بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
TAKBIR DI AWAL ZULHIJAH, IDULADHA, DAN HARI TASYRIK
 
Ketahuilah, bahwa di antara amalan saleh yang sangat dianjurkan di awal Zulhijah sampai Iduladha dan hari-hari Tasyrik adalah TAKBIR.
 
Masalah Pertama: Jenis-Jenis Takbir
 
Pertama: Takbir Mutlak
 
Yaitu takbir yang TIDAK terikat dengan waktu selesai Salat. Takbir jenis ini boleh bagi seorang untuk bertakbir kapan saja dia kehendaki, di tempat mana saja, baik itu di masjid, rumah, ataupun sedang berjalan, dan ketika menuju masjid untuk salat Idhul-Adha. Waktunya sejak awal Zulhijah sampai akhir Hari Tasyrik (13 Zulhijah).
 
Dalil-dalilnya:
 
Keumuman firman Allah ﷻ:
 
{…وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّام ممَّعْلُومَات}
 
“Dan berzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang ditentukan.” [QS.Al-Hajj:28]
 
Hari-hari yang ditentukan adalah sepuluh hari pertama Zulhijah, sebagaimana penafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. Dan telah dinukil dari sebagian sahabat seperti Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu anhuma, bahwa mereka bertakbir pada hari-hari itu . [Lihat Sahih Al-Bukhari Bab Fadhul-Amal Fi Ayyam At-Tasyrik, Syarhul-Mumti’:5/162]
 
Hadis Ibnu Umar radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
 
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
 
“Tidak ada satu hari yang pahala di hari itu lebih besar di sisi Allah, dan beramal di hari itu lebih dicintai di sisi Allah, daripada sepuluh hari ini. Oleh sebab itu, perbanyaklah kalian bertahlil, bertakbir, dan bertahmid.” [HR.Ahmad no.5446 Tahqiq Syaikh Syu’aib, Sahih Lighairih]
 
Dan dari Nafi rahimahullah:
 
ﺃﻥ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻜﺒﺮ ﺑﻤﻨﻰ ﺗﻠﻚ اﻷﻳﺎﻡ ﺧﻠﻒ اﻟﺼﻠﻮاﺕ ، ﻭﻋﻠﻰ ﻓﺮاﺷﻪ ، ﻭﻓﻲ ﻓﺴﻄﺎﻃﻪ ، ﻭﻓﻲ ﻣﻤﺸﺎﺋﻪ ﺗﻠﻚ اﻷﻳﺎﻡ ﺟﻤﻴﻌﺎ
 
“Bahwasanya Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bertakbir di Mina pada hari-hari (Tasyrik) setelah Salat, di tempat tidurnya, di tendanya, dan ketika berjalan pada semua hari-hari itu.” [Dikeluarkan Al-Fakihi dalam Akhbar Makkah no.2583, Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath;4/299, dan Al-Bukhari secara Muallaq dengan sighah Jazm, Sahih]
 
Kedua: Takbir Muqayyad
 
Yaitu takbir yang dilakukan di setiap selesai Salat Wajib Lima Waktu.
 
Tentang disyariatkannya Takbir Muqayyad, maka tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
 
Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah:
 
ﻓﺎﺗﻔﻖ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺸﺮﻉ اﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻋﻘﻴﺐ اﻟﺼﻠﻮاﺕ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻷﻳﺎﻡ ﻓﻲ اﻟﺠﻤﻠﺔ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺮﻓﻮﻉ ﺻﺤﻴﺢ ، ﺑﻞ ﺇﻧﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﺁﺛﺎﺭ ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭﻣﻦ ﺑﻌﺪﻫﻢ ، ﻭﻋﻤﻞ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻋﻠﻴﻪ .
 
“Telah sepakat para ulama, bahwasanya disyariatkan takbir setelah Salat (lima waktu) di hari-hari ini secara global (adapun perinciannya, maka terjadi khilaf, pen-). Akan tetapi, tidak ada hadis marfu (dari Nabi ﷺ) yang sahih. Namun telah datang atsar-atsar dari para sahabat dan setelah mereka, dan itulah yang diamalkan oleh kaum Muslimin.” [Fathul-Bari:6/124]
 
Para ulama hanya berbeda pendapat tentang waktu takbir tersebut, kapan dimulai dan selesainya. Pendapat yang kuat dan merupakan pendapat Mayoritas Ulama adalah dimulai dari selesai salat Fajar (Subuh) Hari Arafah (9 Zulhijah) sampai akhir Hari Tasyrik (13 Zulhijah).
 
Dari Syaqiq ibn Salamah rahimahullah ia berkata:
 
ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻜﺒﺮ ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺓ اﻟﻔﺠﺮ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ , ﺇﻟﻰ ﺻﻼﺓ اﻟﻌﺼﺮ ﻣﻦ ﺁﺧﺮ ﺃﻳﺎﻡ اﻟﺘﺸﺮﻳﻖ , ﻭﻳﻜﺒﺮ ﺑﻌﺪ اﻟﻌﺼﺮ
 
“Ali radhiyallahu anhu bertakbir setelah salat Fajar di waktu Subuh Hari Arafah, lalu beliau tidak terputus (maksudnya: melakukannya terus) sampai Imam salat di hari terakhir dari Hari Tasyrik, lalu beliau bertakbir setelah Asar.” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.5677, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra:no. 6275, disahihkan Al-Albani dalam Irwaul-Ghalil:3/125]
 
Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
 
ﺃﺻﺢ اﻷﻗﻮاﻝ ﻓﻲ اﻟﺘﻜﺒﻴﺮ اﻟﺬﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻤﻬﻮﺭ اﻟﺴﻠﻒ ﻭاﻟﻔﻘﻬﺎء ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭاﻷﺋﻤﺔ: ﺃﻥ ﻳﻜﺒﺮ ﻣﻦ ﻓﺠﺮ ﻋﺮﻓﺔ ﺇﻟﻰ ﺁﺧﺮ ﺃﻳﺎﻡ اﻟﺘﺸﺮﻳﻖ ﻋﻘﺐ ﻛﻞ ﺻﻼﺓ .. ”
 
“Pendapat yang paling sahih tentang takbir adalah yang dipegang oleh mayoritas Salaf dan Fuqaha dari kalangan sahabat dan para imam yaitu: bertakbir dari waktu fajar Hari Arafah sampai akhir Hari Tasyrik di setiap selesai Salat.” [Majmu Al-Fatawa:24/220]
 
Dan berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah:
 
ﻭﺃﺻﺢ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﻓﻴﻪ ﻋﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻗﻮﻝ ﻋﻠﻲ ﻭاﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ: ﺇﻧﻪ ﻣﻦ ﺻﺒﺢ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﺇﻟﻰ ﺁﺧﺮ ﺃﻳﺎﻡ ﻣﻨﻰ.
 
“(Atsar) yang paling sahih yang datang dari sahabat adalah pendapat Ali dan Ibnu Mas’ud, bahwasanya (waktunya) dari waktu Subuh Hari Arafah sampai hari terakhir hari Mina (Tasyrik).” [Fathul-Bari:2/462]
 
Masalah Pertama: Apakah Takbir Muqayyad ini pada Salat Fardhu dan Sunnah?
 
Mayoritas Ulama berpendapat, bahwa Takbir Muqayyad ini hanya pada salat fardhu saja. Adapun salat sunnah, maka tidak disyariatkan.
 
Berkata Az-Zarkasyi rahimahullah:
 
ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺤﻠﻪ ﻓﻌﻘﺐ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺎﺕ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺑاﻹﺟﻤﺎﻉ اﻟﺜﺎﺑﺖ ﺑﻨﻘﻞ اﻟﺨﻠﻒ ﻋﻦ اﻟﺴﻠﻒ ، ﻻ اﻟﻨﻮاﻓﻞ ﻭﺇﻥ ﺻﻠﻴﺖ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ
 
“Adapun waktunya maka setelah salat-salat fardhu berjamaah, berdasarkan Ijmak yang sahih dari penukilan khalaf dari Salaf, bukan pada salat-salat sunnah, sekalipun berjamaah.” [Syarh Az-Zarkasyi Limatni Al-Khiraqi:1/293]
 
Akan tetapi yang benarnya tidak ada Ijmak dalam masalah ini. Telah dinukil dari Abu Ja’far, dan pendapat yang masyhur dari Asy-Syafi’i dan Ibnul-Mundzir, mereka berpendapat disyariatkannya setelah salat sunnah. [Lihat Fathul-Bari LIbni Rajab:6/128-129]
 
Masalah Kedua: Apakah Perempuan Juga Bertakbir?
 
Mayoritas Ulama berpendapat disunnahkannya bertakbir bagi perempuan, baik itu mereka bersama laki-laki (di masjid) atau bersendiri. Namun merendahkan suara takbir jika bersama laki-laki.
 
