Dahsyatnya puasa Senin Kamis dan manfaat yang diperoleh dari berpuasa Senin Kamis. Di antaranya adalah dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR. An Nasai no. 2362 dan Ibnu Majah no. 1739. All Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadis ini Hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih)

Usamah bin Zaid berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تَصُومُ حَتَّى لاَ تَكَادَ تُفْطِرُ وَتُفْطِرُ حَتَّى لاَ تَكَادَ أَنْ تَصُومَ إِلاَّ يَوْمَيْنِ إِنْ دَخَلاَ فِى صِيَامِكَ وَإِلاَّ صُمْتَهُمَا. قَالَ « أَىُّ يَوْمَيْنِ ». قُلْتُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ. قَالَ « ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ »

“Aku berkata pada Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Wahai Rasulullah, engkau terlihat berpuasa sampai-sampai dikira tidak ada waktu bagimu untuk tidak puasa. Engkau juga terlihat tidak puasa, sampai-sampai dikira engkau tidak pernah puasa. Kecuali dua hari yang engkau bertemu dengannya, dan berpuasa ketika itu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa dua hari tersebut?” Usamah menjawab, “Senin dan Kamis.” Lalu beliau bersabda: “Dua hari tersebut adalah waktu dihadapkannya amalan pada Rabb semesta alam (pada Allah). Aku sangat suka ketika amalanku dihadapkan, sedang aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ahmad 5: 201. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini Hasan).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada Senin dan Kamis. Maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini Hasan Ghorib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini Hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih Lighoirihi yaitu Shahih dilihat dari jalur lainnya).

 

Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab:

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus, atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim no. 1162)

Keutamaan Senin dan Kamis secara umum dijelaskan dalam hadis Abu Hurairah berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

“Pintu surga dibuka pada Senin dan Kamis. Setia hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang memiliki percekcokan (permusuhan) antara dirinya dan saudaranya. Nanti akan dikatakan pada mereka, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Muslim no. 2565).

Bagaimana Cara Niat Puasa Senin Kamis?

Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah:

لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah di hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)

Kita TIDAK DISUNNAHKAN MELAFADZHKAN NIAT. Alasannya, karena hal itu termasuk perkara yang TIDAK ADA landasannya. Melafadzkan niat sama sekali tidak ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak ada contohnhya dari para sahabat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak memerintahkan kepada salah seorang dari umatnya untuk melafadzkan niat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengajarkannya kepada salah seorang dari kaum Muslimin. Seandainya melafadzkan niat memang sudah dikenal di masa kenabian dan disyari’atkan, tentu akan diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, karena umat ketika itu melakukan ibadah siang dan malam. Pendapat yang menyatakan melafadzkan niat itu tidak ada tuntunannya, itulah pendapat yang lebih kuat.

Apakah Niat Puasa Senin Kamis Harus Dimulai Sejak Sebelum Subuh?

Berdasarkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari. Lalu beliau bertanya, “Apakah kamu memiliki makanan?” Kami jawab, ‘Tidak.’

Lalu beliau mengatakan, “Jika demikian, saya puasa saja.”

Sebagai contoh kasus: Ketika Senin, si A tidak ada keinginan untuk puasa. Sehingga dia tidak sahur. Namun sampai jam 7.00, dia belum mengonsumsi makanan maupun minuman apapun. Ketika melihat istrinya puasa, si A ingin puasa. Bolehkah si A puasa?

Jawab: Jika kita mengambil pendapat jumhur, si A boleh puasa, karena sejak Subuh dia belum mengonsumsi apapun.

Bolehkah Puasa Senin Saja atau Puasa Kamis Saja?

Para ulama menegaskan, puasa di dua hari ini BUKAN satu kesatuan. Artinya, orang boleh puasa Senin saja atau Kamis saja. Karena tidak ada perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dua hari itu harus dipasangkan. Demikian pula tidak ada larangan dari beliau untuk puasa Senin saja atau Kamis saja. Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi menjawab:

لا بأس يفرد الاثنين أو الخميس، فالمنهي عن إفراده الجمعة لقول النبي صلى الله عليه وسلم: “لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا يومها بصيام من بين الأيام” رواه مسلم

TIDAK MASALAH puasa Senin saja atau Kamis saja. Karena yang dilarang adalah puasa Jumat saja, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian khususkan malam Jumat dengan sholat tahajud sementara di malam-malam lain tidak. Dan jangan khususkan Jumat dengan puasa, sementara di hari-hari lainnya tidak puasa.” (HR. Muslim)

Bolehkah Niat Puasa Senin Kamis Digabungkan Dengan Puasa Sunah Lain?

