بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
BENARKAH SALAT AWWABIN ENAM RAKAAT SETELAH MAGHRIB DISETARAKAN DENGAN PAHALA IBADAH 12 TAHUN?
 
Pertanyaan:
Saya mau bertanya tentang Salat Awwabin yang dilakukan setelah Salat Maghrib dan sebelum masuk waktu Salat Isya, apakah ada dalilnya?
 
Lalu apakah hadis tentang Salat Awwabin berikut ini Sahih atau tidak? Artinya:
“Barang siapa melakukan salat sunnah enam rakaat setelah Salat Maghrib, dan di antara salat-salat itu tidak berkata dengan kata-kata yang buruk, maka salatnya sebanding dengan ibadah dua belas tahun.”
 
Jawaban:
 
Bismillah was salatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
 
Sebelumnya perlu dijelaskan, bahwa Awwabun berasal dari bahasa Arab Awab yang artinya adalah rujuk. Jadi makna awwab adalah rajja’ atau munib, yaitu orang yang sering bertobat (dari dosa dan kesalahan).
 
Salat Awwabin adalah salat orang-orang yang taat kepada Allah ﷻ. Salat sunnah Awwabin sebenarnya adalah Salat Dhuha yang dilakukan setelah matahari terbit dan agak meninggi, hingga menjelang waktu Salat Zuhur, sebagaimana disampaikan Rasulullah ﷺ. Di antaranya adalah hadis Zaid bin Arqam radhiyallahu anhu, ia berkata:
 
خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَهْلِ قُبَاءَ وَهُمْ يُصَلُّونَ، فَقَالَ: صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ إِذَا رَمِضَتِ الْفِصَالُ
 
Rasulullah ﷺ keluar menuju orang-orang di masjid Quba, di mana mereka sedang melaksanakan salat. Maka beliau ﷺ bersabda:
“Salat Awwabin dilakukan saat anak-anak unta telah kepanasan” [HR. Muslim no. 748]
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata:
 
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَسْتُ بِتَارِكِهِنَّ، أَنْ لَا أَنَامُ إِلَّا عَلَى وِتْرٍ، وَأَنْ لَا أَدَعَ رَكْعَتَيِ الضُّحَى فَإِنَّهَا صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ، وَصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ.
 
Kekasihku telah mewasiatiku dengan tiga hal untuk tidak aku tinggalkan yaitu:
1) Melakukan Witir sebelum tidur,
2) Tidak meninggalkan dua rakaat Salat Dhuha, karena sesungguhnya ia adalah Salat Awwabin (salatnya orang-orang yang taat kepada Allah), dan
3) Puasa tiga hari setiap bulan.” [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 1223]
 
Demikian juga Nabi ﷺ bersabda:
 
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ
Tidak ada yang bisa menjaga Salat Dhuha kecuali orang Awwab (sering bertobat). Dan dia (Dhuha) adalah Salat Awwabin (salatnya orang yang senang bertobat).” [Silsilah as-Shahihah, no. 703].
 
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, sabda Nabi ﷺ (yang artinya-red): “Salat Awwabin dilakukan saat anak unta kepanasan,” yaitu dengan memfathahkan huruf ta’ dan mim. Dikatakan ramidha – yarmadhu, maka hal ini seperti kata ‘alima – ya’lamu. Makna ar-Ramdha’ yaitu kerikil yang menjadi sangat panas karena terik matahari, di mana saat kuku-kuku al-fishal (yaitu anak-anak unta yang masih kecil – bentuk jamaknya adalah fashilun) terbakar karena panasnya kerikil. Dan al-awwab adalah orang yang taat (al-muthi’). Dan dikatakan orang yang kembali kepada ketaatan.
 
Di dalam hadis ini terdapat keutamaan salat pada waktu tersebut. Para sahabat kami berkata:
“Ia merupakan waktu Salat Dhuha yang paling utama, sekalipun Salat Dhuha boleh dilakukan sejak matahari terbit dan agak meninggi, hingga waktu Zawal (tergelincirnya matahari di tengah hari).” [lihat Syarah Sahih Muslim lin-Nawawi hal. 614; Maktabah Ash-Shaid].
 
Namun ada anggapan dari sebagian orang yang menamakan salat sunah yang dilaksanakan antara waktu Salat Maghrib dan Isya dengan istilah Salat Awwabin, sebagaimana yang ditanyakan.
 
Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan:
“Dalam hadis ini terdapat BANTAHAN bagi orang yang menamakan salat enam rakaat setelah Salat Maghrib dengan Salat Awwabin, karena penamaan ini TIDAK ADA ASALNYA.” [Shahih Targhib wa Tarhib, 1/423]
 
Perlu juga untuk dicatat, bahwa hadis yang menyatakan hal ini adalah hadis yang lemah. Seperti hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ سِتَّ رَكَعَاتٍ لَمْ يَتَكَلَّمْ فِيمَا بَيْنَهُنَّ بِسُوءٍ عُدِلْنَ لَهُ بِعِبَادَةِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً
 
“Barang siapa yang salat enam rakaat setelah Maghrib, tidak berbicara dengan kejelekan sedikit pun hingga selesai, maka dengan itu ia telah dihitung beribadah selama dua belas tahun.”
 
Dan hadis ini adalah hadis yang Dhaif. Bahkan ketika meriwayatkan hadis ini Imam At-Tirmidzi memberikan catatan, bahwa hadis ini Asing. Dan perawi yang bernama Umar bin Abu Khotsmah diberi label oleh Imam Al-Bukhari dengan mengatakan: “Munkar Al-Hadis.” Dan kata Imam At-Tirmidzi, beliau sangat melemahkan rawi ini.
 
Imam At-Tirmidzi juga membawakan riwayat hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha tanpa sanad periwayatan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa salat dua puluh rakaat setelah Maghrib, Allah akan bangunkan baginya rumah di Surga.” [HR. At-Tirmidzi no. 435]
 
Ada lagi hadis lain yang mirip dengan ini yaitu:
 
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ صَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ بَعْدَ الْمَغْرِبِ قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ غُفِرَ لَهُ بِهَا خَمْسِيْنَ سَنَةً.
 
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau radhiyallahu anhuma berkata, “Aku pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: ‘Barang siapa salat enam rakaat setelah Salat Maghrib sebelum berkata-kata, maka Allah ampuni dosanya lima puluh tahun.” [HR Muhammad bin Nashr al-Maruzi dalam Mukhtashar Qiyam al-Lail hlm 131].
 
Hadis ini disampaikan ibnu Abi Hatim rahimahullah dalam al-Ilal 1/78 dan berkata, Abu Zur’ah rahimahullah berkata: BUANGLAH hadis ini, karena mirip Hadis Palsu. Abu Zur’ah rahimahullah juga berkata: Muhammad bin Ghazwan ad-Dimasyqi mungkar hadis.
 
Jadi perlu diingat, bahwa ini TIDAK menunjukkan benarnya salat yang dilakukan sebagian kaum Muslimin dengan membatasi enam rakaat, dengan pahala besar yang disetarakan dengan pahala ibadah 12 tahun, sebab hadisnya LEMAH SEKALI.
 
Kesimpulan:
 
Mengerjakan salat enam rakaat bakda Maghrib dan diyakini memiliki keistimewaan, maka ini sungguh TIDAK berdalil. Salat sunnah enam rakaat bakda Maghrib TIDAK memiliki keistimewaan tersendiri, dan TIDAK ada satu pun hadis Sahih yang bisa dijadikan dalil dalam amalan yang satu ini.
 
Akan tetapi barang siapa yang mengerjakan salat sunnah bakda Maghrib sebanyak enam, delapan, atau sepuluh rakaat dalam rangka ingin memerbanyak kebaikan dan ibadah, maka seperti itu tidaklah mengapa. Namun ingat, dalam hal ini TIDAK dibatasi dengan jumlah rakaat tertentu. Dan perlu diketahui, bahwa Salat Rawatib (yang mengiringi salat wajib) yang biasa dilakukan oleh Nabi ﷺ bakda Maghrib hanyalah dua rakaat saja.
 
Boleh menambah salat sunnah setelah Salat Maghrib enam, delapan, atau sepuluh rakaat (dikerjakan dua rakaat salam, dua rakaat salam), asalkan TIDAK menjadikan pengkhususan dengan jumlah rakaat tertentu, atau meyakini ada keistimewaan dari yang lainnya. Wallahu a’lam.
 
 
Sumber:
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
BENARKAH SALAT AWWABIN ENAM RAKAAT SETELAH MAGHRIB DISETARAKAN DENGAN PAHALA IBADAH 12 TAHUN?