Dalilnya adalah hadis Ummu Atiyyah radhiyallahu anha:
 
كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ
 
“Pada Hari Raya Id kami diperintahkan untuk keluar, sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya, dan juga para wanita yang sedang haid. Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki dan mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki, dengan mengharap berkah dan kesucian hari raya tersebut.” [HR .Al-Bukhari dan Muslim] [Syarh Bulugh Al-Maram, Lisy-Syaikh Taufiq Al-Ba’dani]
 
Masalah Ketiga: Lafal-Lafal Takbir
 
Tidak ada lafal takbir khusus yang datang dari Rasulullah ﷺ. Akan tetapi telah sahih dari sebagian Salaf di antaranya:
 
Takbir Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma:
 
اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮا اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮا اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﺃﺟﻞ، اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪ اﻟﺤﻤﺪ
 
Allahu Akbar Kabira, Allahu Akbar Kabira, Allahu Akbar wa Ajal, Allahu Akbar wa Lillahil-hamd. [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.5692, Sahih]
 
Dan lafal:
 
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد، الله أكبر وأجل، الله أكبر على ما هدانا
 
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahil-hamd, Allahu Akbar wa Ajal, Allahu Akbar Ala Ma Hadana.” [Dikeluarkan Al-Baihaqi, dan disahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa:3/125]
 
Takbir Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu:
 
اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮا
 
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Kabira. [Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: no.6282, Sahih, namun dengan lafal yang panjang. Dan disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar lafal di atas, Fathul-Bari:2/462]
 
Takbir Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu:
 
اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ، ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪ اﻟﺤﻤﺪ
 
Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah, Wallahu Akbar, Wa Lillahil-hamd. [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.5697 dan selainnya, dalam sanadnya ada kelemahan]
 
Atsar Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah:
 
ﻛﺎﻧﻮا ﻳﻜﺒﺮﻭﻥ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻭﺃﺣﺪﻫﻢ ﻣﺴﺘﻘﺒﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﻲ ﺩﺑﺮ اﻟﺼﻼﺓ: اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ، ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ اﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪ اﻟﺤﻤﺪ
 
“Dahulu orang-orang (para Tabi’in) bertakbir pada Hari Arafah, dan salah seorang dari mereka menghadap Kiblat di setiap selesai Salat:
Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahil-hamd. [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.5696, Sahih]
 
Semua lafal Takbir di atas boleh diucapkan.
 
Masalah Keempat: Bolehkah Mencukupkan dengan Lafal “Allahu Akbar”?
 
Boleh, mencukupi.
 
Yang sunnah adalah imam bertakbir pada hari-hari Tasyrik di setiap selesai Salat dengan takbir yang bisa didengar oleh dirinya dan orang yang di belakangnya, dan orang-orang yang hadir bertakbir dengan takbirnya. Setiap orang bertakbir sendiri, dan tidak perlu menyesuaikan dengan suara orang lain. Sebagaimana yang digambarkan, yaitu cukup dia mendengar sendiri dan orang setelahnya. Inilah yang sunnah.
 
Adapun yang dikerjakan oleh sebagian pada hari ini, yaitu jika imam selesai dari salatnya, maka bertakbirlah para muazin dengan satu suara, dan orang-orang mendengar mereka, dan pada umumnya mereka tidak bertakbir. Dan jika mereka bertakbir, maka mereka menyesuaikan dengan suara mereka (sehingga menjadi satu suara). Semua ini adalah bidah, yang mana tidak dinukil, bahwa Nabi ﷺ melakukannya,dan tidak juga salah seorang dari Khulafa Rasyidin setelahnya. [Al-Madkhal:2/440]
 
Adapun yang dijadikan dalil tentang bolehnya takbir berjamaah, maka tidaklah menunjukkan hal tersebut. Melainkan maknanya adalah setiap orang bertakbir sendiri-sendiri, sehingga suara mereka terdengar seperti bersamaan, TANPA ada maksud menyesuaikan suara menjadi satu suara berjamaah.
 
Semoga tulisan ini bermanfaat.
 
وبالله التوفيق.
 
Oleh: Muhammad Abu Muhammad Pattawe [Darul-Hadis Ma’bar-Yaman]
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
TAKBIR DI AWAL ZULHIJAH, IDULADHA, DAN HARI TASYRIK