بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
WAJIB TUMAKNINAH DALAM ITIDAL HINGGA PUNGGUNG LURUS
>> Fikih Itidal dalam Salat
Itidal setelah bangkit dari rukuk adalah salah satu Rukun Salat. Dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu yang dikenal dengan hadis al Musi’u Salatuhu, yaitu tentang seorang sahabat yang belum paham cara salat, hingga Nabi ﷺ mengajarkan bagaimana cara salat yang benar dan sah. Nabi ﷺ bersabda kepadanya:
ثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا
“… lalu rukuk dengan tumakninah, kemudian angkat badanmu hingga lurus.” [HR. Bukhari 757, Muslim 397]
Dalam riwayat lain:
ثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ راكعًا ، ثم ارْفَعْ حتى تَعْتَدِلَ قائمًا
“… kemudian rukuk sampai tumakninah dalam rukuknya, kemudian mengangkat badannya sampai berdiri lurus.” [HR. Bukhari no. 793, Muslim no. 397]
Wajib Tumakninah dalam Itidal Hingga Punggung Lurus
Itidal adalah gerakan mengangkat badan setelah dari rukuk hingga berdiri kembali dengan punggung dalam keadaan lurus. Dalam hadis Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:
فإِذا رفَع رأسه استوى قائماً حتى يعود كلّ فقار مكانه
“Ketika Nabi ﷺ mengangkat kepalanya (dari rukuk) untuk berdiri, hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula.” [HR. Bukhari no. 828]
Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ mencela orang yang tidak melakukan Itidal sampai lurus punggungnya padahal ia mampu, baik karena terlalu cepat salatnya, terburu-buru, atau karena kurang perhatian dalam urusan salatnya. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
إن الله لا ينظرُ يوم القيامة إلى مَن لا يقيم صُلبَه بين ركوعه وسجودِه
“Sesungguhnya di Hari Kiamat Allah tidak akan memandang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud.” [HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624, Ath Thabrani dalam Al Ausath no.5991. Disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadis Sahihah no. 2536]
Dari ‘Ali bin Syaiban radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:
خرَجنا حتى قدِمنا على رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، فبايَعناهُ وصلَّينا خلفَهُ ، فلَمحَ بمؤخَّرِ عينِهِ رجلًا ، لا يقيمُ صلاتَهُ ، – يعني صلبَهُ – في الرُّكوعِ والسُّجودِ ، فلمَّا قضى النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الصَّلاةَ ، قالَ : يا معشرَ المسلِمينَ لا صلاةَ لمن لا يقيمُ صلبَهُ في الرُّكوعِ والسُّجودِ
“Kami melakukan perjalanan hingga bertemu Rasulullah ﷺ. Kemudian kami berbaiat kepada beliau, lalu salat bersama beliau. Ketika salat, beliau melirik kepada seseorang yang tidak meluruskan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud. Ketika beliau selesai salat, beliau ﷺ bersabda: ‘Wahai kaum Muslimin, tidak ada salat bagi orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di dalam rukuk dan sujud.‘” [HR. Ibnu Majah no. 718, disahihkan Al Albani dalam Sahih Ibni Majah).
Dalam riwayat lain, dari Abu Mas’ud Al Badri radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
لا تُجْزِىءُ صلاةٌ لا يُقيم ُالرجلُ فيها يعني : صُلْبَهُ في الركوعِ والسجودِ
“Tidak sah salat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud.” [HR. Tirmidzi no. 265, Abu Daud no. 855, At Tirmidzi mengatakan: “Hasan Sahih”]
Ibnul Qayyim rahimahullah setelah membawakan riwayat Abu Mas’ud ini, beliau mengatakan:
هذا نص صريح في أن الرفع من الركوع وبين السجود الاعتدال فيه والطمأنينة فيه ركن لا تصح الصلاة إلا به
“Hadis ini adalah dalil tegas, bahwa meluruskan punggung dan tumakninah dalam Itidal itu adalah rukun dalam salat. Tidak sah salat kecuali harus demikian.” [Ash Salatu wa Ahkamu Tarikiha, 1/122]
Mengangkat Tangan Ketika Bangun dari Rukuk
Dalil-dalil mengenai disyariatkannya Raf’ul Yadain (Mengangkat Tangan) dalam hal ini sangat banyak. Di antara dalilnya hadis dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
أنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع
“Nabi ﷺ biasanya ketika memulai salat, ketika takbir untuk rukuk dan ketika mengangkat kepala setelah rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya.” [HR. Bukhari no.735]
Juga hadis dari Malik bin Huwairits radhiallahu’anhu:
إذا صلَّى كبَّر ورفَع يدَيهِ، وإذا أراد أن يركَع رفَع يدَيهِ، وإذا رفَع رأسَه من الرُّكوعِ رفَع يدَيهِ
“Nabi ﷺ ketika salat beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Ketika hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya. Dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengangkat kedua tangannya.” [HR. Al Bukhari, 737]
Namun mengangkat tangan ini juga tidak sampai wajib hukumnya, karena sebagian sahabat Nabi terkadang meninggalkannya. Di antaranya Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, yang meriwayatkan hadis tentang Raf’ul Yadain, beliau terkadang meninggalkannya. Dari Mujahid ia berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمْ يَكُنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِلَّا فِي التَّكْبِيرَةِ الْأُولَى مِنَ الصَّلَاةِ
“Aku pernah salat bermakmum pada Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma. Ia tidak pernah mengangkat kedua tangannya, kecuali pada takbir yang pertama dalam salat (Takbiratul Ihram)” [HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, 1357, dengan sanad yang Sahih).
Pembahasan lengkap mengenai hal ini silakan simak kembali artikel “Sifat Takbir Intiqal Dalam Salat.” (https://muslim.or.id/26470-sifat-takbir-intiqal-dalam-shalat.html)
Membaca Tasmi Ketika Bangun dari Rukuk
Dalam rukuk ada bacaan Tasmi, yaitu mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah (artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya”). Dan ada bacaan Tahmid, yaitu mengucapkan: Robbana walakal hamdu (artinya: “Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”).
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
إِنّما جُعل الإِمام ليؤتمّ به، فإِذا كبّر فكبِّروا، وإِذا سجد فاسجدوا، وإِذا رفع فارفعوا، وإِذا قال: سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربّنا ولك الحمد، وإِذا صلّى قاعداً فصلّوا قعوداً أجمعُون
“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah. Jika ia sujud, maka sujudlah. Jika ia bangun (dari rukuk atau sujud), maka bangunlah. Jika ia mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah: Robbana walakal hamdu. Jika ia salat duduk, maka salatlah kalian sambil duduk semuanya.” [HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411]
Dalam hadis ini disebutkan dua bacaan, yaitu Tasmi (Sami’allahu liman hamidah) dan Tahmid (Robbana walakal hamdu). Di sini ulama berselisih pendapat mengenai hukum Tasmi dan Tahmid menjadi dua pendapat
Pendapat pertama: Ulama Hambali berpendapat, bahwa Tasmi dan Tahmid hukumnya wajib bagi imam dan munfarid. Namun bagi makmum hanya wajib Tahmid saja.
Pendapat kedua: Jumhur Ulama berpendapat, bahwa Tasmi dan Tahmid hukumnya sunnah. Namun mereka berbeda pendapat mengenai rinciannya:
Ulama Malikiyah dan Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa imam hanya disunnahkan membaca Tasmi dan tidak perlu membaca Tahmid. Sedangkan makmum disunnahkan membaca Tahmid saja dan tidak perlu membaca Tasmi. Dan munfarid disunnahkan membaca keduanya.
Abu Yusuf Al Hanafi dan juga satu riwayat pendapat dari Abu Hanifah mengatakan, imam dan munfarid disunnahkan membaca Tasmi dan Tahmid sekaligus. Dan makmum hanya disunnahkan membaca Tasmi saja.
Ulama Syafi’iyyah berpendapat, bahwa imam, makmum, dan munfarid disunnahkan membaca Tasmi dan Tahmid [Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 27/92-94]
Wallahu a’lam, yang rajih adalah pendapat pertama, yaitu Tasmi dan Tahmid hukumnya wajib bagi imam dan munfarid, dan makmum hanya wajib Tahmid. Inilah pendapat yang dikuatkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
Berdasarkan hadis dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
إنَّها لا تتمُّ صلاةُ أحدِكم حتَّى يُسبِغَ الوضوءَ كما أمَره اللهُ
“Tidak sempurnah salat seseorang hingga ia menyempurnakan wudhunya, sebagaimana diperintahkan oleh Allah…”
Lalu dalam hadis yang panjang ini disebutkan:
ثم يُكبِّرُ ويركَعُ حتَّى تطمئِنَّ مفاصِلُه وتسترخيَ ثم يقولُ: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه
“Kemudian bertakbir dan rukuk sampai tumakninah, kemudian meluruskan badannya sambil mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah.” [HR. Abu Daud no. 857, disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Daud]
Maka hadis ini menunjukkan wajibnya ucapan Tasmi, tidak sempurna salat tanpanya.
Juga berdasarkan hadis Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:
ان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قامَ إلى الصَّلاةِ يُكبِّرُ حينَ يقومُ، ثم يُكبِّرُ حينَ يركَعُ، ثم يقولُ: سمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَه، حين يرفَعُ صُلْبَه مِن الرُّكوعِ، ثم يقولُ وهو قائمٌ: ربَّنا ولك الحمدُ
“Rasulullah ﷺ ketika berdiri untuk salat, beliau bertakbir ketika berdiri, dan bertakbir ketika rukuk, kemudian mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah. Kemudian bangun dari rukuk hingga meluruskan tulang sulbinya, kemudian mengucapkan: Robbana walakal hamdu” [HR. Bukhari no. 789, Muslim 392]
Maka hadis ini tegas menunjukkan, bahwa imam dan munfarid membaca Tasmi dan Tahmid, karena Nabi ﷺ bersabda:
صلُّوا كما رأيتموني أُصلِّي
“Salatlah sebagaimana kalian melihatku salat.” [HR. Bukhari no. 631]
Adapun mengenai makmum, maka yang wajib hanya mengucapkan Tahmid, berdasarkan zahir hadis Anas bin Malik di atas:
وإِذا قال: سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربّنا ولك الحمد
“Jika ia (imam) mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah: Robbana walakal hamdu.” [HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411]
Lafal-lafal Tahmid
Pertama: Robbana walakal hamdu
Sebagaimana dalam hadis Anas bin Malik dan Abu Hurairah di atas.
Kedua: Robbana lakal hamdu
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:
إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال: إذا قال الإمامُ: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا: ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه
“Rasulullah ﷺ bersabda: Jika imam mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah: Robbana lakal hamdu. Barang siapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu.” [HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409]
Ketiga: Allahumma Robbana lakal hamdu
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:
إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال: إذا قال الإمامُ: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا: اللهمَّ ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه
“Rasulullah ﷺ bersabda: Jika imam mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah: Allahumma Robbana lakal hamdu. Barang siapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu” [HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409]
Keempat: Allahumma Robbana walakal hamdu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan:
ان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قال: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال: اللهمَّ ربَّنا ولك الحمدُ، وكان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا ركَع، وإذا رفَع رأسَه يُكبِّرُ، وإذا قام مِن السَّجدتينِ قال: اللهُ أكبَرُ
“Rasulullah ﷺ jika mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah, maka beliau mengucapkan: Allahumma Robbana walakal hamdu. Dan beliau jika rukuk dan mengangkat kepalanya, beliau bertakbir. Dan ketika bangun dari dua sujudnya, beliau mengucapkan: Allahu Akbar” [HR. Bukhari no. 795, Muslim no. 392]
Tambahan doa dalam Tahmid
Dianjurkan juga ketika Itidal untuk membaca doa tambahan setelah membaca Tahmid. Ada beberapa doa tambahan setelah Tahmid yang sahih dari Nabi ﷺ:
Pertama: Dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu:
كنَّا يومًا نُصلِّي وراءَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا رفَع رأسَه من الرَّكعةِ، قال: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال رجلٌ وراءَه: ربَّنا ولك الحمدُ حمدًا كثيرًا طيِّبًا مبارَكًا فيه، فلمَّا انصرَف، قال: مَنِ المتكلِّمُ؟ قال: أنا، قال: رأيتُ بِضعَةً وثلاثينَ مَلَكًا يبتَدِرونها، أيُّهم يكتبُها أولُ
“Kami dahulu salat bermakmum kepada Nabi ﷺ. Ketika beliau mengangkat kepada dari rukuk, beliau mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah. Kemudian orang yang ada di belakang beliau mengucapkan: Robbanaa walakal hamdu, hamdan katsiiron mubaarokan fiihi (Segala puji hanya bagi-Mu yaa Rabb. Pujian yang banyak, yang baik, lagi penuh keberkahan).
Ketika selesai salat Nabi bertanya: ‘Siapa yang mengucapkan doa tadi?’
Lelaki tadi menjawab: ‘Saya.’
Nabi ﷺ bersabda: ‘Aku tadi melihat tiga puluh lebih malaikat berebut untuk saling berusaha terlebih dahulu menulis amalan tersebut’.” [HR. Bukhari no. 799]
Kedua: Dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu’anhu, ia berkata:
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، إذا رفَعَ ظهرَه مِن الرُّكوعِ، قال: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، اللهمَّ ربَّنا لك الحمدُ، مِلْءَ السَّمواتِ، ومِلْءَ الأرضِ، ومِلْءَ ما شِئتَ مِن شيءٍ بعدُ
“Biasanya Rasulullah ﷺ jika mengangkat punggungnya dari rukuk, beliau mengucapkan: Sami’allohu liman hamidah Allohumma Robbanaa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du (Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Allah segala puji bagi-Mu, pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau inginkan lebih dari itu semua).” [HR. Muslim no. 476]
Ketiga: Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, ia berkata:
ان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا رفَع رأسَه مِن الرُّكوعِ قال: ربَّنا لك الحمدُ، مِلْءَ السَّمواتِ والأرضِ، ومِلْءَ ما شِئتَ مِن شيءٍ بعدُ، أهلَ الثَّناءِ والمجدِ، أحقُّ ما قال العبدُ، وكلُّنا لك عبدٌ، اللهمَّ لا مانعَ لِما أعطَيتَ، ولا مُعطيَ لِما منَعتَ، ولا ينفَعُ ذا الجَدِّ منك الجَدُّ
“Biasanya Rasulullah ﷺ jika mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau mengucapkan: Sami’allohu liman hamidah Allohumma Robbanaa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du, ahlats tsaa-i wal majdi, ahaqqu maa qoolal ‘abdu, wa kulluna laka ‘abdun, Alloohumma laa maani’a limaa a’thoyta, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu (Allah mendengar orang yang memujinya. Ya Allah segala puji bagiMu, pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau inginkan lebih dari itu semua, wahai Zat yang memiliki semua pujian dan kebaikan. Demikianlah yang paling berhak diucapkan oleh setiap hamba. Dan setiap kami adalah hamba-Mu. Ya Allah tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan. Dan tidak ada yang bisa memberikan apa yang Engkau halangi. Dan segala daya upaya tidak bermanfaat kecuali dengan izin-Mu. Seluruh kekuatan hanya milik-Mu)” [HR. Muslim no. 477]
Keutamaan Tasmi dan Tahmid dalam Salat
Terdapat keutamaan khusus bagi orang yang mengucapkan Tahmid ketika Itidal. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:
إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال: إذا قال الإمامُ: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا: ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه
“Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Jika imam mengucapkan: Sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah: Robbana lakal hamdu. Barang siapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu’.” [HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409]
Al Khathabi rahimahullah menjelaskan:
هذا دلالة على أن الملائكة يقولون مع المصلي هذا القول ويستغفرون ويحضرون بالدعاء والذكر
“Hadis ini adalah dalil, bahwa malaikat mengucapkan ucapan tersebut bersamaan dengan pengucapan orang yang salat. Dan mereka memintakan ampunan serta hadir di sana, untuk berdoa dan berzikir.” [Ma’alimus Sunan, 1/209]
Dan maksud dari “Bersesuaian dengan ucapan malaikat” adalah Tahmid diucapkan setelah imam mengucapkan Tasmi. Ali Al Qari menjelaskan:
(من وافق قوله) وهو قوله: ربنا لك الحمد، بعد قول الإمام: سمع الله لمن حمده،. (قول الملائكة) أي في الزمان. (غفر له ما تقدم من ذنبه) أي من الصغائر
“Barang siapa yang ucapannya tersebut (Robbana lakal hamdu) diucapkan setelah imam mengucapkan Sami’allahu liman hamidah bersesuaian dengan ucapan malaikat dari sisi waktu pengucapannya, maka akan diampuni dosa-dosanya telah lalu, yaitu dosa-dosa kecil.” [Mirqatul Mafatih, 3/190]
Demikian pembahasan ringkas mengenai fikih Itidal. Semoga bermanfaat.
Penulis: Yulian Purnama
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
WAJIB TUMAKNINAH DALAM ITIDAL HINGGA PUNGGUNG LURUS
Leave A Comment