasa artinya istirahat sekali. Dinamakan demikian, karena biasanya dahulu para sahabat ketika Salat Tarawih, mereka memanjangkan berdiri, rukuk, dan sujudnya. Maka ketika sudah mengerjakan empat rakaat, mereka istirahat. Kemudian mengerjakan empat rakaat lagi, kemudian istirahat. Kemudian mengerjakan tiga rakaat. [lihat Lisanul Arab, 2/462, Mishbahul Munir, 1/244, Syarhul Mumthi, 4/10]
 
Secara istilah, Tarawih artinya Qiyam Ramadan, atau salat di malam hari Ramadan. [lihat Al Mughni, 1/455, Syarah Sahih Muslim lin Nawawi, 6/39]
 
Keutamaan Salat Tarawih
 
Salat Tarawih merupakan sebab mendapatkan ampunan dosa-dosa yang telah lalu. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata:
 
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُرغِّبُ في قيامِ رمضانَ من غير أنْ يأمرَهم فيه بعزيمةٍ، فيقولُ: مَن قامَ رمضانَ إيمانًا واحتسابًا غُفِرَ له ما تَقدَّمَ مِن ذَنبِه
 
“Biasanya Rasulullah ﷺ memotivasi orang-orang untuk mengerjakan Qiyam Ramadan, walaupun beliau tidak memerintahkannya dengan tegas.
 
Beliau ﷺ bersabda: “Orang yang Salat Tarawih karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Bukhari no. 2009, Muslim no. 759]
 
Orang yang Tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai, dicatat baginya salat semalam suntuk
 
Dari Abu Dzar radhiallahu’anhu, ia berkata:
 
قلت: يا رسولَ اللهِ، لو نَفَّلْتَنا قيامَ هذه اللَّيلةِ؟ فقال: إنَّ الرَّجُلَ إذا صلَّى مع الإمامِ حتى ينصرفَ، حُسِبَ له قيامُ ليلةٍ
 
Aku pernah berkata: ‘Wahai Rasulullah, andaikan engkau menambah salat sunnah bersama kami malam ini! Maka Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya seseorang yang salat bersama imam sampai selesai, ditulis baginya pahala salat semalam suntuk.” [HR. Tirmidzi no. 806, disahihkan Al Albani dalam Sahih At Tirmidzi]
 
Orang yang rutin mengerjakan Salat Tarawih, jika wafat, maka dicatat sebagai shiddiqin dan syuhada
 
Dari Amr bin Murrah Al Juhani radhiallahu’anhu, ia berkata:
 
جاءَ رجلٌ من قُضاعةَ إلى النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقال: إنِّي شهدتُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ، وأنَّكَ رسولُ اللهِ، وصليتُ الصلواتِ الخمسَ، وصُمتُ رَمضانَ وقُمتُه، وآتيتُ الزكاةَ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: مَن ماتَ على هذا كانَ من الصِّدِّيقينَ والشُّهداءِ
 
“Datang seseorang dari gurun kepada Nabi ﷺ. Ia berkata: ‘Aku bersyahadat, bahwa tiada Sesembahan yang haq kecuali Allah, dan bahwasanya engkau adalah utusan Allah. Aku salat lima waktu, aku puasa Ramadan dan mengerjakan Qiyam Ramadan, dan aku membayar zakat.’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Orang yang mati di atas ini semua, maka ia termasuk shiddiqin dan syuhada.” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 2212, Ath Thabrani dalam Musnad Asy Syamiyyin no.2939, disahihkan Al Albani dalam Qiyamu Ramadan, 18]
 
Hukum Salat Tarawih
 
Salat Tarawih hukumnya Sunnah Muakkadah. Di antara dalilnya:
 
Pertama: Dalil As Sunnah
 
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata:
 
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُرغِّبُ في قيامِ رمضانَ من غير أنْ يأمرَهم فيه بعزيمةٍ، فيقولُ: مَن قامَ رمضانَ إيمانًا واحتسابًا غُفِرَ له ما تَقدَّمَ مِن ذَنبِه
 
“Biasanya Rasulullah ﷺ memotivasi orang-orang untuk mengerjakan Qiyam Ramadan, walaupun beliau tidak memerintahkannya dengan tegas. Beliau ﷺ bersabda: “Orang yang Salat Tarawih karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Bukhari no. 2009, Muslim no. 759]
 
Dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
 
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صلَّى في المسجدِ ذاتَ ليلةٍ، فصلَّى بصلاتِه ناسٌ، ثم صَلَّى من القابلةِ، فكثُرَ الناسُ ثم اجتَمَعوا من الليلةِ الثالثةِ، أو الرابعةِ، فلم يخرُجْ إليهم رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا أصبحَ قال: قد رأيتُ الذي صنعتُم، فلمْ يمنعْني من الخروجِ إليكم إلَّا أنِّي خَشيتُ أنْ تُفرَضَ عليكم قال: وذلِك في رمضانَ
 
“Rasulullah ﷺ salat di masjid suatu malam. Maka orang-orang pun ikut salat di belakang beliau. Kemudian beliau salat lagi di malam berikutnya. Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid di malam yang ketiga atau keempat. Namun ternyata Rasulullah ﷺ tidak keluar. Ketiga pagi hari beliau ﷺ bersabda: ‘Aku melihat apa yang kalian lakukan semalam. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar, kecuali aku khawatir salat tersebut diwajibkan atas kalian.”
Perawi mengatakan: “Itu di bulan Ramadan.” [HR. Bukhari no. 1129, Muslim no. 761]
 
Kedua: Dalil Ijmak
 
Al Imam An Nawawi mengatakan:
 
فصلاة التراويحِ سُنَّة بإجماع العلماء
 
“Salat Tarawih hukumnya Sunnah dengan Ijmak ulama.” [Al Majmu, 4/37]
 
Ash Shan’ani mengatakan:
 
قيام رمضان سُنَّة بلا خلاف
 
“Qiyam Ramadan hukumnya Sunnah tanpa ada khilaf.” [Subulus Salam, 2/11]
 
Salat Tarawih di Masjid Jamaah
 
Salat Tarawih lebih utama dikerjakan secara berjamaah dari pada sendirian. Dalilnya:
 
Pertama: Dalil As Sunnah
 
Dari Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
 
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صلَّى في المسجدِ ذاتَ ليلةٍ، فصلَّى بصلاتِه ناسٌ، ثم صَلَّى من القابلةِ، فكثُرَ الناسُ ثم اجتَمَعوا من الليلةِ الثالثةِ، أو الرابعةِ، فلم يخرُجْ إليهم رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا أصبحَ قال: قد رأيتُ الذي صنعتُم، فلمْ يمنعْني من الخروجِ إليكم إلَّا أنِّي خَشيتُ أنْ تُفرَضَ عليكم قال: وذلِك في رمضانَ
 
“Rasulullah ﷺ salat di masjid suatu malam. Maka orang-orang pun ikut salat di belakang beliau. Kemudian beliau salat lagi di malam berikutnya. Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid di malam yang ketiga atau keempat. Namun ternyata Rasulullah ﷺ tidak keluar. Ketiga pagi hari beliau ﷺ bersabda: ‘Aku melihat apa yang kalian lakukan semalam. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar, kecuali aku khawatir salat tersebut diwajibkan atas kalian.’
 
Perawi mengatakan: “Itu di bulan Ramadan.” [HR. Bukhari no. 1129, Muslim no. 761]
 
Sisi pendalilan:
 
Hadis ini menunjukkan, bahwa Nabi ﷺ Salat Tarawih secara berjamaah di masjid. Namun yang menahan beliau untuk merutinkannya adalah beliau khawatir Salat Tarawih diwajibkan kepada umat beliau. Maka ini menunjukkan, bahwa melaksanakannya di masjid lebih utama.
 
Kedua: Dalil ijmak
 
Ath Thahawi mengatakan:
 
قد أَجمعُوا أنه لا يجوزُ للنَّاس تعطيلُ المساجِد عن قيام رمضانَ وكانَ هذا القيام واجِبًا على الكِفايَة، فمَن فعَلَه كانَ أفضلَ مِمَّن انفرد به
 
“Para ulama Ijmak, bahwa tidak boleh orang-orang meninggalkan masjid-masjid untuk mengerjakan Qiyam Ramadan. Dan Qiyam Ramadan ini Fardhu Kifayah. Barang siapa mengerjakannya berjamaah, maka itu lebih utama daripada sendirian.” [Mukhtashar Ikhtilaf Ulama, 1/315]
 
Ibnu Qudamah mengatakan:
 
وقال ابنُ قُدامةَ: (الجماعةُ في التراويح أفضلُ، وإنْ كان رجلٌ يُقتدَى به، فصلَّاها في بيته، خِفتُ أن يَقتديَ الناس به، وقد جاء عن النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ((اقتدوا بالخُلفاء))، وقد جاء عن عُمرَ أنه كان يُصلِّي في الجماعة… ولنا: إجماعُ الصَّحابة على ذلك
 
“Berjamaah dalam mengerjakan Salat Tarawih itu lebih utama. Andai ada seorang yang meniru Rasulullah dengan salat di rumah, aku khawatir orang-orang lain akan mengikutinya. Padahal Nabi ﷺ bersabda: ‘Ikutilah para Khulafa (Ar Rasyidin)’. Dan terdapat riwayat bahwa Umar bin Khathab mengerjakan Salat Tarawih secara berjamaah. Dan kami menegaskan bahwa para sahabat Ijmak akan hal ini.” [Al Mughni, 2/124]
 
Ketiga: Dalil atsar sahabat
 
Dari Abdurrahman bin Abdil Qari, ia berkata:
 
خرجتُ مع عُمرَ بنِ الخطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْه ليلةً في رمضانَ إلى المسجدِ، فإذا الناسُ أوزاعٌ متفرِّقون يُصلِّي الرجلُ لنَفسِه، ويُصلِّي الرجلُ فيُصلِّي بصلاتِه الرهطُ، فقال عُمرُ رَضِيَ اللهُ عَنْه: إني أَرَى لو جمعتُ هؤلاءِ على قارئٍ واحدٍ، لكان أمثلَ، ثم عَزَمَ فجمَعَهم إلى أُبيِّ بنِ كعبٍ
 
“Aku keluar bersama Umar radhiallahu’anhu pada suatu malam bulan Ramadan ke masjid. Ketika itu orang-orang di masjid salat berkelompok-kelompok, terpisah-pisah. Ada yang salat sendiri-sendiri, ada juga yang membuat jamaah bersama beberapa orang. Umar berkata: ‘Menurutku, jika aku satukan mereka ini untuk salat bermakmum di belakang satu orang qari’ itu akan lebih baik’. Maka Umar pun bertekad untuk mewujudkannya. Dan ia pun menyatukan orang-orang untuk Salat Tarawih berjamaah bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab.” [HR. Bukhari no. 2010]
 
Waktu Pelaksanaan Salat Tarawih
 
Salat Tarawih dilaksanakan setelah Salat Isya. Dan yang utama adalah setelah waktu Isya yang terakhir. Ibnu Taimiyah mengatakan:
 
فما كان الأئمَّة يُصلُّونها إلَّا بعد العِشاء على عهد النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وعهدِ خلفائه الراشدين، وعلى ذلك أئمَّةُ المسلمين، لا يُعرف عن أحدٍ أنه تعمَّد صلاتَها قبل العِشاء، فإنَّ هذه تُسمَّى قيام رمضان
 
“Para imam tidak melaksanakan Salat Tarawih, kecuali setelah Salat Isya, sebagaimana di masa Nabi ﷺ dan di masa para Khulafa Ar Rasyidin, dan juga di masa para imam kaum Muslimin. Tidak diketahui ada yang bersengaja melaksanakannya sebelum Salat Isya. Dan oleh karena itukah salat ini disebut Qiyam Ramadan.” [Majmu Al Fatawa, 23/120]
 
Beliau juga mengatakan:
 
السُّنة في التراويح أنْ تُصلَّى بعد العِشاء الآخِرةِ، كما اتَّفق على ذلك السَّلَف والأئمَّة
 
”Yang sunnah dalam melaksanakan melaksanakan Salat Tarawih adalah setelah waktu Isya yang terakhir, sebagaimana ini telah disepakati oleh para salaf dan imam kaum Muslimin” [Majmu Al Fatawa, 23/119]
 
Jumlah Rakaat Salat Tarawih
 
Salat Tarawih dan salat malam secara umum tidak memiliki batasan tertentu. Dalil akan hal ini adalah sebagai berikut:
 
Pertama: Dalil As Sunnah
 
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia berkata:
 
أنَّ رجلًا سألَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عن صلاةِ اللَّيل، فقال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: صلاةُ الليلِ مَثْنَى مثنَى، فإذا خشِيَ أحدُكم الصبحَ صلَّى ركعةً واحدةً، تُوتِر له ما قدْ صلَّى
 
“Ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengenai salat malam. Maka Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Salat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu Subuh, maka salatlah satu rakaat untuk membuat rakaat salatnya menjadi ganjil.” [HR. Bukhari no. 990, Muslim no. 749]
 
Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata:
 
ما كان يَزيدُ في رمضانَ، ولا في غيرِه على إحْدى عَشرةَ ركعةً ؛ يُصلِّي أربعَ رَكَعاتٍ فلا تسألْ عن حُسنهنَّ وطولهنَّ، ثم يُصلِّي أربعًا، فلا تسألْ عن حُسنهنَّ وطولهنِّ ، ثم يُصلِّي ثلاثًا
 
“Rasulullah ﷺ tidak pernah salat lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadan atau di bulan lainnya. Beliau salat empat rakaat. Jangan tanya mengenai bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau salat empat rakaat. Jangan tanya mengenai bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau salat tiga rakaat.” [HR. Bukhari no. 2013, Muslim no. 837]
 
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata:
 
كان صلاةُ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ثلاثَ عَشرةَ ركعةً. يعني: باللَّيل
 
“Rasulullah ﷺ pernah salat tiga belas rakaat di malam hari.” [HR. Bukhari no. 1138, Muslim no. 764]
 
Sisi pendalilan:
 
Dari hadis-hadis ini diketahui, bahwa Rasulullah ﷺ tidak membatasi jumlah rakaat salat yang dikerjakan setelah Isya.
 
Kedua: Dalil Ijmak
 
Ibnu Abdil Barr mengatakan:
 
وقد أجمَع العلماءُ على أنْ لا حدَّ ولا شيءَ مُقدَّرًا في صلاة الليل، وأنَّها نافلة؛ فمَن شاء أطال فيها القيام وقلَّت ركعاته، ومَن شاء أكثر الركوع والسجود
 
“Para ulama sepakat, bahwa tidak ada batasan rakaat tertentu dalam salat malam. Dan bahwasanya hukumnya adalah sunnah. Barang siapa yang ingin memanjangkan berdirinya dan menyedikitkan rakaatnya, silakan. Barang siapa yang ingin memerbanyak rukuk dan sujud, silakan.” [Al Istidzkar, 2/102]
 
Beliau juga mengatakan:
 
