بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

ANTARA QADHA DAN FIDYAH BAGI IBU HAMIL DAN MENYUSUI

 

Kondisi fisik seorang wanita dalam menghadapi kehamilan dan saat-saat menyusui memang berbeda-beda. Namun pada dasarnya kalori yang dibutuhkan untuk memberi asupan bagi sang buah hati adalah sama, yaitu sekitar 2200-2300 kalori perhari untuk ibu hamil, dan 2200-2600 kalori perhari untuk ibu menyusui. Kondisi inilah yang menimbulkan konsekuensi yang berbeda bagi para ibu dalam menghadapi saat-saat puasa di bulan Ramadan. Ada yang merasa tidak bermasalah dengan keadaan fisik dirinya dan sang bayi sehingga dapat menjalani puasa dengan tenang. Ada pula para ibu yang memiliki kondisi fisik yang lemah, yang mengkhawatirkan keadaan dirinya jika harus terus berpuasa di bulan Ramadan. Begitu pula para ibu yang memiliki buah hati yang lemah kondisi fisiknya, dan masih sangat tergantung asupan makanannya dari sang ibu melalui air susu sang ibu.

Kedua kondisi terakhir, memiliki konsekuuensi hukum yang berbeda bentuk pembayarannya.

1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa Bagi ibu

Untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.

Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam ayat:

“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain.” [QS. Al Baqarah 2 : 184]

Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:
“Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” [Al-Mughni: 4/394]

2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa

Sebagaimana keadaan pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan, ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan:
“Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan: ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah, karena dia seperti orang yang sakit, dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).’” [Al-Majmu’: 6/177, dinukil dari majalah Al Furqon]

3. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja

Dalam keadaan ini, sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan, atau telah terbukti berdasarkan percobaan, bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya, bahwa puasa bisa membahayakan anaknya seperti kurang akal atau sakit. [Al Furqon, edisi 1 tahun 8]

Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu. Berikut sedikit paparan tentang perbedaan pendapat tersebut.

• Dalil ulama yang mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja

Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahumallah.

• Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk membayar fidyah saja

Dalill yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma: “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” [HR. Abu Dawud]

Dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata: “Berbuka, dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” [Al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya sahih]

Dan ayat Alquran yang dijadikan dalil, bahwa wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah adalah: “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah, (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” [QS. Al-Baqarah 2 : 184]

Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup dalam ayat ini.

Pendapat ini adalah termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah.

• Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah

Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini, karena tidak ada dalam syariat yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya.

Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut:

“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah 2 :184]

Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
“Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil). Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab: “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”

Adapun perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan untuk berbuka tanpa menyebutkan wajib mengqadha, karena hal tersebut (mengqadha) sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka saat Ramadan.

Cara Mudah Membayar Fidyah

Sering muncul pertanyaan bagaimana cara membayar fidyah bagi orang yang tidak mampu berpuasa dan tidak mampu mengqadhanya. Berikut pertanyaan yang sering muncul dan jawabannya:

1. Bagaimana cara bayar fidyah?
Jawab: Dengan memberi makan orang miskin.

2. Bagaimana cara memberi makan?
Jawab: Dengan memberikan makanan pokok negeri tersebut, sampai terasa kenyang. Di Indonesia umumnya memberi makan nasi, lauk, dan sayur.

3. Berapa kali memberi makan?
Jawab: Sejumlah hari yang ditinggalkan (tidak berpuasa). Apabila tidak puasa 30 hari, maka beri makan 30 orang miskin.

4. Apakah beri makan sehari itu tiga kali sehari?
Jawab: Tidak, hanya sekali saja hari itu.

5. Bagaimana bentuk makanan itu?
Jawab: Bentuk makanan sesuai ‘urf/adat setempat, dan masyarakat menilai itu memberi makan. Misalnya memberi makan 1 piring, makan 1 bungkus dan lain-lainnya.

Bisa juga memberikan makanan yang belum dimasak seperti satu mud burr, beras (makanan pokok) dan lain-lain, lebih baik lagi dengan lauknya.

6. Apakah diberikan setiap hari satu orang miskin saja, kemudian besok satu orang lagi?
Jawab: Tidak harus, bisa diberikan sekaligus. Dikumpulkan 30 orang miskin kemudian diberi makan semuanya.

7. Bagaimana kategori orang miskin?
Jawab: orang miskin adalah orang yang kurang mampu memenuhi kebutuhan hariannya (termasuk orang fakir juga berhak), dan masyarakat menilai bahwa orang itu memang miskin.

8. Kapan waktu membayar fidyah?
Jawab: Ada dua cara:
a) Dibayar setiap hari setelah Magrib pada hari itu juga.
b) Dibayar sekaligus setelah Ramadhan. Semakin cepat semakin baik.

9. Bagaimana cara mudahnya membayar fidyah?
Jawab: Cara mudah dan praktisnya adalah memesan nasi bungkus/ nasi kotak (tidak terlalu murah dan tidak terlalu mahal) sebanyak 30 bungkus/kotak, kemudian berikan kepada orang miskin SEKALIGUS. Bisa mendatangi kampung/keluarga miskin dan berikan, atau anak yatim yang miskin.

Catatan:

1. Orang yang tidak mampu berpuasa sama sekali, dan tidak mampu qadha seperti orang tua sekali (sepuh) dan orang yang sakit parah dan sulit sembuh, diperbolehlan tidak puasa dan tidak qadha tetapi wajib membayar fidyah.

Allah ﷻ berfirman:

ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﻄِﻴﻘُﻮﻧَﻪُ ﻓِﺪْﻳَﺔٌ ﻃَﻌَﺎﻡُ ﻣِﺴْﻜِﻴﻦٍ

“Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah 2 : 184]

2. Cara mudah dan praktis membayar fidyah sebagaimana perbuatan Anas bin Malik radhiallahu anhu. Dalam sebuah riwayat:

أَنَّه ضَعُف عَن الصَّومِ عَامًا فَصَنَع جفنَةَ ثَريدٍ ودَعَا ثَلاثِين مِسكِينًا فَأشبَعَهُم

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa ketika dirinya sudah tidak mampu puasa setahun, beliau membuat adonan tepung dan mengundang 30 orang miskin, kemudian beliau memberi makan mereka sampai kenyang. [HR. Daruquthni dan disahihkan al-Albani]

Demikian pembahasan tentang qadha dan fidyah yang dapat kami bawakan. Semoga dapat menjadi landasan bagi kita untuk beramal. Adapun ketika ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, maka ketika saudari kita menjalankan salah satu pendapat ulama tersebut dan berbeda dengan pendapat yang kita pilih, kita tidak berhak memaksakan atau menganggap saudari kita tersebut melakukan suatu kesalahan.

Semoga Allah memberikan kesabaran dan kekuatan bagi para Ibu untuk tetap melaksanakan puasa ataupun ketika membayar puasa dan membayar fidyah tersebut di hari-hari lain sambil merawat para buah hati tercinta.
Wallahu a’alam.

***

Sumber:

• Artikel berjudul ‘Antara Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui’ yang ditulis oleh Ummu Ziyad (https://muslimah.or.id/256-antara-qadha-dan-fidyah-bagi-ibu-hamil-dan-menyusui.html)

• Artikel berjudul: ‘Cara Mudah Membayar Fidyah’ yang ditulis oleh Raehanul Bahraen (https://muslimafiyah.com/cara-mudah-membayar-fidyah.html)

 

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat