بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

AKAD JU’ALAH

 

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matn Taqrib berkata:

أَحْكَامُ الجُعَالَةِ:

وَ الجُعَالَةُ جَائِزَةٌ : وَهُوَ أَنْ يَشْتَرِطَ فِي رَدِّ ضَالَّتِهِ عِوَضاً مَعْلُوْماً فَإِذَا رَدَّهَا اسْتَحَقَّ ذَلِكَ العِوَضَ المَشْرُوْطَ.

“Ju’alah itu diperbolehkan. Misalnya seseorang mensyaratkan pemberian hadiah tertentu, jika ada yang orang yang bisa mengembalikan untanya yang hilang. Jika seseorang mengembalikannya, maka dia berhak mendapatkan hadiah yang disyaratkan tersebut.”

Penjelasan:

Secara bahasa, ju’alah berarti sesuatu yang dijadikan pada manusia untuk mengerjakan sesuatu.

Secara syari, ju’alah berarti akad yang mengharuskan adanya imbalan yang diketahui secara umum atas pekerjaan yang sudah maklum atau majhul (tidak diketahui atau sukar diketahui).

Dalil tentang ju’alah adalah hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada sekelompok sahabat Nabi ﷺ meminta agar dilayani sebagai tamu, tetapi akhirnya mereka tidak dilayani. Tiba-tiba ketika ada tokoh kaumnya yang kena sengatan binatang. Ada sahabat Nabi yang meruqyahnya dengan membacakan Surat Al-Fatihah, dengan syarat ia mendapatkan imbalan satu bagian dari domba. Akhirnya tokoh tersebut sembuh dan ia pun mendapatkan imbalan yang disyaratkan tadi. Nabi ﷺ dikabarkan hal ini, lalu Nabi ﷺ meminta bagian dari domba tadi. [HR. Bukhari, no. 5736 dan Muslim, no. 2201]

Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu membacakan Al-Fatihah sebanyak tiga kali, lantas yang sakit itu sembuh dengan izin Allah. Lantas ia mendapatkan imbalan 30 domba, dan saat itu jumlah sahabat itu juga 30 orang.

Catatan: Ju’alah itu dibolehkan karena manusia itu membutuhkannya.

Rukun Ju’alah
a) ‘Amal (adanya pekerjaan)
b) Ju’al (adanya imbalan)
c) ‘Aaqid (yang melakukan akad)
d) Shighah (adanya ijab dan qabul)

Syarat yang Berakad
a) Dengan pilihan sendiri, tidak boleh paksaan.
b) Orang yang melakukan adalah yang dibolehkan melakukan akad.
Orang yang melakukan mengetahui pekerjaannya.
c) Pekerjaannya tertentu.

Syarat ‘Amal
a) Ada beban pekerjaan.
b) Tidak ada ta’yin secara syari.
c) Tidak dibatasi waktu.

Ju’al (reward) adalah yang disyaratkan dalam upah. Yang tidak sah sebagai upah seperti sesuatu yang naji, maka tidak sah menjadi ju’al (reward).

Jika ‘aamil berhasil mengembalikan barang yang hilang kepada pemiliknya, maka ju’al (reward) berhak ia dapatkan.

Catatan:

a) Akad ju’alah boleh pada sesuatu yang pekerjaan yang belum jelas, yang penting upahnya jelas.

b) Ju’alah adalah akad tidak lazim, boleh dibatalkan sebelum sempurnanya akad. Jika akad dibatalkan setelah akad dimulai, maka ‘aamil mendapatkan ujroh mitsl (upah semisal).

c) Jika ada yang rusak di tangan ‘aamil, maka tak perlu ada dhaman (ganti rugi).

Referensi:

Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Daar Al-Manaar.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber https://rumaysho.com/37434-matan-taqrib-memahami-akad-sewa-menyewa-ijarah-dan-jualah.html

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat