بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

TRADISI KELIRU DI BULAN SYAKBAN

Di antara ritual-ritual tersebut adalah:

1. Ruwahan

Ruwahan berasal dari kata “ruwah”, merupakan bulan urutan ke tujuh dalam kalender Jawa dan berbarengan dengan bulan Syakban tahun Hijriyyah. Sehingga bulan Syakban pun dikenal juga oleh sebagian masyarakat, khususnya di daerah Sunda dan Jawa, dengan Bulan Ruwah.

Kata “ruwah” sendiri memiliki arti “arwah”, atau roh para leluhur dan nenek moyang. Ruwahan sendiri bukan dari ajaran Islam, akan tetapi berasal dari Hindu. Lalu ritual Ruwahan tersebut di adopsi ke dalam agama Islam, berupa kebiasaan kirim doa kepada kerabat yang sudah meninggal dunia dengan mengadakan Tahlilan atau Yasinan, dan mengundang tetangga kanan kiri yang pulangnya mereka diberi “berkat” sebagai simbol rasa terima kasih.

2. Nyadran

Nyadran adalah ziarah kubur untuk mengingatkan manusia kepada asal-usulnya, yaitu para leluhur. Nyadran diawali dengan membersihkah makam dan sekitarnya dari rerumputan liar dan sampah, lalu membacakan Tahlil dan Yasin.

Nyadran sendiri berasal dari kata “sradha”, yang konon merupakan tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit. Pada zaman itu Kanjeng Ratu ingin melakukan doa kepada sang ibunda Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang telah diperabukan di Candi Jabo. Untuk keperluan itu dipersiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Sepeninggal Ratu Tribuana Tunggadewi, tradisi ini dilanjutkan juga oleh Prabu Hayam Wuruk. Lalu sampai akhirnya di bumbui diramu dan di campurkan dengan ajaran Islam, dan di lestarikan sampai sekarang.

Ziarah kubur adalah ibadah yang sangat di syariatkan. Akan tetapi menetapkan lebih utama di bulan Syakban butuh kepada dalil khusus, sementara dalilnya dalam masalah ini tidak ada.

3. Mengkhususkan salat dan puasa pada malam Nisfu Syakban.

Sebagian orang beralasan dengan hadis palsu:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا، وَصُومُوا نَهَارَهَا

“Apabila berada pada malam Nisfu Syakban, maka salatlah malam harinya, dan puasalah siang harinya.” [HR Ibnu Majah:1388]

Hadis ini palsu, sebagaimana penjelasan Al-Bushiri, bahwa di dalam sanadnya ada Ibnu Abi Sabrah yang nama aslinya Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Abi Sabrah.

Imam Ahmad dan Imam Ibnu Ma’in menyatakan: “Ia telah membuat hadis palsu.” [Zawaaid Ibnu Majah 2/10, lihat Bida’ Wa Akhtho’ Tata’alaqu Bil Ayyam Was Syuhur hal. 352]

Maka, dalam hal ini bukan masalah salatnya atau puasanya yang tercela, tapi penetapan keutamaannya yang dilakukan pada malam Nisfu Syakban yang butuh kepada dalil khusus, sementara dalil-dalil dalam pengkhususan malam Nisfu Syakban untuk beribadah tertentu tidak ada yang sahih.

Seperti misalnya malam Jumat itu waktu yang utama, akan tetapi Rasulullah ﷺ melarang mengkhususkannya untuk beribadah tertentu. Beliau ﷺ bersabda:

لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ

“Janganlah mengkhususkan malam Jumat dari malam lainnya untuk salat, dan janganlah mengkhususkan hari Jumat dari hari lainnya untuk berpuasa.” [HR. Muslim 1144]

Di dalam kaidah tentang bidah disebutkan:

كُلُّ عِبَادَةٍ مُطْلَقَةٍ ثَبَتَتْ فِيْ الشَّرْعِ بِدَلِيْلٍ عَامٍ؛ فَإِنَّ تَقْيِيْدَ إِطْلَاقِ هَذِهِ الْعِبَادَةِ بِزَمَانٍ أَوْ مَكَانٍ مُعَيَّنٍ أَوْ نَحْوِهِمَا بِحَيْثُ يُوْهِمُ هَذَا التَّقْيِيْدَ أَنَّهُ مَقْصُوْدٌ شَرْعًا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ الْعَامُ عَلَى هَذَا التَّقْيِيْدِ فَهُوَ بِدْعَةٌ

“Setiap ibadah mutlak yang disyariatkan berdasarkan dalil umum, maka pengkhususan yang umum tadi dengan waktu atau tempat yang khusus atau pengkhususan lainnya, dianggap bahwa pengkhususan tadi ada dalam syariat, namun sebenarnya tidak ditunjukkan dalam dalil yang umum, maka pengkhususan tersebut adalah bidah.” [Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal.116]

Adapun Hadis Abu Musa Al-Asy’ari ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

“Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nisfu Syakban, kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” [HR. Ibnu Majah 1390, disahihkan oleh syaikh Al Albani rahimahullah, lihat As Silsilah As Sahihah 1144, Sahihul Jaami’ 1819]

Hadis ini menunjukkan, bahwa di antara sebab meraih keutamaan malam Nisfu Syakban yaitu ampunan Allah ﷻ dengan menjauhi permusuhan, kedengkian, hasad, bersihkan hati, cintailah saudaranya dari kaum Muslimin. Hadis ini tidak bisa dijadikan dalil bolehnya mengkhususkan ibadah tertentu di malam Nisfu Syakban.

Dalam masalah ini Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafi’I rahimahullah berkata:

وأما الصَّلَاةِ الْمَخْصُوصَةِ لَيْلَتهَا ليلة النصف وَقَدْ عَلِمْت أَنَّهَا بِدْعَةٌ قَبِيحَةٌ مَذْمُومَةٌ يُمْنَعُ مِنْهَا فَاعِلُهَا، وَإِنْ جَاءَ أَنَّ التَّابِعِينَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ كَمَكْحُولٍ وَخَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانَ وَغَيْرِهِمْ يُعَظِّمُونَهَا وَيَجْتَهِدُونَ فِيهَا بِالْعِبَادَةِ، وَعَنْهُمْ أَخَذَ النَّاسُ مَا ابْتَدَعُوهُ فِيهَا وَلَمْ يَسْتَنِدُوا فِي ذَلِكَ لِدَلِيلٍ صَحِيحٍ وَمِنْ ثَمَّ قِيلَ أَنَّهُمْ إنَّمَا اسْتَنَدُوا بِآثَارٍ إسْرَائِيلِيَّةٍ وَمِنْ ثَمَّ أَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ أَكْثَرُ عُلَمَاء الْحِجَازِ كَعَطَاءٍ وَابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ وَفُقَهَاء الْمَدِينَة وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ قَالُوا: وَذَلِكَ كُلُّهُ بِدْعَةٌ؛ إذْ لَمْ يَثْبُت فِيهَا شَيْءٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ

“Adapun mengkhususkan salat tertentu pada malam Nisfu Syakban, sebagaimana telah diketahui bahwasanya ia adalah bidah yang buruk lagi tercela, dilarang untuk melakukannya walaupun ada di antara para tabi’in dari negeri Syam seperti Makhul, Khalid bin Ma’dan, dan Luqman dan lain-lain mengagungkan malam Nisfu Syakban, dan bersungguh-sungguh beribadah padanya. Dari merekalah manusia mengambil alasan mereka untuk melakukan bidah mereka pada malam tersebut, sementara tidak ada dalil.

Dari sanalah dikatakan, kalau sandaran mereka berasal dari riwayat israiliyat (cerita dari ahlil kitab), sehingga karena itupulalah para ulama Hijaz seperti ‘Atho, Ibnu Mulaikah, dan para ulama Ahli Fikih Madinah, demikian juga perkataan para pengikut Madzhab Syafi’I, Malik dan yang selain mereka mengingkarinya, mereka mengatakan bahwa semua itu adalah bidah, karena tidak ada dalil yang sahih datang dari Nabi ﷺ, atau seorang pun dari para Sahabat Rasulullah ﷺ.” [Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra 2/80]

4. Melakukan Salat Alfiyah atau Salat Baroah

Yaitu salat 100 rakaat di malam Nisfu Syakban. Di setiap rakaatnya membaca Qul Huwallahu Ahad sepuluh kali. Maka dinamakanlah Salat Alfiyah (seribu), karena bacaan Qulhunya sebanyak seribu kali dalam seratus rakaat.

Cukuplah penjelasan Imam An Nawawi rahimahullah:
“Seorang ulama besar dari kalangan ulama yang bermadzhab Syafi’i tentang apa hukum melakukan Salat Alfiyah ini, beliau rahimahullah berkata:

الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذَكَرِهِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ وَلَا بِالْحَدِيثِ الْمَذْكُورِ فِيهِمَا فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ بَاطِلٌ

“Salat yang dikenal dengan Salat Raghaaib yaitu salat 12 rakaat dilakukan antara Maghrib dan Isya di malam Jumat pertama di bulan Rajab, dan juga salat di malam Nisfu Syakban sebanyak 100 rakaat (Salat Alfiyyah), maka kedua salat ini adalah bidah yang munkar lagi buruk. Jangan tertipu dengan disebutkannya kedua salat ini di kitab Qutul Qulub dan kitab Ihya Ulumuddin. Jangan pula tertipu kalau kedua salat ini ada hadisnya karena semua hadis-hadis tersebut adalah batil.” [Al-Majmu’ Syarah Al Muhadzab, An Nawawi 3/506, lihat juga Al-Baa’its, Ibnu Syaamah, hal. 124-138]

5. Mengkhususkan sedekah dan membuat makanan di bulan Syakban, khususnya di malam Nisfu Syakban

Sampai-sampai di sebagian daerah di Jawa mengharuskan makanan yang khusus yang dikaitkan dengan simbol-simbol tertentu dalam rangka untuk lebih memaknai suatu ibadahnya. Mereka saling kirim makanan dengan tiga sajian makanan, yakni ketan, kolak, dan apem.

Makna dari ketiga makanan itu adalah:
• Ketan yang lengket merupakan simbol mengeratkan tali silaturahmi,
• Kolak yang manis bersantan mengajak persaudaraan bisa lebih ‘dewasa’ dan berkah penuh kemanisan, dan
• Apem berarti jika ada yang salah, maka sekiranya bisa saling memaafkan.

Syaikh Bakar Abu Zaid rahimahullah berkata:

لاَ يُعْرَفُ فِيْ السُّنَّةِ إِثْبَاتُ فَضْلٍ لِشَهْرِ شَعْبَانَ إِلَّا مَا ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِكْثَارِ الصِّيَامِ فِيْهِ وَأَمَا حَدِيْثُ : فَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كِفَضْلِيْ عَلَى سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ فَهُوَ مَوْضُوْعٌ

“Tidak dikenal di dalam Sunnah penetapan keutamaan bulan Syakban, kecuali apa yang telah Sahih datang dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau memerbanyak melakukan puasa sunnah di bulan tersebut. Adapun hadis yang berbunyi: “Keutamaan bulan Syakban dibandingkan dengan bulan lainnya seperti keutamaan aku dibandingkan dengan seluruh para nabi” adalah hadis yang palsu.” [Mu’jamul Manahil Lafdziyyah, Syaikh Bakar Abu Zaid, hal. 316]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Ditulis oleh Ustadz Abu Gozie As Sundawie hafidzhahullah

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat