بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MENGAPA SEPULUH HARI PERTAMA DZULHIJJAH SANGAT ISTIMEWA?

Dzulhijjah merupakan salah satu Arba’atun Hurum. Maksud Arba’atun Hurum adalah empat bulan yang memiliki kehormatan. Keberadaan empat bulan tersebut disebutkan Allah ta’ala dalam firman-Nya (artinya):

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Kesemuanya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) tersebut terdapat empat bulan yang memiliki kehormatan …”[At Taubah:36].

Kemudian Rasulullah ﷺ menegaskan dalam salah satu sabdanya (artinya):

“… Satu tahun ada 12 bulan. Di antara 12 bulan tersebut terdapat empat bulan yang memiliki kehormatan. Tiga di antaranya tiba berturut-turut, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan yang satu adalah Rajab, yang merupakan bulan pilihan orang dari Mudhar dan terletak antara Jumaada (Jumaadats Tsaniyah/ Jumaadal Akhirah) dan Sya’ban …” [H.R Al Bukhari dan Muslim].

Apabila sesuatu itu mendapatkan kehormatan dari Allah Yang Maha Mulia, maka kita -sebagai hamba-Nya- juga turut memberikan penghormatan kepadanya. Barang siapa mengagungkan atau menghormati sesuatu yang diagungkan Allah, maka dia akan memeroleh pahala dari sisi Allah Ta’ala. Allah berfirman (artinya): “Demikianlah (perintah Allah). Barang siapa mengagungkan sesuatu yang diagungkan Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” [Al Hajj: 30].

Atas dasar itu, kita memuliakan bulan Dzulhijjah karena Allah telah memuliakannya dan itu adalah tanda kecintaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dzulijjah tetap memiliki kemuliaan, sekalipun tidak sedikit di antara kaum Muslimin yang belum mengerti atau peduli dengan hal itu.

Keistimewaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah

Di antara hari-hari dalam bulan Dzulhijjah, sepuluh hari pertama padanya memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah ﷺ bersabda (artinya):

“Tidaklah ada hari-hari lain, yang amal saleh padanya itu lebih dicintai Allah, daripada (amal saleh) di sepuluh hari (pertama Dzulhijjah) ini.” Lalu mereka (para shahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, sekalipun amal saleh (di hari-hari lain) tadi adalah perang di jalan Allah?” Maka beliau ﷺ menjawab,” Sekalipun amal saleh tersebut adalah perang di jalan Allah. Kecuali seseorang yang keluar berperang dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali sedikit pun dari jiwa dan harta tersebut.” [Al Irwa’ 953. Lihat Al Bukhari].

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Dan yang tampak bahwa sebab keistimewaan sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah karena BERKUMPULNYA INDUK IBADAH padanya, seperti shalat, puasa, sedekah dan haji. Sedangkan keistimewaan tersebut tidak terdapat pada hari-hari lain.” [Fathul Bari]

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah – ketika menerangkan hadis tersebut yang terdapat dalam Al-Bukhari- berkata: “Hadis ini sifatnya umum, bahwa seluruh amal saleh di sepuluh hari tadi dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla dan lebih utama daripada amal saleh di hari-hari lain. Hadis ini mencakup segenap amal saleh seperti shalat, sedekah, membaca Alquran, zikir, puasa dan sebagainya …” [Syarhul Bukhari].

Bahkan, beliau – dalam sebuah pernyataan- membandingkan bahwa amal saleh di sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah itu lebih dicintai Allah daripada amalan saleh di sepuluh hari akhir Ramadan. Bersamaan dengan itu, manusia telah lalai tentang hal tersebut. [Lihat asy-Syarhul Mumti’].

Adapun Syaikhul Islam rahimahullah merinci perbandingan tersebut. Rinciannya: Bahwa sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama daripada sepuluh hari akhir Ramadan. Sedangkan sepuluh malam akhir Ramadan itu lebih utama daripada sepuluh malam pertama Dzulhijjah. [Lihat catatan kaki Al I’laam]. Wallahu a’lam

Hanya saja terkait puasa di hari kesepuluh Dzulhijjah, yang memang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha dan puasa di hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah), maka kedua puasa tersebut merupakan perkara yang DILARANG,  bila dikerjakan pada saat itu.

 

Sumber:

https://assunnahmadiun.wordpress.com/2011/10/26/10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah/