بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
ADAKAH SALAT HAJAT?

Mengenai Salat Hajat, dalam hal ini perlu didudukkan terlebih dahulu apa yang dimaksud hajat. Setelah itu kita baru bisa mengetahui, apakah salat tersebut disyariatkan atau tidak. Hal itu karena didapati sebagian ulama menetapkan adanya Salat Hajat, sedangkan yang lain meniadakannya, bahkan menganggapnya bidah. Selain itu, di kalangan sebagian ulama yang menetapkan atau yang membidahkan, maksud masing-masing mereka terhadap salat tersebut berbeda.
 
Penamaan Salat Hajat itu sendiri BUKAN dari Nabi ﷺ, tetapi dari para ulama. Sebagian mereka melihat sebuah hadis Sahih yang memuat anjuran untuk melakukan salat terkait dengan suatu kebutuhan atau hajat, mereka lalu menetapkan adanya salat itu, dan menyebutnya Salat Hajat. Adapun ulama lain melihat hadis lemah yang menganjurkan untuk salat terkait dengan sebuah hajat, mereka pun menyimpulkan Salat Hajat tidak ada, karena hadisnya lemah. Oleh karena itu, di sini akan disebutkan kedua-duanya.
 
Ulama yang MENETAPKAN ADANYA Salat Hajat di antaranya al-Mundziri dalam kitab beliau at-Targhib wat Tarhib. Lalu beliau menyebutkan hadis Utsman bin Hanif radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:
 
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اُدْعُ اللهَ أَنْ يُعَافِيْنِيْ، قَالَ: إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ وَإِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قَالَ: فَادْعُهُ، قَالَ: فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوْئَهُ وَيَدْعُوْهُ بِهَذَا الدُّعَاءِ: اَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّيْ فِيْ حَاجَتِيْ هَذِهِ لِتَقْضَى لِيْ اَللَّهُمَّ فَشَفَعْهُ فِيْ. قَالَ: فَفَعَلَ الرَّجُلُ فَبَرَأَ.
 
Dari Utsman bin Hunaif, bahwasanya ada seorang laki-laki buta yang pernah datang kepada Nabi ﷺ seraya berkata: “Berdoalah kepada Allah agar Dia menyembuhkanku!” Nabi ﷺ bersabda: “Jika engkau menginginkan demikian, saya akan doakan. Tetapi jika engkau mau bersabar, itu lebih baik bagimu.” Lelaki itu menjawab, “Berdoalah!” Maka Nabi ﷺ memerintahkannya supaya berwudhu dengan sempurna, dan salat dua rakaat, lalu berdoa dengan doa ini:
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu, Nabi rahmat. Sesungguhnya aku menghadap kepada Rabbku denganmu, dalam kebutuhanku ini agar ditunaikan. Ya Allah, terimalah syafaatnya untukku’. Dia berkata: “Lelaki itu kemudian mengerjakan (saran Nabi ﷺ) lantas dia menjadi sembuh.”
 
Takhrij hadis:
Sahih. Diriwayatkan Ahmad dalam Musnad-nya, 4:138, Tirmidzi:3578, Ibnu Majah:1384, Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya:1219, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, 3:2, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak:1221.
 
Tirmidzi berkata, “Hadis ini Hasan Sahih Gharib.” Abu Ishaq berkata, “Hadis ini Sahih.” Al-Hakim berkata, “Sanadnya Sahih,” dan hal ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Syekh Al-Albani juga menilai bahwa hadis ini Sahih, dalam buku beliau At-Tawassul, hlm. 75–76.
 
Sebagian ulama lagi menetapkan adanya Salat Hajat, tetapi maksudnya adalah Salat Istikharah. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:
“Hadis Salat Istikharah, disebut juga Salat Hajat, karena Istikharah adalah dalam hal kebutuhan yang sedang dialami seseorang. Sehingga disyariatkan bagi seseorang untuk melakukan salat dua rakaat dan memanjatkan doa Istikharah dalam hal itu.”
 
Beliau rahimahullah juga menyebut Salat Tobat dengan Salat Hajat. [Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 25/165]
 
Adapun ulama yang MENIADAKAN Salat Hajat, mereka memaksudkan seperti yang terdapat dalam Hadis Dhaif berikut ini:
Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:
 
مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ ثُمَّ لْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لْيُثْنِ عَلَى اللهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ n ثُمَّ لْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
 
“Barang siapa yang mempunyai kebutuhan kepada Allah atau kepada seseorang dari Bani Adam, maka berwudhulah, dan perbaikilah wudhunya, kemudian salatlah dua rakaat. Lalu hendaklah ia memuji Allah ﷻ dan bersalawat kepada Nabi ﷺ, dan mengucapkan (doa di atas): ‘Tidak ada Sesembahan yang benar melainkan Allah yang Maha Penyantun dan Maha Mulia. Maha Suci Allah Rabb Arsy yang agung, segala puji millik Allah Rabb sekalian alam. Aku memohon kepada-Mu hal-hal yang menyebabkan datangnya rahmat-Mu, dan yang menyebabkan ampunan-Mu, serta keuntungan dari setiap kebaikan dan keselamatan dari segala dosa. Janganlah Engkau tinggalkan pada diriku dosa, kecuali Engkau ampuni, kegundahan melainkan Engkau berikan jalan keluarnya, tidak pula suatu kebutuhan yang Engkau ridai, melainkan Engkau penuhi, wahai Yang Maha Penyayang di antara penyayang’.” [HR. at-Tirmidzi no. 479, Ibnu Majah no. 1384, dan yang lainnya]
 
Hadis ini TIDAK bisa dijadikan hujjah. At-Tirmidzi sendiri mengatakan setelah meriwayatkan hadis ini, “Hadis ini Gharib (Dalam beberapa cetakan Sunan at-Tirmidzi disebutkan, “Hasan Gharib.” Namun, Ahmad Syakir menyalahkan penyebutan ‘Hasan’ tersebut, karena pada semua manuskrip lama tidak terdapat kata tersebut, kecuali hanya satu manuskrip). Dalam sanadnya ada pembicaraan, dan Faid bin Abdurrahman dilemahkan dalam hadis.”
 
Para ulama pun mencela perawi tersebut (Faid bin Abdurrahman).
Al-Imam al-Bukhari mengatakan: “Mungkarul Hadis (hadisnya mungkar).”
Al-Imam Ahmad mengatakan: “Matrukul Hadis (hadisnya ditinggalkan).”
Adz-Dzahabi mengatakan: “Tarakuhu (Para ulama meninggalkannya).”
Adapun Ibnu Hajar mengatakan: “Martrukun Ittahamuhu (Dia ditinggalkan hadisnya, para ulama menuduhnya sebagai pendusta).”
 
Atas dasar itu, asy-Syaikh al-Albani mengatakan bahwa derajat hadis ini Dhaifun Jiddan (Lemah Sekali).
Dari kelemahan hadis itulah sebagian ulama meniadakan Salat Hajat, yakni yang dilakukan dengan cara semacam itu. Wallahu a’lam.
 
Dewan Fatwa Saudi Arabia atau al-Lajnah ad-Daimah menyebutkan:
“Adapun yang disebut Salat Hajat, telah datang hadis yang Dhaif dan Mungkar. Sebatas pengetahuan kami, TIDAK bisa dijadikan hujjah, dan TIDAK bisa dibangun amalan di atas hadis-hadis tersebut.” [Ditandatangani oleh Ketua: Abdul Aziz bin Baz, Wakil: Abdurrazzaq Afifi, Anggota: Abdullah bin Qu’ud dan al-Ghudayyan, 1/161]
Demikian pula asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan:
“Salat Hajat tidak ada dalilnya yang sahih dari Nabi ﷺ. Akan tetapi diriwayatkan bahwa apabila Nabi ﷺ menghadapi suatu masalah yang menyulitkannya, beliau ﷺ segera menuju salat, karena Allah berfirman:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (QS. al-Baqarah: 45) [Fatawa Nurun ‘ala ad-Darb]
 
Demikian juga hadis:
 
كَانَ النَّبِيُّ n إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى
 
“Apabila Nabi ﷺ menghadapi suatu masalah yang menyulitkan beliau, beliau melakukan salat.” [HR. Ahmad dan Abu Dawud. Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Hasan.”]
 
Perhatian:
Dalam buku-buku mazhab terdahulu juga dibahas Salat Hajat, dengan tata cara pelaksanaan yang bermacam-macam, terutama jumlah rakaatnya. Akan tetapi semuanya tidak didasari oleh hadis-hadis yang Sahih.
Wallahu a’lam.
 
 
Sumber:
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:

ADAKAH SALAT HAJAT?