بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
KEKELIRUAN YANG SERING TERJADI DI BULAN ZULHIJAH
 
Zulhijah adalah salah satu bulan di antara empat bulan yang dimuliakan. Allah ﷻ berfirman:
 
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
 
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus.” [QS. At-Taubah: 36]
 
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Muharam, Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijah.” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/146]
 
Zulhijah adalah bulan penuh ibadah, terutama pada sepuluh hari yang pertama. Oleh karena itu, pada kami merasa perlu mengingatkan para pembaca sekalian terhadap kesalahankesalahan yang mungkin dan sering terjadi di bulan Zulhijah umumnya, dan pada sepuluh hari pertama Zulhijah khususnya.
 
Semoga kita terhindar dari berbuat kesalahan serupa, sehingga Zulhijah bisa menjadi salah satu ladang amal saleh kita.
 
Kesalahan Seputar Keutamaan sepuluh hari Pertama Zulhijah
 
1. Melewatkan kesempatan beramal saleh di sepuluh hari pertama Zulhijah
 
Allah ﷻ berfirman:
 
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
 
“Demi waktu fajar, dan malam yang sepuluh.” [QS. Al-Fajr: 1-2]
 
Ibnu Katsir rahimahullahberkata:
 
“Malam yang sepuluh itu maksudnya adalah sepuluh hari di bulan Zulhijah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu Az Zubair, Mujahid, dan ulama lainnya dari kalangan salaf dan khalaf.” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/392]
 
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi ﷺ bersabda:
 
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
 
“Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama Zulhijah).
Para sahabat bertanya: ‘Tidak pula jihad di jalan Allah?’
Nabi ﷺ menjawab: ‘Tidak pula jihad di jalan Allah. Kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya, namun tidak ada yang kembali satu pun (yakni mati syahid).'” [HR. Abu Daud no. 2438. Syaikh Al Albani dalam Sshih wa Dhaif Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadis ini Sahih]
 
Maka sangat disayangkan jika hari-hari di bulan Zulhijah, menit demi menitnya berlalu begitu saja dengan sia-sia.
 
2. Tidak Memerbanyak Takbir, Tahmid, dan Tahlil di Awal Zulhijah
 
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan:
 
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .
Ibnu ‘Abbas berkata: “Berzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan, yaitu sepuluh hari pertama Zulhijah, dan juga pada hari-hari Tasyrik.”
 
Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Zulhijah, lalu mereka bertakbir. Lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah salat sunnah. [Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad (mu’allaq), pada Bab “Keutamaan Beramal di Hari Tasyriq”]
 
Ini merupakan sunnah yang sudah ditinggalkan banyak orang (baca: Sunnah Mahjuurah). Lebih parahnya, sebagian orang menganggap aneh hal yang demikian itu. Bahkan boleh jadi ada di antara mereka yang menganggap kurang waras orang-orang yang menghidupkan sunnah itu kembali. Wallahul musta’aan.
 
Kesalahan Seputar Hari Arafah
 
1. Tidak melakukan puasa pada Hari Arafah adalah sebuah kesalahan yang nyata bagi orang yang tidak sedang melaksanakan haji, sementara tidak ada halangan yang membuat mereka tidak berpuasa.
 
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
 
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
 
“Puasa Arafah (9 Zulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharam) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” [HR. Muslim, no. 1162]
 
Tanyakan kepada diri kita masing-masing, adakah puasa yang hanya satu hari, namun mampu menghapus dosa-dosa selama dua tahun, selain puasa Hari Arafah? Jika tidak, mengapa kita bisa mengabaikannya?
 
2. Tidak memanfaatkan Hari Arafah dengan memerbanyak doa.
 
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
 
“Sebaik-baik doa adalah doa pada Hari Arafah. Dan sebaik-baik doa yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para nabi sebelumku adalah ucapan:
 
LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYA-IN QODIIR
 
Artinya:
Tidak ada Sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan, bagi-Nya segala pujian. Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatunya.” [HR. Tirmidzi no. 3585; Ahmad, 2:210. Syaikh Al-Albani menyatakan hadis ini Sahih dilihat dari Syawahid atau penguat-penguatnya, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1503, 4:8]
 
Kesalahan Seputar Iduladha
 
1. Tidak melaksanakan Salat Id tanpa uzur yang diterima oleh syariat
 
Sebagian mereka berdalih, bahwa hukum Salat Id adalah hanya sunnah, yang apabila dikerjakan mendapat pahala, sedangkan jika tidak dikerjakan maka tidak berdosa.
 
Taruhlah hukumnya sunnah tanpa meninjau perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum Salat Id, lalu mengapa yang menjadi perhatian adalah tidak mengerjakannya karena tidak berdosa? Bukan malah ingin mendapatkan pahala dengan mengerjakannya? Bukankah Nabi ﷺ memerintahkannya? Semoga Allah memberi kita petunjuk.
 
2. Tidak mengenakan pakaian yang terbaik yang dimiliki
 
Di sini mereka membedakan antara Idulfitri dengan Iduladha. Idulfitri pakaiannya bagus-bagus, harum-harum, dan bersih-bersih. Berbeda dengan Iduladha yang ala kadarnya saja.
 
Ini tidak sesuai dengan sunnah Nabi ﷺ yang memerintahkan kita untuk berpakaian yang terbaik yang kita punya ketika kita akan melaksanakan Salat Id, baik Idulfitri maupun Iduladha.
 
3. Mengkhususkan iduladha untuk ziarah ke kuburan orang tua atau karib kerabat yang sudah meninggal
 
Mereka berkeyakinan, bahwa di hari raya orang-orang yang sudah meninggal tersebut berhak untuk diziarahi, sebagaimana ketika mereka masih hidup di dunia.
 
Dengan demikian menjadi tradisi di setiap hari raya, ziarah ke kuburan orang tua atau kerabat, atau bahkan yang tidak punya hubungan kekerabatan, namun karena kewalian atau kesalehan dari penghuni kuburan tersebut.
 
Ini juga sebuah tradisi yang diada-adakan dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum ajma’iin.
 
Kesalahan Seputar Kurban
 
1. Anggapan sebagian orang, bahwa bagi yang ingin melaksanakan kurban maka harus meniatkannya sebelum masuk Zulhijah. Jika tidak demikian, maka tidak dihukumi sebagai daging kurban, namun hanya daging sembelihan biasa.
 
Hal ini tidak benar. Yang benar, kapan saja di hari sepuluh hari pertama Zulhijah itu seseorang berniat untuk berkurban, maka saat itu juga ia menahan diri untuk tidak memotong kuku, rambut kepala, maupun rambut anggota tubuhnya yang lain, sampai ia menyembelih kurbannya.
 
Para ulama menjelaskan, bahwa seandainya seseorang yang ingin berkurban baru meniatkannya setelah masuk Zulhijah, lalu sebelumnya ia telah memotong kuku atau rambutnya, maka kurbannya tetap sah. Keharaman memotong kuku atau rambut dimulai sejak ia memasang niat kurban.
 
2. Anggapan sebagian orang, jika orang yang berkurban itu memotong kuku atau rambutnya sebelum kurbannya disembelih, maka kurbannya tidak sah dan tidak diterima.
 
Ini adalah suatu kekeliruan, karena tidak ada hubungannya antara menahan diri dari memotong kuku atau rambut, dengan sahnya atau diterimanya sebuah kurban. Yang benar dalam masalah ini, jika dia melakukannya karena lupa atau tidak tahu, maka ia tidak berdosa. Jika ia sengaja melakukannya, maka ia berdosa, namun tidak ada kafaratnya. Sedangkan kurbannya tetap sah dan insya Allah diterima oleh Allah ﷻ.
 
