بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

KARENA KEJUJURAN, COBAAN BERUBAH MENJADI NIKMAT

Dari Ibnu Syihab, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Ka’ab bin Malik, diriwayatkan, bahwa Abdullah bin Ka’ab bin Malik -dia adalah penuntun Ka’ab dari anak-anaknya saat Ka’ab menjadi buta- berkata: “Saya mendengar Ka’ab bin Malik bercerita tentang kisahnya saat tidak ikut dalam Perang Tabuk.

Ka’ab bercerita:
‘Saya tidak pernah absen dalam peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah ﷺ kecuali Perang Tabuk. Hanya saja saya juga tidak ikut dalam Perang Badar, tapi Rasulullah ﷺ tidak menegur orang-orang yang absen saat itu. Sebab Rasulullah ﷺ saat itu hanya ke luar untuk mencegat kafilah unta yang membawa dagangan kaum Quraisy. Dan tanpa ada rencana sebelumnya, ternyata Allah ﷻ memertemukan kaum Muslimin dengan musuh mereka. Tapi saya pernah ikut bersama Rasulullah ﷺ pada malam (Baiatul) Aqabah. Saat itu kami mengadakan janji setia terhadap Islam. Dan peristiwa ini lebih saya senangi ketimbang peristiwa Perang Badar, walaupun Perang Badar itu lebih sering dikenang oleh banyak orang!’

Sehubungan dengan Perang Tabuk, ceritanya begini. Saya tidak pernah merasa lebih kuat secara fisik dan lebih mudah secara ekonomi ketimbang saat saya absen dalam perang itu. Demi Allah, saya tidak pernah punya dua kendaraan (kuda), tetapi ternyata saat perang itu saya bisa mempunyai dua kendaraan. Sebelum Tabuk, bila Rasulullah ﷺ mengajak para sahabat untuk perang, biasanya beliau selalu tidak menerangkan segala sesuatunya dengan jelas dan terang-terangan. Tetapi dalam perang ini Rasulullah ﷺ berterus terang kepada para sahabat. Sebab Rasulullah ﷺ akan melangsungkan peperangan ini dalam kondisi cuaca yang sangat panas. Beliau ﷺ akan menempuh perjalanan yang jauh, melalui padang pasir yang begitu luas. Dan beliau ﷺ juga akan menghadapi musuh dalam jumlah besar. Rasulullah ﷺ menjelaskan semua ini kepada para sahabat. Saat itu jumlah kaum Muslimin memang banyak. Tidak ada catatan yang menyebutkan nama-nama mereka secara lengkap.’

Ka’ab berkata: ‘Dari saking banyaknya, sampai-sampai tak ada seorang pun yang ingin absen saat itu, kecuali dia menyangka tidak akan diketahui selagi wahyu tidak turun dalam hal ini.

Rasulullah ﷺ melangsungkan Perang Tabuk itu di saat buah-buahan dan pohon-pohon yang rindang tumbuh dengan suburnya. Ketika Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin telah bersiap-siap, hampir saja saya berangkat dan bersiap-siap dengan mereka. Tapi ternyata saya pulang dan tidak memersiapkan apa-apa. Saya berkata dalam hati: ‘Saya bisa bersiap-siap nanti.’ Begitulah, diulur-ulur, sampai akhirnya semua orang sudah benar-benar siap. Di pagi hari, Rasulullah ﷺ telah berkumpul bersama kaum Muslimin untuk berangkat, tetapi saya tetap belum memersiapkan apa-apa. Saya berkata: ‘Saya akan bersiap-siap sehari atau dua hari lagi, kemudian saya akan menyusul mereka setelah mereka berangkat.’ Saya ingin bersiap-siap, tapi ternyata saya pulang dan tidak memersiapkan apa-apa. Begitulah setiap hari, sampai akhirnya pasukan kaum Muslimin benar-benar sudah jauh dan perang dimulai. Saat itu saya ingin berangkat untuk menyusul mereka, tapi sayang, saya tidak melakukannya. Saya tidak ditakdirkan untuk berangkat.

Setelah Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin keluar dari kota Madinah, aku keluar dan berputar-putar melihat orang-orang yang ada. Dan yang menyedihkan yaitu, bahwa saya tidak melihat kecuali yang dicurigai sebagai munafik atau orang lemah yang memang mendapat keringanan dari Allah ﷻ. Sementara itu Rasulullah ﷺ tidak menyebut-nyebut saya sampai beliau tiba di Tabuk. Di sana beliau duduk-duduk bersama para sahabat dan bertanya: ‘Apa yang diperbuat Ka’ab?’ Ada seseorang dari Bani Salamah yang menyahut: ‘Ya Rasulullah, dia itu tertahan oleh pakaiannya, dan bangga dengan diri dan penampilannya sendiri.’ Mendengar itu Muadz bin Jabal berkata: ‘Alangkah jeleknya apa yang kamu katakan. Demi Allah ya Rasulullah, kami tidak mengetahui dari Ka’ab itu, kecuali kebaikan.’ Maka Rasulullah ﷺ diam.’

Ka’ab melanjutkan ceritanya: ‘Ketika saya mendengar bahwa beliau bersama pasukan kaum Muslimin menuju kota Madinah kembali, saya mulai dihinggapi perasaan gundah. Saya pun mulai berfikir untuk berdusta. Saya berkata: ‘Bagaimana saya bisa bersiasat dari kemarahan Rasulullah ﷺ besok?’

Untuk itu saya minta bantuan saran dari keluarga saya. Setelah ada informasi bahwa Rasulullah ﷺ sudah mulai masuk kota Madinah, hilanglah semua kebatilan yang sebelumnya ingin saya utarakan.

Saya tahu, bahwa tidak mungkin saya bisa bersiasat dari kemarahan beliau dengan berdusta. Ketika Rasulullah ﷺ telah tiba, dan biasanya bila beliau tiba dari suatu perjalanan, pertama kali beliau masuk ke masjid lalu salat dua rakaat, kemudian duduk-duduk menemui orang-orang yang datang.

Setelah Rasulullah ﷺ duduk, berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut berperang menemui beliau. Mereka mengajukan berbagai macam alasan, diikuti dengan sumpah. Jumlah mereka lebih dari 80 orang. Rasulullah ﷺ menerima mereka secara lahir dan membaiat mereka, serta memintakan ampunan. Adapun rahasia-rahasia hati, semuanya beliau pasrahkan kepada Allah ﷻ.

Saya pun datang menemui beliau dan mengucapkan salam. Beliau ﷺ tersenyum sinis kemudian berkata: ‘Kemarilah!’ Saya berjalan sampai duduk di hadapan beliau. Lalu beliau ﷺ bertanya: ‘Apa yang membuatmu tidak ikut serta? Tidakkah kau sudah membeli kendaraanmu?’
Saya jawab, ‘Ya benar. Demi Allah, sekiranya aku sekarang duduk di hadapan orang selain engkau dari seluruh penduduk dunia ini, tentu aku bisa selamat dari kemarahannya dengan mengemukakan alasan tertentu. Aku telah dikaruniai kepandaian berdiplomasi. Akan tetapi demi Allah, aku yakin, kalau hari ini aku berdusta kepada engkau dan engkau rela menerima alasanku, niscaya Allah akan menanamkan kemarahan diri engkau kepadaku. Dan bila aku berbicara jujur kepada engkau, maka engkau akan menjadi marah karenanya. Sesungguhnya aku mengharapkan pengampunan dari Allah ﷻ. Tidak, demi Allah, sama sekali saya tidak mempunyai alasan apa pun secara fisik dan lebih lapang secara ekonomi daripada saat aku tidak ikut serta dengan engkau.’(Maksudnya dalam Perang Tabuk. -Pen).
Maka Rasulullah ﷺ berkata: ‘Orang ini telah berkata jujur. Bangun dan pergilah sampai Allah ﷻ memberikan keputusan dalam masalahmu ini!’

Saya pun berdiri dan pergi. Saat itu orang-orang dari Bani Salamah mengikutiku, mereka berkata: ‘Demi Allah, kami tidak pernah mengetahui bahwa engkau pernah berbuat kesalahan sebelum ini. Mengapa engkau tidak mengajukan kepada Rasulullah ﷺ alasan-alasan seperti yang dilakukan orang lain yang juga tidak ikut? Dan dosamu nanti akan hilang dengan istighfar (permintaan ampun) Rasulullah ﷺ untukmu.’ Mereka terus menerus mencerca saya, sampai-sampai saya sempat berfikir untuk kembali kepada Rasulullah ﷺ dan meralat pembicaraan saya yang pertama.
Kemudian saya bertanya pada mereka: ‘Adakah orang yang mendapatkan perlakuan sama denganku?’ Mereka menjawab, ‘Ya, ada dua orang lagi yang mengatakan seperti apa yang kau katakan dan mendapatkan jawaban seperti jawaban yang kau terima.’
Saya bertanya lagi: ‘Siapa mereka?’ Mereka menjawab: ‘Murarah bin Ar-Rabi’ Al-Amry dan Hilal bin Umayyah Al-Waqify.’ Mereka menyebutkan nama dua orang yang pernah ikut Perang Badar dan mereka bisa dijadikan panutan. Setelah mendengar dua nama yang mereka sebutkan itu saya terus pergi.

Rasulullah ﷺ lalu melarang kaum Muslimin berbicara dengan kami bertiga di antara orang-orang yang tidak ikut bersama beliau. Akibatnya orang-orang semua meninggalkan kami, dan sikap mereka pun berubah. Bahkan dunia ini pun seolah juga berubah, tidak sama dengan dunia yang saya kenal sebelumnya.

Kami merasakan hal demikian selama 50 hari. Selama itu, dua teman senasib saya hanya berdiam diri dan duduk di rumah masing-masing sambil menangis. Berbeda dengan saya. Saya termasuk yang paling muda dan paling kuat menahan ujian ini. Saya pergi keluar dan ikut salat berjamaah, tetapi tidak ada satu pun yang mau berbicara dengan saya. Saya datangi Rasulullah ﷺ dan saya ucapkan salam kepada beliau saat berada di tempat duduknya seusai salat. Saya berkata dalam hati, ‘Adakah Rasulullah ﷺ menggerakkan kedua bibirnya untuk menjawab salamku atau tidak?!’ Kemudian saya salat di dekat beliau. Saya mencuri pandangan. Saat saya sedang salat, Rasulullah ﷺ melihat kepada saya. Tapi bila saya menoleh kepadanya, beliau berpaling dari saya.
Setelah cukup lama orang-orang meninggalkan saya, suatu saat saya pergi memanjat dinding kebun Abu Qatadah. Dia adalah sepupu saya, dan termasuk orang yang paling saya cintai. Saya mengucapkan salam kepadanya. Tetapi demi Allah, dia tidak menjawab salam saya. Saya berkata: ‘Wahai Abu Qatadah! Demi Allah, aku bertanya, adakah engkau tahu bahwa aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya?’ Dia diam saja. Saya kembali bertanya, tapi dia tetap diam. Saya bertanya sekali lagi, akhirnya dia juga menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya sendiri yang lebih tahu.’ Air mata saya berlinang dan saya kembali memanjat dinding itu lagi.

Ketika saya berjalan di pasar Madinah, tiba-tiba ada seorang bangsawan dari Syam. Dia termasuk pedagang yang datang membawa makanan untuk dijual di Madinah. Dia berkata: ‘Siapa yang dapat menunjukkan di mana Ka’ab bin Malik?’

Orang-orang yang ada di situ menunjukkannya. Setelah dia mendatangi saya, dia menyerahkan kepada saya sebuah surat dari Raja Ghassan. Dalam surat itu tertulis: ‘Aku telah mendengar bahwa kawanmu (yaitu Nabi Muhammad ﷺ) telah meninggalkanmu, sementara engkau tidaklah dijadikan oleh Allah berada pada derajat yang hina dan terbuang. Datanglah kepada kami. Kami akan menghiburmu.’ Setelah membaca surat itu saya bergumam: ‘Ini termasuk rangkaian ujian Allah.’ Lalu saya bawa surat itu ke tungku dan membakarnya.

