بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

TATA CARA MANDI HAID/NIFAS
 
Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan bahwa Asma’ radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi ﷺ tentang cara mandi haid. Maka Nabi ﷺ memberikan arahan sebagai berikut:
 
تأخذُإحداكُن ماءَها وسدرتَها فَتَطَّهرُ فتُحسنُ الطُّهورَ , ثم تصبُ على رأسِها فتَدْلُكُهُ دلكًا شديدًا حتي تبلُغَ شُؤونَ رأسِها , ثم تصبُّ عليها الماءَ , ثم تأخذُ فِرْصَةً مُمَسَّكةً فتطهَّرُ بها فقالت أسماءُ: وكيف تطهَّرُ بها ؟ فقال”سبحان الله ! تطَّهرين بها” فقالت عائشةُ: (كأنها تخفي ذلك) تتبَّعين أثرَ الدمِ
 
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrah (bidara)nya. Kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya. Kemudian dia menuangkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat, sehingga air sampai pada kulit kepalanya. Kemudian dia mengguyurkan air ke seluruh badannya. Lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi (atau penyuci lainnya di zaman kita ini -pent), kemudian dia bersuci dengannya”.
 
Maka Asma berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?”
 
Beliau ﷺ bersabda: “Maha Suci Allah, bersucilah dengannya.”
 
Lalu Aisyah berkata, seakan-akan dia menutupi hal tersebut, “Kamu sapu (usap) bekas-bekas darah haid yang ada (pada farjimu/kemaluanmu dengan kapas tadi).” [HSR. Bukhari no.314, Muslim no.332].
 
Catatan
Zaman ini daun bidara bisa diganti dengan sabun atau pewangi lainnya.
 
Ringkasan Cara Mandi Haid/Nifas dengan Menggabungkan Hadis di Atas dan Hadis Lainnya Serta Keterangan Para Ulama
 
1. Siapkan daun bidara atau pembersih lainnya.
 
2. Niat mandi junub/haid/nifas untuk menghilangkan hadas besar melalui mandi ini (cukup niatkan dalam hati dan tak ada redaksi tertentu. Apalagi melafalkan niat secara lisan. Itu adalah bidah).
3. Awali dengan membaca Bismillah (tanpa tambahan Ar Rahmaan Ar Rahiim)
 
4. Basuh kedua telapak tangan tiga kali. Setelah itu beristinja dan membersihkan segala kotoran yang terdapat pada farji (kemaluan). Cucilah farji (kemaluan) dengan daun bidara atau pembersih/pewangi lainnya dengan tangan kiri.
 
5. Wudhu seperti wudhu akan salat.
 
Catatan Penting:
 
Berwudhu mandi besar, baik mandi junub, haid, maupun nifas hukumnya sunnah, dan tidak wajib. Empat Madzhab bersepakat mengenai ini.
 
Ini adalah pendapat ulama dari kalangan Madzhab Hanafi (Al Bahrur Roo’iq I:52), Maliki (Hasyiah ad Dasuqi I:136), Syafi’i (Al Majmu’ II:180), dan Hambali (Al Inshaf I:252). Ibnu Bathal rahimahullah bahkan mengklaim ini sebagai Ijmak. [Syarah Shahih Bukhari I:368-369]
 
Namun jika seseorang saat mandi besar tidak mengawalinya dengan wudhu, tetap wajib baginya untuk madhmadhah (memasukkan air ke mulut/berkumur-kumur seperti saat wudhu minimal satu kali), dan istinsyaq (menghirup air ke hidung seperti saat wudhu minimal satu kali).
 
Ini pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran. Dan pendapat ini pilihan dari Madzhab Hanafi (Tabyiinul Haqoo’iq I:13), Madzhab Hambali (Al Furu’ I:174). Pendapat ini juga didukung oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah (Syarah ‘Umadatul Fiqh I:177-178), Syaikh bin Baz rahimahullah (Fatwa Nuur ‘Ala Darb V:288-289), dan Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah I:229).
 
Jadi bagi yang mandi besar, baik mandi junub, haid, maupun nifasnya TIDAK mengawalinya dengan wudhu, maka JANGAN LUPA, ia harus tetap disela-sela mandi besar itu berkumur-kumur minimal satu kali, dan menghirup air ke hidung minimal satu kali, persis seperti ketika berwudhu. Perhatikanlah hal ini.
 
6. Guyur kepala dan gosoklah rambut sampai ke pangkal rambut dengan gosokan yang kuat. Pastikan air membasahi kulit kepala.
 
7. Bagi wanita yang rambutnya tersanggul (terikat atau terkepang -pent) karena panjang, maka tidak harus diuraikan dulu ikatan/kepangan rambutnya. Yang penting siram/tuangkan air ke atas gulungan/kepangan rambutnya tadi tiga kali, dan pastikan air membasahi kulit kepalanya.
 
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha:
 
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي، فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ
 
“Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, saya adalah wanita yang biasa mengepang rambut dengan ikatan yang kuat. Apakah perlu kepangan itu saya lepas saat mandi junub?'”
 
Maka Rasulullah ﷺ menjawab:
 
لَا، إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ، ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ، فَتَطْهُرِينَ
 
“TIDAK PERLU. Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk:
1) Menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali tuangan, kemudian
2) Guyurkan air ke seluruh tubuhmu. Maka engkau pun telah bersuci.” [HR. Muslim (330)]
 
Imam Tirmidzi rahimahullah menandaskan setelah membawakan hadis Ummu Salamah radhiallahu ‘anha di atas: “Yang diamalkan oleh para ulama ialah, apabila seorang wanita mandi janabah/junub tanpa melepaskan ikatan rambutnya, maka hal itu mencukupinya, setelah dia menuangkan air ke atas kepalanya.“ [Jami’ At-Tirmidzi I:71]
 
Syaikh bin Baz rahimahullah juga mengatakan terkait mandi junub ini:
“Kalau wanita tersebut menyiram kepalanya tiga kali siraman, hal itu cukup. Tidak perlu menguraikan gelungan/kepangan rambutnya tersebut berdasarkan hadis Sahih ini.” [Majmu Fatwa Syaikh Ibnu Baz X:182]
 
8. Sementara untuk mandi haid/nifas, ulama menekankan, bahkan ada yang berpendapat wajib, diuraikannya rambut jika ia seorang wanita berambut panjang yang biasa menggelung rambutnya, berdasarkan hadis dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tentang cara mandi haid, seperti yang telah dikutip di awal pembahasan, di mana di situ disebutkan perkataan Nabi ﷺ:
 
ثم تصبُ على رأسِها فتَدْلُكُهُ دلكًا شديدًا حتي تبلُغَ شُؤونَ رأسِها
 
“Kemudian dia menuangkan air ke atas kepalanya, lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat, sehingga air sampai pada kulit kepalanya.” [HSR. Bukhari no.314, Muslim no.332]
 
Syaikh Al Albani rahimahullah dengan berdasarkan hadis-hadis ini mewajibkan wanita yang menggelung/mengepang rambutnya agar menguraikannya saat mandi haid/nifas. Tapi saat mandi dari junub, maka tak wajib menguraikan rambutnya tersebut.” [Lihat Tamamul Minnah hal. 125]
 
Sementara Syaikh Mushthafa Al ‘Adawi hafidzhahullah berkata:
“Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haid, baik dengan mengurai jalinan rambutnya atau tidak.
 
Jika air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut tersebut, maka dia (wanita tersebut) menguraikannya. Bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib, tetapi memastikan agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” [Jami’ Ahkaam An Nisa’ I: 121-122]
 
9. Guyurlah sekujur tubuh. Disunnahkan membasuh sisi tubuh sebelah kanan terlebih dahulu, baru setelah itu sisi tubuh sebelah kiri.
 
10. Ambil kapas atau secarik kain yang sudah diberi wewangian minyak kasturi atau semisalnya, lalu kembali sucikan lagi farjinya (kemaluannya), dan pastikan sisa darah sudah bersih semua.
 
Seseorang yang ingin mengerjakan salat setelah melaksanakan mandi junub/haid secara syari sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah ﷺ, maka ia tidak wajib berwudhu lagi. Alasannya, apabila seseorang sudah bersuci dari hadas besar, maka otomatis dia juga sudah bersuci dari hadas kecil yang mengenainya. Wallahu a’lam.
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 
 
TATA CARA MANDI HAID/NIFAS