أكثرُ الآثار على أنَّ صلاته كانت إحدى عشرةَ ركعةً، وقد رُوي ثلاث عشرة ركعة، واحتجَّ العلماء على أنَّ صلاة الليل ليس فيها حدٌّ محدود، والصلاة خيرُ موضوع، فمَن شاء استقلَّ ومَن شاء استكثر
 
“Kebanyakan salat malam Nabi itu sebelas rakaat. Namun terdapat riwayat bahwasanya beliau pernah salat tiga belas rakaat. Oleh karena itu para ulama berdalil dari sini, bahwa salat malam itu tidak ada batasan rakaatnya. Dan salat adalah perkara yang paling baik. Siapa yang ingin memersedikitnya silakan. Yang ingin memerbanyaknya, juga silakan.” [Al Istidzkar, 2/98]
 
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan:
 
ولا خلافَ أنه ليس فى ذلك حدٌّ لا يُزاد عليه ولا يُنقص منه، وأنَّ صلاة الليل من الفضائل والرغائب، التي كلَّما زِيد فيها زِيد فى الأجر والفضل، وإنما الخلافُ في فِعل النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وما اختاره لنفْسه
 
“Tidak ada khilaf, bahwa salat malam itu tidak ada batasannya yang paten, sehingga tidak boleh dikurangi atau ditambahi. Salat malam adalah keutamaan dan hal yang sangat dianjurkan, yang semakin banyak dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Yang diperselisihkan adalah mana jumlah rakaat yang sering dilakukan Nabi ﷺ dan yang menjadi pilihan (kesukaan) Nabi ﷺ untuk dirinya.” [Ikmalul Mu’lim, 3/82]
 
Al ‘Iraqi mengatakan:
 
قد اتفق العلماء على أنه ليس له حدٌّ محصور
 
“Ulama sepakat bahwa salat malam itu tidak ada batasan rakaatnya.” [Tharhu At Tatsrib, 3/43]
 
Tata Cara Salat Tarawih
 
Salat Tarawih dilaksanakan dua rakaat – dua rakaat. Ini merupakan pendapat Jumhur Ulama, dari Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah, juga pendapat Abu Yusuf dari Hanafiyah. Dalilnya:
 
 
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
صلاةُ الليلِ مَثنَى مَثنى، فإذا رأيتَ أنَّ الصبحَ يُدركُك فأَوتِر بواحدةٍ .قال: فقيل لابن عُمر: ما مَثنَى مَثنَى؟ قال تُسلِّم في كلِّ ركعتينِ
 
“Salat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau melihat bahwa Subuh akan datang, maka salatlah satu rakaat untuk membuat rakaat salatnya menjadi ganjil.”
 
Ibnu Umar ditanya: “Apa maksudnya dua rakaat-dua rakaat?”
Ibnu Umar berkata: “Maksudnya, setiap dua rakaat, salam.” [HR. Bukhari no. 990, Muslim no. 749]
 
Dari AIsyah radhiallahu’anha beliau berkata:
 
كانَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُصلِّي فيما بين أن يَفرغَ من صلاةِ العِشاءِ – وهي التي يدعو الناسُ العتمةَ – إلى الفجرِ إحْدى عشرةَ ركعةً، يُسلِّمُ بين كلِّ ركعتينِ، ويُوتِرُ بواحدةٍ
 
“Biasanya Rasulullah ﷺ antara setelah selesai Salat Isya, yaitu di waktu yang disebut orang sebagai atamah, sampai terbit Fajar, beliau salat sebelas rakaat. Dengan salam di setiap dua rakaat kemudian, Salat Witir satu rakaat.” [HR. Muslim no. 736]
 
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
 
والأفضل أن يُسلِّم من كل اثنتين ويوتر بواحدةٍ كما تقدَّم في حديث ابنِ عمر: «صلاةُ الليل مَثْنى مثنى، فإذا خشِي أحدُكم الصبحَ صلَّى واحدةً تُوتِر له ما قد صلَّى
 
“Salat malam yang paling utama adalah salam di tiap dua rakaat, dan satu rakaat Witir. Sebagaimana dalam hadis Ibnu Umar: Salat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu Subuh, maka salatlah satu rakaat.” [Majmu Fatawa Ibnu Baz, 11/324]
 
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
 
وصلاة الليل تَشمل التطوُّعَ كلَّه والوترَ، فيصلي مَثْنَى مثنى، فإذا خشِي الصبح صلَّى واحدة فأوتَرتْ ما صلى
 
“Salat malam mencakup semua salat sunnah di malam hari. Caranya dengan dua rakaat-dua rakaat. Jika khawatir masuk waktu Subuh, maka salatlah satu rakaat untuk membuat rakaatnya ganjil.” [Majmu Fatawa war Rasail, 20/412]
 
Bacaan Dalam Salat Tarawih
 
Tidak ada batasan tertentu mengenai bacaan Alquran dalam Salat Tarawih. Namun disunnahkan untuk membaca Al Alquran 30 juz. Al Kasani mengatakan:
 
السُّنة أن يختمَ القرآن مرةً في التراويح، وذلك فيما قاله أبو حنيفة، وما أمر به عمرُ، فهو من باب الفضيلة، وهو أن يختمَ القرآن مرَّتين أو ثلاثًا، وهذا في زمانهم، وأمَّا في زماننا فالأفضل أن يقرأ الإمامُ على حسب حال القوم من الرغبة والكسل، فيقرأ قدْرَ ما لا يوجب تنفيرَ القوم عن الجماعة؛ لأنَّ تكثير الجماعة أفضلُ من تطويل القراءة
 
“Disunnahkan untuk mengkhatamkan Alquran sekali dalam Salat Tarawih. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah. Dan Umar bin Khathab pun memerintahkannya. Ini merupakan keutamaan, dan beliau mengkhatamkan Al Alquran sebanyak dua atau tiga kali (dalam Salat Tarawih) di zaman beliau.
 
Adapun di zaman kita, yang utama imam membaca yang sesuai dengan keadaan kaumnya. Terkadang ada kaum yang semangat, dan terkadang ada kaum yang pemalas. Maka hendaknya imam membaca bacaan yang tidak membuat orang meninggalkan jamaah. Karena memerbanyak jumlah orang dalam jamaah lebih utama dari pada memperlama bacaan dalam salat jamaah.” [Bada’i Ash Shana’i, 1/289]
 
Ad Dardir mengatakan:
 
“و” نُدِب للإمام “الخَتْم” لجميع القرآن “فيها”، أي: في التراويح في الشهر كلِّه ليُسمِعَهم جميعه
 
“Dianjurkan bagi imam untuk mengkhatamkan seluruh Alquran di bulan Ramadan, yaitu di dalam Salat Tarawih, agar jamaah mendengar semua bagian dari Al Alquran.” [Asy Syarhul Kabir, 1/315]
 
Men-jahr-kan Bacaan dalam Salat Tarawih
 
Disunnahkan men-jahr-kan bacaan Alquran dalam Salat Tarawih. Ulama Ijmak akan hal ini. An Nawawi mengatakan:
 
أجمع المسلمون على استحباب الجَهر بالقِراءة في… صلاة التراويح، والوتر
 
“Ulama Islam sepakat disunnahkannya men-jahr-kan bacaan Alquran dalam Salat Tarawih dan Witir.” [At Tibyan fi Adabi Hamalatil Alquran, 1/130]
 
Demikian fikih ringkas Salat Tarawih.
Semoga bermanfaat.
Wabillahi at taufiq was sadaad.
 
 
Penyusun: Yulian Purnama
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
FIKIH RINGKAS SALAT TARAWIH
FIKIH RINGKAS SALAT TARAWIH
FIKIH RINGKAS SALAT TARAWIH
FIKIH RINGKAS SALAT TARAWIH