بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
TAYAMUM HARUSKAH DENGAN DEBU?
 
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Salawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.
 
Satu pembahasan yang urgen untuk diangkat adalah, apa yang mesti digunakan ketika tayamum. Apakah harus dengan debu? Silakan simak pada bahasan sederhana berikut.
 
Tayamum Harus dengan Sho’id
 
Perlu diketahui, para ulama sepakat, bahwa bolehnya tayamum adalah dengan menggunakan sho’id yang suci. Demikian dipersyaratkan oleh Jumhur (Mayoritas Ulama), sedangkan ulama Malikiyah memasukannya dalam wajib tayamum. Dalil harus menggunakan sho’id adalah firman Allah ﷻ:
 
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً
 
“Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan sho’id yang baik (suci).” [QS. Al Maidah: 6]. [Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 14: 260]
 
Apa itu Sho’id?
 
Jumhur Ulama memaknakan sho’id pada ayat di atas dengan debu. Namun ulama lainnya mengatakan: bahwa sho’id adalah setiap yang berada di permukaan bumi, termasuk debu, pasir, batu, kapur dan selainnya. Dalil ulama yang menyatakan demikian adalah hadis:
 
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
 
”Dianugerahkan untukku tanah sebagai masjid (tempat salat), dan untuk bersuci.” [HR. Bukhari no. 438]
 
Hadis ini menunjukkan, bahwa setiap yang berada di permukaan bumi bisa digunakan untuk bersuci. Yang termasuk sho’id adalah debu. Dan kita pun bisa menggunakan selain debu, asalkan masih menempel di atas permukaan bumi.
 
Pendapat yang menyatakan sho’id adalah setiap yang berada di permukaan bumi, itulah yang lebih kuat. [Lihat Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 146-147]
 
Ibnu Taimiyah menerangkan:
“Sho’id adalah sesuatu yang muncul pada permukaan bumi. Ini umum mencakup apa saja yang berada di permukaan. Hal ini berdasarkan dalil firman Allah ﷻ:
 
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
 
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula), apa yang di atasnya menjadi sho’id yang rata lagi tandus.” [QS. Al Kahfi: 8]
 
فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
 
“Hingga (kebun itu) menjadi sho’id yang licin” [QS. Al Kahfi: 40]
 
Ulama yang menyatakan bahwa tayamum tidak khusus dengan debu, berdalil pula dengan sabda Nabi ﷺ:
 
جُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
 
“Dijadikan untukku permukaan bumi sebagai tempat salat dan untuk bersuci. Maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu salat, maka salatlah.” Dalam riwayat lainj disebutkan,
 
فَعِنْدَهُ مَسْجِدُهُ وَطَهُورُهُ
 
“Tanah tersebut bisa jadi tempat salat dan untuk dia bersuci.”
 
Dalil di atas menunjukkan, bahwa seorang Muslim di mana pun ia berada, maka ia bisa memanfaatkan tanah yang ia temui sebagai tempat salat dan alat untuk bersuci.
 
Sudah dimaklumi, bahwa kebanyakan tanah yang ada tidak semuanya berupa debu. Jika kita tidak boleh tayamum dengan pasir (artinya: harus dengan debu saja), maka ini jelas menyelisihi kandungan hadis di atas. Dalil di atas jelas mendukung bolehnya tayamum dengan pasir saja, atau dengan pasir ditambah batu kapur.” [Majmu’ Al Fatawa, 21: 365-366]
 
Ibnul Qayyim berkata:
“Nabi ﷺ biasa bertayamum dengan tanah tempat beliau salat, baik itu debu, tanah berair (lembab), atau pasir.” ([Mukhtashor Zaadil Ma’ad, 12]
 
Al Amir Ash Shon’ani berkata:
“Ash sho’id menurut kebanyakan para ulama adalah turob (debu). Sedangkan sebagian pakar bahasa menyatakan: bahwa sho’id adalah setiap permukaan bumi, baik debu atau yang lainnya. Seandainya di suatu tempat hanya terdapat bebatuan dan tidak ada debu, maka itu masih disebut sho’id.” [Subulus Salaam, 1: 459]
 
Sayyid Sabiq berkata:
“Para pakar bahasa sepakat, bahwa sho’id adalah seluruh yang berada di atas permukaan bumi, baik debu atau lainnya.” [Fiqh Sunnah, 1: 60]
 
Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan pun menguatkan pendapat, bahwa seluruh yang berada di atas permukaan bumi adalah sho’id. Beliau hafizhohullah berkata:
“Sahabat Nabi ﷺ sendiri jika mendapati waktu salat, mereka berwudhu dengan sesuatu yang ada di permukaan bumi, seperti debu dan lainnya. Dan tidak menjadi keharusan mereka harus membaca debu.” [Al Mulakhosul Fiqhiy, 1: 72]
 
Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin berkata:
“Boleh saja seseorang tayamum pada dinding semen dan batu ubin, walaupun tidak terdapat debu, karena keduanya tersusun dari batu, debu, dan selainnya yang berasal dari permukaan bumi. Namun tidak boleh tayamum pada dinding yang bercat, atau tayamum pada kasur, karena keduanya bukan sesuatu yang asalnya berada di permukaan bumi. Akan tetapi jika pada dinding yang bercat atau pada kasur tersebut terdapat debu, maka boleh bertayamum di tempat tersebut.” [Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 148]
 
Sedangkan jika ada dalil yang menyatakan tayamum dengan debu, maka itu hanyalah penyebutan sebagian cara. Namun dalil tersebut tidaklah membatalkan dalil yang membolehkan tayamum dengan sho’id secara umum. Wallahu ta’ala a’lam.
 
Walhamdulillah, salawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
 
 
Penulis: Al-Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc hafizhahullah
www.rumaysho.com
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
TAYAMUM HARUSKAH DENGAN DEBU?
TAYAMUM HARUSKAH DENGAN DEBU?