بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

TIGA INDUK IBADAH, NASIHAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA

Ada tiga induk ibadah yang diwasiatkan Luqman pada anaknya yaitu:
(a) Salat,
(b) Amar makruf dan nahi mungkar,
(c) Bersabar.
Inilah nasihat berharga dari Luqman kepada anaknya. Semoga wasiat ini bisa dicontoh pula oleh setiap orang tua.

Allah ﷻ berfirman:

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [QS. Luqman: 17]

Ayat ini menerangkan mengenai urgensi salat, pentingnya amar makruf nahi mungkar, dan perintah untuk bersabar terhadap gangguan atau musibah. Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, mengapa sampai tiga ibadah ini yang menjadi wasiat untuk anaknya. Yaitu karena tiga ibadah ini adalah induknya ibadah dan landasan seluruh kebaikan. Karena di akhir ayat ini disebutkan:

إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [Lihat Fathul Qodir, 5: 489]

Perintah Salat, Ajakan yang Mulia

Dalam ayat di atas, Luqman berwasiat kepada anaknya untuk menunaikan salat. Yang dimaksud adalah menunaikan salat dengan memerhatikan batasan, kewajiban, dan waktunya [Lihat Tafsir Alquran Al ‘Azhim, 11: 56]

Wasiat Luqman ini menunjukkan, bahwa ajakan salat pada anak adalah wasiat yang utama dan amat berharga. Rasul kita ﷺ pun menasihatkan demikian. Bahkan sejak umur 7 tahun, anak seharusnya sudah diajak untuk salat. Rasulullah ﷺ bersabda:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ

“Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun namun mereka enggan, pukullah mereka.” [HR. Abu Daud no. 495. Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini Sahih sebagaimana dalam Irwaul Gholil 298]

Jika salat seorang Muslim benar-benar dijaga, maka amalan lainnya juga akan baik. Beda halnya jika seseorang sering melalaikan salat, untuk amalan lainnya akan nampak tidak beres. Umar bin Khottob pernah mengutarakan suatu nasihat berharga:
“Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah salat. Barang siapa menjaga salat, berarti dia telah menjaga agama. Barang siapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan salat“ [Lihat Ash Sholah, hal. 12]

Umar pun menerangkan, bahwa tidak disebut Muslim orang yang meninggalkan salat. Sebagaimana diriwayatkan dari Abdur Rozaq, dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Ketika Umar ditusuk, aku dan beberapa orang sahabat menggotongnya sampai masuk rumahnya. Kala itu Umar masih dalam keadaan pingsan sampai akhirnya tersadar. Ada seseorang yang berkata ketika itu: “Kalian tidak akan bisa menyadarkan Umar kecuali dengan masalah salat”. Kami pun berkata, “Salat wahai Amirul Mukminin!” Lantas kedua matanya pun terbuka. Lalu Umar berkata: “Apakah para sahabat yang lain telah menunaikan salat?” Kami pun menjawab: “Iya, sudah.” Umar pun lantas berkata:

أما أنه لا حظ في الاسلام لأحد ترك الصلاة

“Tidak ada bagian dari Islam bagi orang yang meninggalkan salat.” Umar pun melaksanakan salat dalam keadaan darah yang mengalir. [HR. Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya 581]

Maksud Umar ini selaras dengan sabda Rasulullah ﷺ yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan salat. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Pembeda) antara seorang (Muslim) dengan syirik dan kekufuran adalah mengenai meninggalkan salat.” [HR. Muslim no. 82]

Dari Jabir ia berkata, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

بَيْنَ الْكُفْرِ وَالإِيمَانِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Pemisah) antara kekufuran dan iman adalah meninggalkan salat.” [HR. Tirmidzi no. 2618. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Sahih]

Rukun Islam diibaratkan dengan empat tiang, sedangkan Kalimat Syahadat adalah pondasinya. Jika tiang salat itu roboh, maka tentu bangunan Islam akan roboh. Demikianlah ibarat yang menggambarkan pentingnya menjaga salat.

Beramar Makruf dan Nahi Mungkar

Dalam ayat di atas terdapat pula wasiat Luqman kepada anaknya untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Amar makruf adalah memerintahkan pada kebajikan, sedangkan nahi mungkar adalah melarang dari kemungkaran.

Ibnu Katsir berkata:
“Amar makruf dan nahi mungkar dilakukan sesuai kemampuan.” [Tafsir Alquran Al ‘Azhim, 11: 56]

Syaikh As Sa’di berkata:
“Mengajak dalam kebaikan harus disertai dengan ilmu terlebih dahulu. Begitu pula ketika melarang dari kemungkaran.” [Taisir Al Karimir Rahman, 648]

Ibnu Taimiyah menasihatkan bagi yang ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar hendaklah memiliki tiga bekal:
(a) Berilmu sebelumnya,
(b) Lemah lembut ketika bertindak, dan
(c) Sabar terhadap cobaan yang dihadapi nantinya [Lihat Al Amru bil Makruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15-18]

Mengenai bekal ilmu sudah amat jelas, karena setiap amalan yang tidak didasari ilmu hanya membawa petaka dan tidak mendatangkan maslahat. Umar bin Abdul Aziz mengatakan:

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلُحُ

“Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia akan membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan banyak kebaikan.” [Majmu Al Fatawa, 2: 382]

Sedangkan lemah lembut dalam ajakan atau dakwah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya jika lemah lembut ada dalam sesuatu, maka ia akan senantiasa menghiasinya. Jika kelembutan itu hilang, maka pastilah hanya akan mendatangkan kejelekan” [HR. Muslim no. 2594, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha]

Sabar terhadap Cobaan

Ketika berdakwah atau mengajak orang lain dalam kebaikan dan melarang dari kemungkaran pasti ada rintangan dan cobaan. Oleh karenanya, bekal ketiga ini sangat diperlukan, yaitu bersabar. Hal ini yang diterangkan dalam ayat yang kita bahas saat ini.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
“Yang dimaksud dalam ayat “Bersabarlah terhadap cobaan yang menimpamu”, yaitu bersabar ketika amar makruf dan nahi mungkar, terhadap setiap cobaan yang menggangu.” [Zaadul Masiir, 6: 322]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Sudah dimaklumi, bahwa dalam amar makruf dan nahi mungkar pasti ada rintangan. Oleh karenanya, nasihat ini memerintahkan untuk bersabar.” Lalu Ibnu Katsir berkata pula: “Karena sabar ketika disakiti manusia merupakan perkara yang butuh usaha keras.” [Lihat Tafsir Alquran Al ‘Azhim, 11: 56]

Allah memerintahkan kepada para Rasul, dan mereka adalah imam (pemimpin) dalam amar makruf nahi mungkar, untuk bersabar, sebagaimana hal ini Allah perintahkan kepada penutup Rasul (yakni Muhammad ﷺ). Bahkan perintah ini Allah sandingkan dengan penyampaian kerasulan. Hal ini dapat kita lihat dalam Surat Al Mudatsir (Surat yang merupakan tanda Muhammad menjadi Rasul), yang turun setelah Surat Iqro’ (Surat yang merupakan tanda Muhammad diangkat sebagai Nabi). Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ, قُمْ فَأَنْذِرْ, وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ, وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ, وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ, وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memeroleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” [QS. Al Mudatsir: 1-7]

Allah ﷻ membuka surat yang merupakan pertanda beliau diangkat menjadi Rasul dengan perintah memberikan peringatan (indzar). Di akhirnya, Allah ﷻ tutup dengan perintah untuk bersabar. Yang namanya memberi peringatan (indzar) adalah melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Maka ini menunjukkan, bahwa sesudah seseorang melakukan amar makruf nahi mungkar, hendaklah ia bersabar. [Lihat Majmu’ Al Fatawa, 28: 137]

Dari ayat dan pemaparan di atas menunjukkan, bahwa setiap yang berdakwah pasti mendapati cobaan dan rintangan. Cobaan tersebut sesuai tingkatan keimanannya. Dari Mush’ab bin Sa’id, seorang tabi’in, dari ayahnya, ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau ﷺ menjawab:

الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya, dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan, hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” [HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185. Syaikh Al Albani dalam Sahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadis ini Sahih]

Tugas kita adalah berusaha bersabar, yakin akan ada jalan keluar dan bersandar kuat kepada Allah ﷻ, serta yakin akan pahala besar bagi orang yang bersabar.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:
• Al Amru bil Makruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Mawqi’ Al Islam.
• Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, terbitan Dar Al Imam Ahmad.
• Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir.
• Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
• Shifah Salat Nabi ﷺ, ‘Abdur Rozaq bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, 1433 H.
• Tafsir Alquran Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.
• Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsir Kalamil Manan, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama,1420 H.
• Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AIslami, cetakan ketiga, 1404 H.

 

Penulis: al-Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal hafizhahullah (rumaysho.com)
Sumber https://rumaysho.com/2403-nasihat-Luqman-pada-anaknya-6-tiga-induk-ibadah.html

══════

 

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

TIGA INDUK IBADAH, NASIHAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA