بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

 

 

21 FAIDAH SEPUTAR PUASA SYAWAL
Oleh: Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid

 

Faidah ke-1

شـوَّال شَـهرٌ مـبارك وهو شـهر طاعة؛ فـهو بداية أشـهر الحجِّ، وفيـه صيام السِّـتِّ، وقـضاء الاعتكاف لمن فـاته، وهو شـهرُ نـكاحٍ وإعفَـافٍ بالحـلال .

Syawal itu merupakan bulan yang penuh berkah.
Bulan ketaatan dan merupakan permulaan dari bulan-bulan haji.
Di bulan ini terdapat anjuran berpuasa (sunnah) enam hari dan kesempatan untuk meng- qadha itikaf bagi mereka yang terlewat melakukannya (ketika Ramadan).
Bulan ini juga merupakan bulan dianjurkan untuk menikah dan menjaga ‘iffah (kehormatan diri) dengan cara yang halal (yaitu pernikahan).

 

Faidah ke-2

يُشـرَع للمسـلم صيـامُ سِـتَّةِ أيـام مـن شـوَّال بعـد رمضـان؛ فهـو سُـنَّةٌ مسـتحبَّةٌ غيـرُ واجبـة، فضلُهـا عظيـمٌ وأجرُهـا كبيـرٌ .

Disyariatkan bagi seorang Muslim untuk berpuasa enam hari Syawal selepas puasa Ramadan. Puasa ini hukumnya Sunnah Mustahabbah (sangat dianjurkan), tidak wajib. Keutamaannya sangat besar dan balasannya sangat berlimpah.

 

Faidah ke-3

مَـن صـام سـتَّة أيَّـام مـن شـوَّال بعـد رمضـان؛ كُتِـبَ لـه أجـرُ صيـام سـنة كاملـة؛ كمـا صـحَّ ذلـك عـن النيـيِّ ﷺ:
« مَـنْ صَـامَ رَمَضَـانَ، ثُـمَّ أَتْبَـعَـهُ سِـتًّا مِـنْ شَـوَّالٍ؛ كَانَ كَصِيَـامِ الدَّهْـرِ » .

Barang siapa yang mengerjakan puasa enam hari Syawal selepas Ramadan, maka ditetapkan baginya pahala puasa setahun penuh.

Hal ini sebagaimana diterangkan di dalam hadis yang shahih dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadan, lalu ia lanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh.” [HR. Muslim: 1164]

 

Faidah ke-4

وقـد فسَّـرَ ذلـك النبـيُّ ﷺ بقولـه:
« مَـنْ صَـامَ رَمَضَـانَ فَشَـهْرٌ بِعَشَـرَةِ أَشْـهُرٍ، وَصِيَـامُ سِـتَّةِ أَيَّـامٍ بَعْـدَ الْفِطْـرِ [بشـهرَين]، فَذَلِـكَ تَمَـامُ صِيَـامِ السَّـنَةِ:
(مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

Nabi ﷺ menerangkan hal tersebut [yaitu puasa Syawal seperti puasa setahun penuh, pent] di dalam sabdanya:
“Barang siapa yang berpuasa sebulan (penuh) ketika Ramadan, seperti berpuasa selama sepuluah bulan. Dan berpuasa enam hari ketika Syawal setelah Iedul Fithri [sama seperti dua bulan].

Maka dengan demikian ia seperti telah berpuasa selama setahun penuh:
(Barang siapa yang melakukan kebaikan, maka baginya dilipatgandakan balasannya sepuluh kali lipat).”
[HR. Imam Ahmad: 22412; Ibnu Majah: 1715 dan Ibnu Khuzaimah: 2115. Dishahihkan oleh al-Albanī]

 

Faidah ke-5

إذا قـال قائـلٌ: صيـام السِّـتَّة مـن شـوال تُضاعَـفُ بعشـر أمثالهـا كمـا تُضاعَـفُ الحسـناتُ عمومًـا، فمـا ميـزة صيامهـا إذن؟
والجـواب: صـرَّحَ الفقهـاءُ مـن الحنابلـة والشـافعيَّة بـأنَّ صـومَ سـتَّة أيـام مـن شـوَّال بعـد رمضـان، يَعْـدِلُ صيـامَ سـنةٍ فرضًـا.

Apabila ada yang bertanya:
“Puasa enam hari Syawal akan dilipatgandakan pahalanya 10 kali lipat sebagaimana dilipatgandakan kebaikan-kebaikan lainnya secara umum. Kalau begitu, apa istimewanya puasa enam hari Syawal ini??”

Kita jawab:
“Ulama ahli fikih dari Madzhab Hanabilah dan Syafi’iyah menerangkan, bahwa puasa enam hari ketika Syawal setelah puasa Ramadan itu, sepadan pahalanya dengan puasa wajib selama setahun penuh”.

 

Faidah ke-6

مـن فوائـد صيـام السِّـت: تعويـض النَّقـص الـذي حصـل في صيـام الفريضـة في رمضـان؛
كمـا في الحديـث:
« إِنَّ أَوَّلَ مَـا يُحَاسَـبُ بِـهِ الْعَبْـدُ يَـوْمَ الْقِيَامَـةِ مِـنْ عَمَلِـهِ صَلَاتُـهُ، فَـإِنْ صَلُحَـتْ فَقَـدْ أَفْلَـحَ وَأَنْجَـحَ، وَإِنْ فَسَـدَتْ فَقَـدْ خَـابَ وَخَسِـرَ، فَـإِنْ انْتَقَـصَ مِـنْ فَرِيضَتِهِ شَـيْءٌ قَـالَ الرَّبُّ: *”انْظُـرُوا هَـلْ لِعَبْـدِي مِـنْ تَطَـوُّعٍ، فَيُكَمَّـلَ بِهَـا مَـا انْتَقَـصَ مِـنَ الْفَرِيضَةِ،“* ثُـمَّ يَكُـونُ سَـائِرُ عَمَلِـهِ عَلَـىٰ ذَلِـكَ ».

Di antara Faidah puasa enam hari Syawal adalah menambal kekurangan yang ada pada puasa fardhu ketika Ramadan, sebagaimana tersebut di dalam hadis:
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada Hari Kiamat adalah salatnya. Apabila salatnya baik, maka ia akan sukses dan berhasil. Namun apabila salatnya rusak, maka ia akan celaka dan sengsara. Apabila ada yang kurang dari ibadah fardhu-nya, maka Rabb berfirman: “Lihatlah apakah ada pada hamba-Ku ini ibadah tathowwu’ (sunnah) yang dengannya bisa menyempurnakan kekurangan dari ibadah fardhu-nya?” Kemudian seluruh amalnya pun diperlakukan seperti ini”. [HR. Abu Dawud: 864 dan Tirmidzi: 413. Dishahihkan oleh al-Albani].

 

Faidah ke-7

نُقِـلَ عَـن بعـض أهـل العِلْـم كراهـةُ صيـامِ السِّـتِّ، وعلَّـلَه بخشـيةِ اعتقـادِ البعـض أنَّهـا مـن رمضـان.

والسُّـنَّة الصحيحـة أولـىٰ وأحـقُّ بالاتِّبـاع، ولا تُـترَكُ لقـولِ أحـدٍ كائنًـا مَـن كان، وهـذه العلَـل « لا تُقـاوِم السُّـنَّة الصحيحـة، ومَـن عَلِـمَ حُجَّـة علـىٰ مَـن لـم يعلَـم » [اللجنة الدائمة ١٠ / ٣٩٠]

Dinukilkan pendapat dari sebagian ulama tentang makruhnya berpuasa enam hari di bulan Syawal. Alasannya adalah khawatir diyakini oleh sebagian orang bahwa puasa enam hari ini merupakan bagian dari puasa Ramadan.

Maka sunnah yang shahih itu lebih utama dan lebih berhak untuk diikuti. Tidak boleh ditinggalkan hanya karena pendapat seseorang, siapapun dia. “Alasan seperti ini TIDAK BISA digunakan untuk menentang sunnah yang shahih. Siapa yang mengetahui, adalah hujjah bagi orang yang tidak mengetahui.” [Fatawa al-Lajnah ad-Daimah X/390]

 

Faidah ke-8

البـدء في قضـاء الفريضـة أسـرع في بـراءة الذِّمَّـة: فمَـن كان عليـه أيَّـامٌ أفطرَهَـا مـن رمضـان لعُـذر فلْيبـادِر إلـىٰ قضائهـا؛
إبـراءً لذِمَّتِـه منهـا؛ فهـي مقدَّمـةٌ علـىٰ فِعـل المسـتَحَبُّ مـن حيـث العمـوم.

Mengawali untuk meng-qadha puasa fardhu (Ramadan) sepatutnya lebih disegerakan sebagai bentuk Baroah Dzimmah (melepaskan tanggungan).
Karena itu, barang siapa yang memiliki utang puasa Ramadan karena ada uzur, maka hendaknya ia bersegera meng-qadhanya agar terlepas dari tanggungan (utang puasa). Meng-qadha puasa ini [yang hukumnya wajib, pent] hendaknya lebih didahulukan daripada amalan sunnah secara umum.

 

Faidah ke-9

مَـن أراد الثـواب الوارد في الحديث: فعليه أن يقضـيَ مـا عليـه مـن رمضـان أولًا، ثـم يُتْبِعـه بسِـتٍّ مـن شـوَّال؛ فظاهـرُ قولِـه ﷺ:
*« ثُـمَّ أَتْبَعَـهُ سِـتًّا مِـنْ شَـوَّالٍ »*،

يـدلُّ علـىٰ أنَّـه لا بُـدَّ مـن إتمـام صيـام رمضـان أولًا، ثـم يكـون بعـده صيـام السِّـتِّ؛ ”لأنَّـه لا يتحقَّـق لـه اتْبـاعُ صيـام رمضـان بسِـتٍّ من شـوَّال إلا إذا كان قـد أكمـلَ صيامَـه“. [اللجنة الدائمة ١٠ / ٣٩٢]

Barang siapa yang menginginkan ganjaran seperti yang termaktub di dalam hadis, maka hendaknya dia meng-qadha utang puasa Ramadannya terlebih dahulu, kemudian baru melanjutkan dengan berpuasa Syawal selama enam hari.
Karena secara zahir, sabda Nabi ﷺ menyebutkan: “…kemudian melanjutkan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal”.

Hal ini menunjukkan, bahwa harus menyempurnakan puasa Ramadan terlebih dahulu, baru kemudian berpuasa Syawal enam hari.
“Karena takkan bisa terealisasi untuk melanjutkan puasa Ramadan dengan puasa Syawal selama enam hari, melainkan apabila ia telah menyempurnakan puasa Ramadan-nya”. [Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah X/392]

 

Faidah ke-10

*لا يَصِـحُّ جمـعُ قضـاء رمضـان مـع السِّـتِّ مـن شـوَّال بنيَّـة واحـدة،* فمَـن أفطـرَ رمضـانَ لعُـذر فـلا يَصِـحُّ أن يجمـعَ بيـن صـومِ نافلـةِ السِّـتِّ وقضـاءِ الأيَّـام التـي عليه مـن رمضـان بنيَّـة واحـدة.

Tidak sah mengumpulkan niat puasa qadha dengan puasa enam hari di bulan Syawal dengan niat yang satu.
Karena itu, siapa yang tidak berpuasa Ramadan karena ada uzur, tidak sah menggabungkan niat puasa sunnah enam hari di bulan Syawal dengan puasa qadha Ramadan, menjadi niat yang satu.

 

Faidah ke-11

*يجـوز صيـامُ السِّـتِّ متتابعـة أو متفرِّقـة في شـهر شـوَّال،* حَسْـبَ مـا يتيسَّـر لـه، وإن أخَّرهـا فـلا بـأس، خصوصًـا لمـن ينـزلُ بـه ضيوفٌ أو يجتمـعُ بأقاربـه في العيـدِ وبعـدَه،
والأمـر في ذلـك واسـع.

Berpuasa Syawal enam hari boleh dikerjakan secara berurutan (menyambung) ataupun berpisah-pisah sesuai dengan apa yang mudah baginya.

Jika ia mengakhirkan puasa Syawal pun tidak mengapa, terutama bagi orang yang sedang menjamu para tamu, atau sedang berkumpul dengan karib kerabatnya di hari raya atau setelah hari raya.
Dalam hal ini perkaranya lapang.

 

Faidah ke-12

Boleh hukumnya menggabungkan niat puasa Ayyamul Bidh dan puasa Senin Kamis dengan puasa Syawal enam hari. Diharapkan hal ini mendapatkan pahala dari kesemuanya.
Dan ini merupakan pendapat yang dipilih oleh guru kami, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz Rahimahullahu, di mana beliau mengatakan: “Diharapkan kesemua hal ini memperoleh pahala. Dikarenakan dia memberlakukan dirinya untuk berpuasa Syawal sebagaimana ia memberlakukan dirinya berpuasa di hari bidh (pertengahan bulan). Sedangkan karunia Allah itu begitu luasnya.”
“Diberlakukan bagi orang yang berpuasa Syawal enam hari, bahwa dirinya juga berpuasa tiga hari di pertengahan bulan.” [Syaikh Ibnu ‘Utsaimin]

 

Faidah ke-13

Apabila puasa Syawal itu bertepatan dengan Sabtu, maka hendaknya ia tetap berpuasa. Karena puasanya di hari itu bukan lantaran karena Sabtu, namun dia berpuasa adalah karena dia berniat puasa enam hari Syawal.

Faidah ke-14

Barang siapa yang mempunyai utang puasa Ramadan namun ia hanya berkesempatan untuk meng-qadhanya di seluruh bulan Syawal seperti wanita yang mengalami nifas, maka ia boleh berpuasa Syawal enam hari di bulan Dzulhijjah.
Dia akan memperoleh balasan yang sama dengan orang yang berpuasa di bulan Syawal. Karena penundaannya ini memang disebabkan alasan yang darurat, sebagaimana disampaikan oleh guru kami, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu.
Dan ini pula yang difatwakan oleh guru beliau, Syaikh Ibnu Si’di rahimahullahu. [Al-Fatawa as-Si’diyah hal. 230 dan Majmu’ Fatawa Ibni ‘Utsaimin XX/19]

 

Faidah ke-15

Barang siapa yang mempunyai utang puasa Ramadan namun ia belum mengqadhanya ketika Syawal tanpa uzur, maka tidak disyariatkan baginya untuk berpuasa enam hari Syawal pada waktu Dzulhijjah.
Dia juga tidak memperoleh ganjaran pahalanya. Karena puasa Syawal ini adalah sunnah, yang akan terlewat waktunya jika ditinggalkan tanpa uzur.

 

Faidah ke-16

Di antara keyakinan tidak benar adalah keyakinan sebagian orang awam yang meyakini, bahwa barang siapa yang berpuasa enam hari di bulan Syawal di suatu tahun, maka dia harus berpuasa Syawal setiap tahun (berikutnya).

Padahal puasa Syawal ini hukumnya sunnah. Siapa yang mau puasa, silakan ia berpuasa, dan ia akan diganjar dengan pahala.
Tidak wajib bagi orang yang berpuasa Syawal baik sekali atau lebih dari sekali, harus melanjutkan puasa Syawalnya (di setiap tahun). Karena orang yang meninggalkannya tidaklah berdosa.

 

Faidah ke-17

Sebagian orang ada yang berkeyakinan, bahwa siapa yang memulai puasa Syawal, maka dia diharuskan untuk menyempurnakannya hingga selesai (yaitu selama enam hari). Tidak ada alasan baginya untuk memutusnya.
Hal ini tentu saja tidak benar! Karena di dalam hadis yang shahih disebutkan: “Orang yang berpuasa sunnah menjadi penentu atas dirinya sendiri. Jika ia ingin berpuasa maka ia boleh berpuasa, dan jika ia ingin berbuka maka ia boleh berbuka.” [HR Ahmad: 26893 dan Tirmidzi 732. Dishahihkan oleh alAlbani]

Orang yang berpuasa sunnah, ia boleh membatalkan puasanya baik ada uzur maupun tidak ada uzur. Tidak wajib baginya mengqadhanya -menurut pendapat yang shahih-.
Akan tetapi ia tidak akan memperoleh ganjaran pahala sebagaimana yang tersebut di dalam hadis, kecuali jika ia menyempurnakannya sebanyak enam hari.

Faidah ke-18

Di antara bidah yang tidak ada asalnya adalah, ada sebagian orang yang merayakan hari ke-8 Syawal setelah menyempurnakan puasa Syawal enam hari, dan mereka sebut sebagai, “Iedul Abror” [Hari rayanya orang-orang yang baik].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata: “Adapun hari ke-8 Syawal, maka bukanlah hari raya bagi orang-orang yang baik (abror) bukan pula bagi orang-orang yang jahat (fujjar). Tidak boleh bagi seorang pun meyakini hari ini sebagai perayaan dan tidak boleh pula membuat-buat syiar perayaan di dalamnya.” [al-Ikhtiyarot al‘Ilmiyyah]

Faidah ke-19

Di antara bidah ketika Syawal adalah merasa pesimis (tasya`um) jika menikah di bulan ini.
Orang-orang Arab terdahulu, mereka merasa pesimis dengan pernikahan di bulan ini. Mereka berkeyakinan, bahwa wanita di bulan ini berpantang untuk digauli suaminya sebagaimana unta betina yang telah dihamili menolak unta jantan dengan cara mengangkat ekornya.
Nabi ﷺ membatalkan anggapan sial mereka ini dengan menikahi Aisyah Radhiyallahu ‘anha pada waktu Syawal dan membina rumah tangga dengannya juga di bulan ini.

Faidah ke-20

Dianjurkan untuk menikah, menikahkan dan “berkumpul” pada waktu Syawal, dalam rangka meneladani Nabi ﷺ dan menolak pesimisme (anggapan buruk) orang-orang jahiliyah apabila menikah di bulan ini. Terlebih lagi apabila anggapan ini sudah menyebar luas. Ibunda kaum Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha senang mengawinkan budak-budak wanita beliau ketika Syawal. [HR Muslim 1423]

Faidah ke-21

Di antara bentuk khurofat yang diyakini sebagian orang awam adalah, barang siapa yang menikah di antara dua Ied (yaitu Iedul Fithri dan Iedul Adha), maka akan mati salah satu dari mereka atau akan bercerai.

Ini jelas merupakan khurofat yang tidak ada juntrungannya. Termasuk mengaku-ngaku memiliki ilmu ghaib, padahal tidak ada satu pun yang tahu melainkan hanya Allah saja.
Hal ini juga merupakan cela atas keimanan seseorang terhadap qadha dan qodar, Allah serta merupakan tathayyur (anggapan sial) yang terlarang.
Berkumpulnya Nabi ﷺ dengan Aisyah di bulan Syawal, merupakan bantahan dan penolakan nyata atas khurofat ini.

 

 

Sumber: alwasathiyah.com

 

Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

#nasihatsahabat #mutiarasunnah #motivasiIslami #petuahulama #hadist #hadits #nasihatulama #fatwaulama #akhlak #akhlaq #sunnah #aqidah #akidah #salafiyah #Muslimah #adabIslami #ManhajSalaf #Alhaq #dakwahsunnah #Islam #ittiba #ahlussunnah #tauhid #dakwahtauhid #Alquran #kajiansunnah #salafy #dakwahsalaf #21faidahseputarpuasaSyawal #faidahpuasaSyawal #faedahpuasaSyawal #puasaSyawal #puasaSyawwal #fadhilah #keutamaan #serbaserbipuasaSyawal