بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

APA HUBUNGANNYA BERKURBAN DAN LARANGAN MEMOTONG KUKU DAN RAMBUT?

Hikmah Di Balik Larangan Memotong Kuku Dan Rambut Bagi Shohibul Qurban

 

Mungkin ada yang bertanya-tanya, apa hikmahnya bagi Shahibul Qurban yang hendak berkurban, dilarang memotong kuku dan rambutnya, dari awal Dzulhijjah, sampai dengan waktu menyembelih sembelihannya nanti ketika Idul Adha. Sebagaimana Nabi ﷺ bersabda:

مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ

“Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (Dzulhijjah), sedangkan di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah dia menyentuh (memotong) sediki tpun bagian dari rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)

Berikut penjelasan dari syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah:

“Jika ada orang yang bertanya, apa hikmah larangan memotong kuku dan rambut, maka kita jawab dengan dua alasan:

Pertama:

Tidak diragukan lagi, bahwa larangan dari Rasulullah ﷺ pasti mengandung hikmah. Demikian juga perintah terhadap sesuatu adalah hikmah. Hal ini cukuplah menjadi keyakinan setiap orang yang beriman, (yaitu yakin bahwa setiap perintah dan larangan pasti ada hikmahnya, baik yang diketahui, ataupun tidak diketahui, -pent). Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukumi (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. an-Nur: 51)

Kedua:

Agar manusia di berbagai penjuru dunia mencocoki orang yang berihram haji dan umrah, karena orang yang berihram untuk haji dan umrah juga tidak boleh memotong kuku dan rambut.

(Diringkas dari Fatwa Nurun Alad Darb, link: http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_6303.shtml)

Ada juga ulama yang berpendapat dengan pendapat yang lain misalnya:

Hikmahnya agar seluruh anggota tubuh orang yang berkurban tetap lengkap, sehingga bisa dibebaskan dari api Neraka.

Ada pendapat juga, hikmahnya adalah membiarkan rambut dan kuku tetap ada dan dipotong bersama sembelihan kurban, sehingga menjadi bagian kurban di sisi Allah

Wallahu a’lam. Yang terpenting adalah alasan pertama yang disampaikan, bahwa jika ada perintah dan larangan, hendaknya seorang yang beriman segera melaksanakannya, dan yakin pasti ada hikmah dan kebaikan di dalamnya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya:

الدين مبني على المصالح في جلبها و الدرء للقبائح

“Agama dibangun atas dasar  berbagai kemashlahatan.

Mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”

Kemudian beliau menjelaskan:

ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف

“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu, kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh” (Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf)

 

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/22788-hikmah-larangan-memotong-kuku-dan-rambut-bagi-shahibul-kurban.html