3. Anggapan sebagian orang, bahwa jika yang melakukan kurban itu adalah seorang wanita, maka ia harus mengikat rambutnya, dan tidak boleh melepaskan ikatannya, serta tidak boleh menyisirnya selama sepuluh hari tersebut sampai kurbannya disembelih.
 
Bahkan sebagian mereka ada yang mengumpulkan rambut-rambut mereka yang rontok, kemudian meletakkannya kembali di sela-sela rambut kepalanya. Ini tidak benar. Yang benar, boleh bagi wanita yang berkurban menyisir rambutnya, dan tidak mengapa jika rambutnya rontok, asal tidak menyengaja untuk merontokkan rambutnya.
 
4. Sebagian orang mengira, bahwa ‘Sahibul Qurban’ (si pemilik kurban) dilarang menggunakan minyak wangi, berdalih dengan qiyas menyerupai keadaan orang yang muhrim (orang yang sedang melakukan ihram, baik umrah atau haji).
 
Hal ini tidak benar ditinjau dari dua alasan:
 
Mengada-adakan sesuatu yang tidak ditetapkan oleh syariat sebagai sebuah syarat atau larangan dalam suatu ibadah. Dalam ibadah kurban, ‘Sahibul Qurban’ hanya dilarang memotong kuku atau rambutnya saja, sedangkan selainnya tidak dilarang. Jadi boleh hukumnya orang yang berkurban itu menggunakan minyak wangi, pakaian yang bagus, dan lain-lain.
 
Jika seandainya qiyas itu benar, maka orang yang berkurban juga dilarang terhadap hal- hal yang dilarang selama ihram selain minyak wangi, seperti memakai pakaian biasa, menutup kepala, berburu binatang darat, menikah dan menikahkan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, tidak ada seorang ulama pun yang mengatakan hal tersebut.
 
5. Sebagian orang mengira, apabila ‘Sahibul Qurban’ mengikutsertakan anggota keluarganya dalam seekor kurban, maka anggota keluarganya juga dilarang untuk memotong kuku dan rambut.
 
Ini tidak benar. Yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orang yang memiliki hewan kurban tersebut saja.
 
Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor kambing, sambil berkata:
 
“Ya Allah, ini kurban Muhammad, dan keluarga Muhammad, serta umat Muhammad.” [HR. Abu Dawud]
 
Nabi tidak pernah melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku dan rambut kala itu. Ini menunjukkan, bahwa yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah hanya ‘Sahibul Qurban’ saja.
 
6. Sebagian orang biasanya melakukan kurban atas nama salah satu anggota keluarganya yang sudah meninggal, dan berkeyakinan tidak boleh mengikutsertakan anggota keluarga yang lain dalam kurban tersebut. Ini adalah keyakinan yang keliru dan tidak berlandaskan dalil.
 
7. Sebagian orang beranggapan, bahwa menyembelih kurban tidak boleh dilakukan pada malam hari. Bahkan melarang dengan keras orang yang akan melakukannya.
 
Ini anggapan yang tidak benar. Waktu menyembelih kurban dimulai setelah salat Iduladha, dan berakhir sebelum terbenamnya matahari pada Hari Tasyrik yang terakhir (13 Zulhijah). Sama saja hukumnya, baik dilakukan pada siang hari atau malam hari sekalipun.
 
Penutup
 
Demikianlah penjelasan singkat tentang kesalahan-kesalahan di bulan Zulhijah. Mengetahui dan menyadari sebuah kesalahan bukan dalam rangka untuk melakukannya atau memertahankannya, namun agar terhindar darinya, dan tidak terjatuh kembali ke dalamnya.
 
Penulis: Ustadz Abu Yazid Nurdin
Muroja’ah: Ustadz Afifi ‘Abdul Wadud
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
KEKELIRUAN YANG SERING TERJADI DI BULAN ZULHIJAH