بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
BAU MULUT ORANG BERPUASA LEBIH HARUM DARIPADA BAU MINYAK KASTURI
 
Nabi ﷺ bersabda:
 
وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
 
“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” [HR. Muslim no. 1151]
 
Seperti kita tahu bersama, bahwa bau mulut orang yang berpuasa, apalagi di siang hari sungguh tidak mengenakkan. Namun bau mulut seperti ini adalah bau yang menyenangkan di sisi Allah, karena bau ini dihasilkan dari amalan ketaatan, dan karena mengharap rida Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid pada Hari Kiamat nanti, warnanya adalah warna darah, namun baunya adalah bau minyak kasturi.
 
Harumnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah ini ada dua sebab:
 
Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah di dunia. Ketika di Akhirat, Allah pun akan menampakkan amalan puasa ini, sehingga makhluk pun tahu, bahwa dia adalah orang yang gemar berpuasa. Allah memberitahukan amalan puasa yang dia lakukan di hadapan manusia lainnya, karena dulu di dunia dia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang lain. Inilah bau mulut yang harum yang dinampakkan oleh Allah di Hari Kiamat nanti, karena amalan rahasia yang dia lakukan.
 
Barang siapa yang beribadah dan menaati Allah, selalu mengharap rida Allah di dunia melalui amalan yang dia lakukan, lalu muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak terasa enak bagi jiwa di dunia, maka bekas seperti ini tidaklah dibenci di sisi Allah. Bahkan bekas tersebut adalah sesuatu yang Allah cintai dan baik di sisi-Nya. Hal ini dikarenakan bekas yang tidak terasa enak tersebut muncul karena melakukan ketaatan dan mengharap rida Allah. Oleh karena itu, Allah pun membalasnya dengan memberikan bau harum pada mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk, walaupun bau tersebut tidak terasa enak di sisi makluk ketika di dunia.
 
Inilah yang akan diraih oleh seorang hamba yang melaksanakan amalan puasa yang wajib pada waktu Ramadan, maupun amalan puasa yang sunnah, dengan dilandasi keikhlasan dan selalu mengharap rida Allah.
 
Semoga Allah terus menguatkan kita untuk menjalani ibadah puasa dengan penuh ikhlas dan ittiba.
 
 
Referensi: Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H, hal. 268-290.
 
 
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
BAU MULUT ORANG BERPUASA LEBIH HARUM DARIPADA BAU MINYAK KASTURI