Para ulama membahas masalah ini dalam kajian at-Tasyrik bin Niyat ‘Menggabungkan niat’. Batasannya, apa ada amal yang statusnya Laisa Maqsudan Li Dzatih, tidak harus ada wujud khusus, artinya dia hanya berstatus sebagai wasilah atau bisa digabungkan dengan yang lain, maka niatnya bisa digabungkan dengan amal lain yang sama.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan:

فجمع أكثر من نية في عمل واحد هو ما يعرف عند أهل العلم بمسألة التشريك، وحكمه أنه إذا كان في الوسائل أو مما يتداخل صح، وحصل المطلوب من العبادتين، كما لو اغتسل الجنب يوم الجمعة للجمعة ولرفع الجنابة فإن جنابته ترتفع ويحصل له ثواب غسل الجمعة

Menggabungkan beberapa niat ibadah dalam satu amal, dikenal para ulama dengan istilah ‘at-Tasyrik’. Hukumnya, jika amal itu terkait wasilah, atau bisa digabungkan, maka dia boleh digabungkan. Dan dia bisa mendapatkan dua ibadah.

 

Seperti orang yang mandi junub pada hari Jumat, untuk mandi Jumat dan sekaligus untuk menghilangkan hadats besarnya. Maka status hadats besar junubnya hilang, dan dia juga mendapatkan pahala mandi Jumat.

Selanjutnya, tim Fatwa Syabakah menyatakan:

فإذا تقرر هذا فاعلم أنه لا حرج في الجمع بين صيام الإثنين والخميس وبين أي صوم آخر، لأن الصوم يوم الإثنين والخميس إنما استحب لكونهما يومين ترفع فيهما الأعمال

Dengan memahami ini, Anda bisa menyatakan bahwa tidak masalah menggabungkan antara puasa Senin Kamis dengan puasa sunah lainnya. Puasa Senin Kamis dianjurkan, karena posisinya di dua hari yang menjadi waktu dilaporkannya amal kepada Allah. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103240).

Pahala Puasa Senin Kamis Tetap Mengalir Jika Tidak Berpuasa

Bagian ini untuk memotivasi kita agar istiqamah dalam menjalankan amal sunah. Ketika kita memiliki kebiasaan amalan sunah tertentu, baik bentuknya sholat, puasa, atau amal sunah lainnya, dan kita tidak bisa melakukannya karena udzur sakit atau safar, maka kita akan tetap mendapatkan pahala dari rutinitas amal sunah yang kita kerjakan.

Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seorang hamba itu sakit atau bepergian, maka dicatat untuknya (pahala) sebagaimana (pahala) amalnya yang pernah dia lakukan ketika di rumah atau ketika sehat.” (HR. Bukhari 2996).

Al Hafidz al-‘Aini mengatakan:

هذا فيمن كان يعمل طاعة فمنع منها، وكانت نيته لولا المانع أن يدوم عليها

“Hadis ini bercerita tentang orang yang terbiasa melakukan amal ketaatan kemudian terhalangi (tidak bisa) mengamalkannya karena udzur, sementara niatnya ingin tetap merutinkan amal tersebut seandainya tidak ada penghalang.” (Umdatul Qori, 14/247)

Dan itulah keistimewaan orang yang beriman. Pahala rutinitas amal baiknya diabadikan oleh Allah. Al Muhallab mengatakan:

 

“Hadis ini sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus.” (QS. At Tin:6)

Maksudnya mereka (orang-orang yang beriman) mendapatkan pahala ketika mereka sudah tua dan lemah, sesuai dengan amal yang dulu pernah mereka kerjakan ketika masih sehat, tanpa terputus. Oleh karena itu, setiap sakit yang menimpa, selain yang akut dan setiap kesulitan yang dialami ketika safar dan sebab lainnya, yang menghalangi seseorang untuk melakukan amal yang menjadi kebiasaannya, maka Allah telah memberikan kemurahannya dengan tetap memberikan pahala kepada orang yang tidak bisa melakukan amal tersebut karena kondisi yang dialaminya.” (Syarh Shaih Al Bukhari oleh Ibn Batthal, 3/146).

Untuk itu, carilah amal sunah yang ringan, yang memungkinkan untuk kita lakukan secara istiqamah sampai akhir hayat, selama fisik masih mampu menanggungnya. Karena amal yang istiqamah meskipun sedikit, lebih dicintai Allah, dari pada banyak namun hanya dilakukan sekali dua kali.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا ، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

“Wahai para manusia, beramal-lah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah amal yang paling rutin dikerjakan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari 5861)

 

http://www.ayat-kursi.com/2015/05/keutamaan-puasa-Senin-Kamis.html