Setelah berlalu 40 hari dari total 50 hari, utusan Rasulullah ﷺ datang kepada saya. Katanya: ‘Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah menyuruhmu untuk menjauhi istrimu!’ Saya bertanya: ‘Apakah saya harus menceraikannya atau bagaimana?’ Dia menjawab: ‘Tidak. Jauhilah dia, dan janganlah engkau mendekatinya’. Rasulullah ﷺ juga mengirimkan utusan beliau kepada dua rekan senasib saya. Maka saya meminta kepada istri saya: ‘Pergilah engkau ke tempat keluargamu. Menetaplah di sana sampai Allah ﷻ memutuskan masalah ini!’

Ka’ab berkata: ‘Istri Hilal bin Umayyah datang menemui Rasulullah ﷺ. Dia berkata: ‘Wahai Rasulullah, Hilal bin Umayyah itu sudah tua renta, dan dia tidak mempunyai pembantu. Apakah engkau keberatan bila aku melayaninya?’ Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Tidak. Tetapi jangan sampai dia mendekatimu!’ Istrinya menjawab: ‘Demi Allah, dia sudah tidak bisa bergerak lagi, dan dia masih tetap menangis sejak dia mempunyai masalah ini sampai hari ini juga.’
Sementara itu sebagian keluarga saya berkata: ‘Bagaimana sekiranya engkau juga minta izin kepada Rasulullah ﷺ dalam masalah istrimu, agar dia bisa melayanimu seperti istri Hilal bin Umayyah.’ Tetapi saya menjawab: ‘Demi Allah, dalam masalah ini aku tidak akan minta izin kepada Rasulullah ﷺ. Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh Rasulullah ﷺ bila aku minta izin kepada beliau, sementara aku ini masih muda?!’

Saya berada dalam kondisi demikian selama sepuluh malam, sehingga jumlahnya 50 malam dari mulai pertama kali Rasulullah ﷺ melarang orang untuk berbicara pada kami. Pada hari yang ke-50, saya menghadiri salat Subuh. Setelah itu saya duduk-duduk, sementara kondisi saya persis seperti yang digambarkan oleh Allah ﷻ, diri sendiri terasa sempit, begitu juga bumi yang luas ini terasa sempit bagi saya. Saat saya duduk dalam keadaan demikian, tiba-tiba saya mendengar suara orang yang berteriak dengan lantang di atas bukit: ‘Wahai Ka’ab, bergembiralah!’ Saat itu juga saya langsung sujud. Saya tahu bahwa masalah saya akan berakhir.

Rasulullah ﷺ mengumumkan datangnya tobat (pengampunan) Allah atas kami bertiga saat beliau selesai salat Subuh. Banyak orang pergi menemui kami untuk menyampaikan kabar gembira. Sebagian mereka ada yang menemui dua kawan senasib saya, dan ada seseorang yang ingin menemui saya dengan berkuda. Sementara itu ada seorang Bani Aslam yang hanya berjalan kaki, lalu dia naik ke bukit dan meneriakkan kabar gembira pada saya. Ternyata suara itu lebih cepat dari pada kuda. Setelah orang yang naik ke bukit itu datang menemui saya untuk menyampaikan langsung, saya tanggalkan pakaian saya, dan saya hadiahkan untuknya sebagai imbalan atas kabar gembiranya. Demi Allah, sebenarnya saya ini tidak mempunyai baju lagi selain itu. Akhirnya saya meminjam baju orang, kemudian berangkat menemui Rasulullah ﷺ. Orang-orang datang berduyun-duyun mengucapkan selamat atas kabar gembira ini. Mereka mengatakan: ‘Selamat atas pengampunan Allah untukmu!’ Setelah itu saya masuk ke dalam masjid. Di situ terlihat Rasulullah ﷺ sedang duduk dikelilingi banyak orang. Tiba-tiba Thalhah bin Ubaidillah bangun dan menuju ke arah saya dengan setengah lari. Dia menjabat tangan saya dan mengucapkan selamat. Tidak ada seorang pun dari kaum Muhajirin yang bangun selain dia, dan saya tidak akan melupakannya.

Setelah saya mengucapkan salam kepada Rasulullah ﷺ beliau berkata, dengan wajah bersinar penuh kegembiraan: ‘Bergembiralah dengan datangnya sebuah hari yang paling baik yang pernah engkau lalui semenjak kau dilahirkan oleh ibumu.’
‘Dari engkau atau dari Allah, ya Rasulullah?’ tanya saya.
Beliau ﷺ menjawab: ‘Bukan dariku, tapi dari Allah.’ Dan demikianlah, bila Rasulullah ﷺ sedang gembira, wajah beliau bersinar seperti bulan. Kami semua tahu hal itu.
Setelah aku duduk tepat di hadapan Rasulullah ﷺ, saya berkata: ‘Wahai Rasulullah, sebagai pertanda tobat ini, aku akan melepas semua hartaku dan menjadikannya sebagai sedekah untuk Allah dan Rasul-Nya.’
Rasulullah menjawab: ‘Ambillah sebagian dari hartamu. Ini lebih baik untukmu.’
Saya berkata: ‘Sesungguhnya saya menahan bagian yang saya peroleh dari Khaibar.’

Setelah itu saya ungkapkan kepada Rasulullah ﷺ: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah ﷻ telah menyelamatkan aku dengan wasilah kejujuran. Dan sebagai pertanda tobatku kepada Allah, aku berjanji bahwa aku akan selalu berkata jujur selama hidupku. Demi Allah, aku tidak mengetahui seorang Muslim yang diuji oleh Allah dalam kejujuran kata-katanya, melebihi ujian yang aku dapatkan.’

Dan sejak aku ungkapkan hal itu kepada Rasulullah ﷺ, aku tidak pernah berdusta sampai hari ini. Saya memohon semoga Allah tetap menjaga saya selama sisa hidup saya. Dan Allah ﷻ menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya:

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ ﴿١١٧﴾ وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّىٰ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿١١٨﴾ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan. Setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka, agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allahlah yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur.” [QS.At-Taubah: 117-119]

Demi Allah, tidak ada nikmat yang telah Allah karuniakan kepada saya, setelah nikmat hidayah Islam, yang lebih besar dari nikmat kejujuran saya kepada Rasulullah ﷺ. Saya tidak ingin berdusta, tapi kemudian binasa seperti binasanya orang-orang yang telah berdusta. Dan Allah ﷻ telah memberikan komentar tentang orang-orang yang berdusta, di dalam wahyu yang diturunkan-Nya, dengan kata-kata yang sangat keras dan jelek.

Allah ﷻ berfirman:

سَيَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ لَكُمْ اِذَا انْقَلَبْتُمْ اِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوْا عَنْهُمْ ۗ فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمْ ۗ اِنَّهُمْ رِجْسٌۙ وَّمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٥يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ ۚفَاِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يَرْضٰى عَنِ الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ

“Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka itu berpalinglah dari mereka, karena mereka itu adalah najis dan tempat mereka adalah Jahannam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu agar kamu rela kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu rela kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rela kepada orang-orang yang fasik itu.” [QS. At-Taubah: 95-96]

Ka’ab berkata:

“Kami bertiga tidak memerhatikan lagi orang-orang yang diterima alasan mereka setelah bersumpah kepada Rasulullah ﷺ, kemudian beliau menyumpah mereka dan memintakan ampun buat mereka, sementara itu beliau menangguhkan urusan kami, sampai Allah sendiri yang memutuskan. Oleh karena itu Allah ﷻ menyatakan:

وَعَلَى الثَّلَثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُواْ.

”(Dan Allah juga telah menerima tobat) tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka.”

Yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah tidak ikut sertanya kami bertiga dalam perang, tetapi yang dimaksud adalah ditangguhkannya tobat kami, serta tidak diikutsertakannya kami pada kelompok orang-orang yang telah bersumpah dan mengemukakan alasan dan diterima oleh Rasulullah ﷺ.” [HR. Al-Bukhari (8/113)), Kitabul Maghazi, bab Hadis Ka’ab bin Malik]

Di Antara Faidah dari Kisah Di Atas

a) mSeorang Muslim boleh menceritakan dosanya sesudah tobat agar membangkitkan semangat orang lain untuk bertobat. Apalagi bila dosa itu tersebar dan diketahui orang banyak. Adapun dosa yang sifatnya rahasia atau yang terang-terangan tapi belum bertobat, tidak boleh diceritakan agar tidak mendorong orang lain berbuat seperti itu, dan diapun menjadi golongan orang-orang yang mujaharah (terang-terangan berbuat dosa).

b) Seorang Mukmin merasa sedih ketika menelantarkan sebuah kewajiban.

c) Seseorang boleh menceritakan kelalaian dan kekurangannya dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ, selama itu bukan untuk tujuan pamer kesalahan (mujaharah), sebagaimana riwayat tentang Ka’b radhiyallahu anhu yang menceritakan ketidakikutan beliau dalam perang Tabuk.

d) Seseorang boleh memuji dirinya dengan kebaikan yang dimilikinya, apabila hal itu tidak dilakukan untuk kesombongan dan berbangga-bangga.

e) Seorang imam atau yang ditaati tidak boleh membiarkan begitu saja orang yang melanggar dalam sebagian perintahnya. Dia harus mengingatkannya agar kembali dalam ketaatan dan bertobat, sebagaimana dilakukan Rasulullah ﷺ ketika bertanya tentang Ka’b radhiyallahu anhu yang tidak ikut dalam perang Tabuk.

f) Rasulullah ﷺ menerima ucapan orang-orang munafik yang menampakkan keislamannya, dan menyerahkan apa yang mereka sembunyikan dalam hati-hati mereka kepada Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ menghukumi mereka berdasarkan apa yang tampak dari mereka, dan tidak menjatuhkan sanksi berdasarkan apa yang mereka sembunyikan, sebagaimana dilakukan Rasulullah ﷺ terhadap orang-orang yang datang menyampaikan uzur yang menghalangi mereka dari perang Tabuk.

g) Ka’b bin Malik radhiyallahu anhu sujud ketika mendengar suara orang yang memberi kabar gembira kepadanya. Ini menunjukkan kebiasaan para sahabat. Sujud itu adalah sujud syukur ketika mendapat kenikmatan yang baru, atau terhindar dari bencana. Abu Bakar radhiyallahu anhu juga bersujud ketika mendengar berita, bahwa Musailamah al-Kadzdzab telah terbunuh. Juga Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bersujud ketika mendapatkan Dza Tsadyain terbunuh di antara para Khawarij. Mereka semua ini mencontoh Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ telah bersujud beberapa kali untuk kejadian yang menggembirakan. Abu Bakroh radhiyallahu anhu menyatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ إِذَا أَتَاهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ خَرَّ لِلَّهِ سَاجِدًا

Sesunggunya Nabi ﷺ dahulu, bila datang kepada beliau perkara yang menggembirakan, maka beliau sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. [HR. Abu Daud on. 2774. Hadis ini dinilai sebagai hadis Sahih oleh al-Albani]

Di antara contohnya adalah sujud beliau ketika mendengar berita, bahwa Hamadaan telah memeluk Islam melalui tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.

h) Dianjurkan bersedekah ketika bertobat sesuai dengan kemampuan, sebagaimana diceritakan dalam sikap Ka’b bin Malik radhiyallahu anhu di atas saat berbicara dengan Rasulullah ﷺ. Beliau radhiyallahu anhu ingin menyedekahkan seluruh hartanya, namun Rasulullah ﷺ menganjurkannya sedekah sepertiga hartanya saja, lalu beliau menahan bagian yang diperolehnya di Khaibar.

i) Dalam sikap Ka’b bin Malik radhiyallahu anhu saat menerima surat Raja Ghassan, lalu membakarnya juga respon beliau radhiyallahu anhu terhadap permintaan Raja Ghassan terdapat pesan mendalam bagi setiap insan yang beriman kepada Rabbnya. Keimanan beliau radhiyallahu anhu tidak goyah. Bahkan menganggap kedatangan surat itu sebagai musibah atau ujian. Dan sungguh ujian itu akan menyingkap keimanan orang-orang yang benar-benar beriman dan ikhlas dalam keimanannya.

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari kisah di atas, dan semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk orang-orang yang senantiasa berkata jujur.

Referensi:

• Sumber: Kisah-Kisah Nyata Tentang Nabi, Rasul, Sahabat, Tabi`in, Orang-orang Dulu dan Sekarang, karya Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi, penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. (alsofwah.or.id) https://kisahMuslim.com/849-karena-kejujuran-cobaan-berubah-menjadi-nikmat.html

https://almanhaj.or.id/6262-kisah-tobat-tiga-orang-sahabat-yang-tidak-ikut-dalam-perang-tabk.html

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp:
+61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat