بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
KESYIRIKAN-KESYIRIKAN YANG TERJADI DI BULAN SURO (MUHARAM)
 
Muharam telah tiba, bulan tahun baru dalam kalender Hijriyah. Orang Jawa menamakan bulan ini dengan istilah Suro. Mungkin nama ini diambil dari kata Asyura, yaitu tanggal 10 Muharam. Latar belakang diistimewakan hari Asyura, karena pada hari tersebut dianjurkan bagi kaum Muslimin untuk melakukan puasa sunah.
 
Hal menarik yang layak untuk dibahas di sini adalah keyakinan sebagian orang Jawa yang menganggap bulan ini sebagai bulan sial. Setiap orang yang punya agenda acara, mau tidak mau harus ditunda bulan depan atau dibatalkan. ‘Dhuwe gawe neng ulan Syuro alamat ciloko…Berani jangkar …. Melanggar, …ku-wa-lat!’ Demikian anggapan mereka. Anehnya, keyakinan yang tidak bisa diterima akal yang fitrah ini tidak hanya hinggap di masyarakat pedalaman, tetapi juga merasuk kepada sebagian kalangan yang berpendidikan dan mengenal teknologi, seperti kalangan akademisi (mahasiswa dan dosen), dan orang-orang terpelajar lainnya.
 
Andaikan tidak ada hubungannya dengan Surga dan Neraka, bisa dikatakan ini adalah satu adat yang biasa dan tidak perlu dibahas. Namun dalam kacamata agama Islam, keyakinan dan anggapan sial di atas termasuk salah satu bentuk PERBUATAN SYIRIK. Satu dosa yang sangat besar, lebih besar dibandingkan dosa-dosa besar lainnya. Dan kesyrikan tidak akan diampuni oleh Allah jika dibawa mati oleh pelakunya, dan ia belum bertobat kepada Allah. Mengerikan bukan?! Lebih mengerikan lagi jika banyak orang yang melakukannnya, namun tidak memahami hukumnya. Bisa dibayangkan, pelakunya akan merasa dirinya tidak berbuat dosa, padahal dia tengah melakukan perbuatan kekafiran. Pada hakikatnya dia sedang melakukan kesyirikan, sementara dia tidak tahu kalau yang ia lakukan adalah kesyirikan. Bagaimana ia akan bertobat kepada Allah, apabila ia merasa tidak melakukan kesalahan? Akhirnya dia mati membawa dosa syirik. Satu dosa yang tidak diampuni oleh Allah. Wal ‘iyadzu billaah
 
Dalam ilmu akidah, keyakinan sial seperti di atas dinamakan Thiyarah. Thiyarah adalah anggapan akan mendapatkan kesialan karena mendengar atau melihat sesuatu yang tidak disukai, padahal tidak ada bukti ilmiahnya. Misalnya anggapan bulan Suro bulan malapetaka.
 
Thiyarah adalah Akidah Orang Kafir Jahiliyah
 
Sebelum Islam datang, orang musyrikin Arab memiliki keyakinan yang semodel dengan keyakinan orang Jawa. Di antaranya masyarakat Jahiliyah menganggap Safar (bulan setelah Muharam dalam kalender Hijriyah) sebagai bulan sial. Mereka takut dan tidak mau mengadakan kegiatan apa pun pada bulan Safar. Mereka juga berkeyakinan sial dengan burung hantu, karena mereka menganggap burung hantu adalah lambang kematian. Jika hinggap di atas rumah kemudian mematuk rumah tersebut, pertanda sebentar lagi akan ada anggota keluarga rumah tersebut yang akan meninggal.
 
Ketika Islam datang, Nabi ﷺ menghapus keyakinan ini. Beliau ﷺ bersabda:
 
لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر
 
“Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya. Tidak ada keyakinan sial karena sebab tertentu. Tidak ada keyakinan tentang burung hantu, dan tidak ada kesialan bulan Safar.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
 
Namun uniknya keyakinan ini dihidupkan lagi oleh sebagian kaum Muslimin Indonesia. Hanya saja bulannya berganti. Jika masyarakat Jahiliyah meyakini Safar sebagai bulan sial, maka orang Jawa meyakini Suro (Muharam) sebagai bulan sial.
 
Hukum Thiyarah
 
Nabi ﷺ bersabda:
 
الطيرة شرك، الطيرة شرك…
 
“Thiyarah adalah syirik, Thiyarah adalah syirik… (beliau ulangi tiga kali)” [HR. Abu Daud dan Turmudzi]
 
Dalam hadis ini Nabi ﷺ menegaskan status perbuatan Thiyarah, dan beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Ini menunjukkan betapa pentingnya hal ini untuk diingatkan. Thiyarah dikatakan bentuk kesyirikan dan mengurangi tauhid seseorang, karena dalam Thiyarah terdapat dua hal:
 
a) Memutus tawakal kepada Allah dan bertawakal kepada selain Allah.
 
b) Bergantung pada sesuatu yang tidak ada hakikatnya.
 
Ulama menjelaskan, bahwa hukum Thiyarah sebagai perbuatan kesyirikan dirinci menjadi dua:
 
a. Syirik Kecil (tidak menyebabkan keluar dari Islam), jika kejadian aneh, bulan Suro, burung hantu atau yang lainnya hanya dianggap sebagai SEBAB kesialan, meskipun dia meyakini, bahwa pencipta kesialan itu sendiri adalah Allah. Perbuatan ini digolongkan kesyirikan, karena pelakunya bersandar pada sesuatu yang dia yakini sebagai sebab munculnya kesialan, padahal itu bukan sebab.
 
b. Syirik Besar (pelakunya diancam dengan kekafiran), jika diyakini bahwa Suro yang mengatur terjadinya kesialan, bukan Allah. Keyakinan ini sama dengan menganggap ada makhluk yang bisa mengatur alam dengan mendatangkan bencana atau sial. [Qoulul Mufid Syarh Kitab Tauhid, 1:575]
 
Pengaruh Thiyarah
 
Setiap orang yang terjangkit penyakit Thiyarah akan terjebak dalam dua keadaan yang dua-duanya tercela:
 
Pertama: Membatalkan agenda yang telah direncanakan, karena takut akan tertimpa kesialan. Perbuatan ini sangat tercela, karena persis sebagaimana yang dilakukan orang musyrik Jahiliyah. Pelaku perbuatan ini telah terjerumus dalam kesyirikan yang statusnya sebagaimana rincian tentang syirik di atas. Nabi ﷺ bersabda:
 
من ردته الطِيَرة من حاجة فقد أشرك
 
“Barang siapa yang membatalkan agendanya karena Thiyarah, maka dia telah berbuat syirik.”
Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Nabi ﷺ menjawab: “Ucapkan:
 
« اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ »
 
Allaahumma laa khoiro illa khoiruka wa laa thiyaro illa thiyaruka wa laa ilaaha ghoiruka
 
Artinya:
“Yaa Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu. Tiada kesialan kecuali sial karena takdir-Mu. Dan tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” [HR. Imam Ahmad, no.7242, hadis Hasan]
 
Kedua: Tetap melakukan agenda kegiatan yang telah dijadwalkan, namun disertai dengan perasaan was-was dan khawatir, jangan-jangan nanti sial. Kualitas (nilai) keburukannya lebih rendah dari yang pertama, namun keadaan ini bukti rendahnya kualitas tawakal dan tauhid pelakunya.
 
Terapi untuk Mengobati Thiyarah
 
Penyakit akidah yang sudah mendarah daging akan sangat sulit untuk bisa disembuhkan dan dihilangkan dalam sekejap. Sangat jarang ada orang yang bisa selamat dari penyakit Thiyarah ini. Bahkan para sahabat sendiri, manusia paling baik di umat ini, masih terjangkit penyakit ini. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
 
الطيرة شرك، الطيرة شرك…
 
“Thiyarah adalah syirik, Thiyarah adalah syirik..(tiga kali). kemudian Ibn Mas’ud radhiallahu’anhu mengatakan: “Tidak ada seorang pun di antara kita, kecuali (terjangkit dalam hatinya penyakit Thiyarah ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakal kepada-Nya.” [HR. Abu Daud dan Tirmidzi]
 
Maksud perkataan Ibn Mas’ud adalah munculnya perasaan was-was yang dialami para sahabat. [‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, 10:288]
 
Namun kata “sulit” bukanlah alasan untuk tidak mengobati penyakit membahayakan ini. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk menerapi diri dari penyakit Thiyarah:
 
a) Memerdalam ilmu tauhid dan akidah. Karena dengan modal ilmu, seseorang bisa berjalan sesuai jalur yang syariat tentukan.
 
b) Memahami dan meyakini, bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mutlak berada di bawah kehendak dan kekuasaan Allah ﷻ. Tidak ada satu pun makhluk yang bisa ikut campur.
 
c) Bertawakal dan pasrah sepenuhnya kepada Allah ﷻ, sebagaimana yang dilakukan para sahabat.
 
d) Sering-sering memohon perlindungan kepada Allah dari bisikan dan gangguan setan, terutama ketika muncul perasan khawatir dan was-was. Kemudian lindungi diri kita dari godaan setan dengan membasahi mulut ini dengan zikir-zikir yang sesuai syariat.
 
e) Jangan menggagalkan satu rencana yang sudah diagendakan, disebabkan munculnya perasaan was-was. Karena hal ini berarti menjerumuskan kita kepada kesyirikan.
 
f) Tetap optimis untuk meraih keberkahan dari kegiatan yang kita lakukan selama tidak melanggar syariat.
 
g) Jangan pedulikan komentar orang yang justru akan memperparah penyakit Thiyarah. Bergaullah dengan orang-orang yang bisa membantu kita untuk memerbaiki tauhid dan memertebal tawakal.
 
h) Lupakan segala bentuk kegagalan dunia, dan pasrahkan hasil usaha kita kepada Sang Pengatur alam semesta.
 
Wallaahu waliyut taufiq.
Semoga bermanfaat.
 
 
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
KESYIRIKAN-KESYIRIKAN YANG TERJADI DI BULAN SURO (MUHARAM)
KESYIRIKAN-KESYIRIKAN YANG TERJADI DI BULAN SURO (MUHARAM)
KESYIRIKAN-KESYIRIKAN YANG TERJADI DI BULAN SURO (MUHARAM)