بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DakwahTauhid

BANTAHAN SYUBHAT BOLEHNYA UCAPKAN SELAMAT NATAL DENGAN DALIL QS MARYAM AYAT 33

Ada sekelompok orang yang menggunakan ayat berikut ini sebagai dalil bolehnya mengucapkan selamat Natal atau bahkan dalil bolehnya Natalan. Allah ta’ala berfirman:

وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33)

Yang berikut ini adalah beberapa poin SANGGAHANNYA:

  • Rasulullah ﷺ yang menerima ayat ini dari Allah TIDAK PERNAH memahami bahwa ayat ini membolehkan ucapkan selamat kepada hari raya orang Nasrani, atau bolehnya merayakan hari lahir Nabi Isa ‘alahissalam. Dan beliau ﷺ juga tidak pernah melakukannya.
  • Para sahabat Nabi ﷺ yang ada ketika Nabi ﷺ menerima ayat ini dari Allah pun tidak memahami demikian.
  • Ayat ini bukti penetapan ubudiyah Isa ‘alaihis salam kepada Allah. Karena beliau hidup sebagaimana MANUSIA BIASA, BISA MATI, dan akan DIBANGKITKAN pula di Hari Kiamat, sebagaimana makhluk yang lain. Dan beliau mengharap serta mendapat keselamatan semata-mata hanya dari Allah Ta’ala. Ini semua bukti bahwa beliau adalah HAMBA ALLAH, TIDAK BERHAK DISEMBAH. Sehingga ayat ini justru BERTENTANGAN dengan esensi ucapan selamat Natal dan ritual Natalan itu sendiri, yang merupakan ritual penghambaan dan penyembahan terhadap Isa ‘alaihissalam. Jadi TIDAK MUNGKIN ayat ini menjadi dalil bolehnya ucapan selamat Natal atau Natalan.
  • Para ulama menafsirkan السَّلامُ (As Salaam) di sini maknanya adalah ‘Keselamatan dari Allah‘, bukan ucapan selamat.
  • Baik, katakanlah kita tafsirkan ayat ini dengan akal-akalan cetek kita. Kita terima bahwa السَّلامُ (As Salaam) di sini maknanya ucapan selamat. Lalu kepada siapa ucapan selamatnya? السَّلامُ عَلَيَّ ‘As Salaam alayya (kepadaku)’, berarti ucapan selamat seharusnya kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, BUKAN kepada orang Nasrani.
  • Baik, andai kita pakai cara otak-atik-gathuk dan tidak peduli tafsiran ulama, kita terima bahwa السَّلامُ (As Salaam) di sini maknanya ucapan selamat. Lalu kapan diucapkannya? يَوْمَ وُلِدْتُ ‘hari ketika aku dilahirkan‘, yaitu di hari ketika Nabi Isa dilahirkan. Nah masalahnya, mana bukti otentik bahwa Nabi Isa lahir pada 25 Desember??
  • Katakanlah ada bukti otentik tentang tanggal lahir Nabi Isa, lalu masalah lain, ingin pakai penanggalan Masehi atau Hijriah? Pasti akan berbeda tanggalnya. Berdalil dengan ayat Alquran, tapi kok dalam kasus yang sama pakai sistem penanggalan Masehi? Ini namanya TIDAK konsisten dalam berdalil.
  • Pada kitab orang Nasrani sendiri TIDAK ADA bukti otentik dan dalil landasan perayaan hari lahir Isa ‘alaihissalam. Beliau tidak pernah memerintahkan umatnya untuk mengadakan ritual demikian. Mengapa sebagian kaum Muslimin malah membela, bahwa ritual Natalan itu ada dalilnya dari Alquran, dengan pendalilan yang terlalu memaksakan diri?

Pembahasan ini semata-mata dalam rangka nasihat kepada saudara sesama Muslim. Kita yakin, sebagai Muslim kita harus berakhlak mulia, bahkan kepada non-Muslim. Dan untuk berakhlak yang baik itu TIDAK HARUS dengan ikut-ikut mengucapkan selamat Natal, atau selamat pada hari raya mereka yang lain. Akhlak yang baik dengan berkata yang baik, lemah lembut, tidak menzalimi mereka, tidak mengganggu mereka, menunaikan hak-hak tetangga jika mereka jadi tetangga kita, bermuamalah dengan profesional dalam pekerjaan, dll. Karena harapan kita, mereka mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam. Dengan ikut mengucapkan selamat Natal, justru membuat mereka bangga dan nyaman akan agama mereka, karena kita pun jadi dianggap ridha dan fine-fine saja terhadap agama dan keyakinan kufur mereka.

Wabillahi at taufiq was sadaad.

 

https://abangdani.wordpress.com/2012/12/27/mengucapkan-selamat-Natal-diabadikan-dalam-al-quran/