بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

TERNYATA AKU BELUM MENCINTAI NABIKU

Sebuah kenyataan pahit di tengah masyarakat kaum Muslimin, banyak di antara mereka yang mengaku cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ, namun mereka mengungkapkan kecintaan itu dengan sesuatu yang dibenci oleh Rasulullah ﷺ, sehingga terkesan cinta mereka bertepuk sebelah tangan.

Karena sebuah cinta tidaklah cukup seorang mengaku mencintai sesuatu, namun perlu adanya pembuktian terhadap pengakuannya, sebagaimana disebutkan di dalam sebuah syair:

لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لَأَطَعْتَهُ إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ

“Seandainya cintamu benar, maka kamu akan menaati orang yang kamu cintai. Karena orang yang mencintai, dia akan mengikuti orang yang dia cintai. Inilah hakikat cinta kepada sesuatu dengan menaati dan mengikutinya.”

Tuntunan Syahadat Muhammad Rasulullah

Sebagai salah satu syarat seseorang dianggap sebagai Muslim adalah dia mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, yang isinya adalah mengakui bahwa Allah ﷻ sebagai Sesembahan satu-satunya, dan mengakui Rasulullah Muhammad ﷺ sebagai hamba dan Rasul-Nya. Pengakuan kita terhadap Muhammad sebagai Rasul Allah memiliki konsekuensi yaitu:

1. Menaati Rasulullah ﷺ pada apa yang beliau perintahkan.

2. Membenarkan apa yang Rasulullah ﷺ kabarkan.

3. Menjauhi apa yang Rasul ﷺ larang dan peringatkan.

4. Tidak menyembah kepada Allah ﷻ, kecuali dengan apa yang beliau ﷺ syariatkan.

Wajibnya Mencintai Nabi ﷺ

Hal pertama yang harus kita ketahui, bahwa Muhammad ﷺ adalah seorang nabi. Persaksian kita kepada beliau adalah sebagai seorang hamba dan Rasul-Nya. Beliau ﷺ adalah seorang hamba yang sama dengan manusia yang lain. Hanya saja berbeda dari sisi derajat dan kedudukan. Beliau ﷺ juga adalah seorang rasul, sehingga kita tidak boleh meremehkan beliau.

Dari dasar inilah maka mencintai Nabi ﷺ tidak seperti mencintai manusia manapun. Karenanya, mencintai beliau ﷺ adalah salah satu ibadah yang agung. Cinta kepada beliau ﷺ adalah sarana kita menyembah Allah ﷻ, sebagai bentuk pendekatan kita kepada Allah ﷻ. Kecintaan kepada Nabi ﷺ adalah salah satu pokok dari pokok-pokok agama dari tiang-tiang keimanan, sebagaimana Allah ﷻ telah berfirman:

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin dari diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” [QS. Al Ahzab: 6]

Dan juga sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِين

“Tidaklah beriman seorang dari kalian, hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan dari manusia seluruhnya.” [HR. Bukhari dari Anas bin Malik]

Dalam hadis yang Sahih juga disebutkan:

“Dari Abdullah bin Hisyam dia berkata: “Suatu hari kami bersama dengan Nabi ﷺ, dan beliau memegang tangan Umar Bin Khattab.” Umar Bin Khattab berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ya Umar, demi Zat yang jiwaku ada ditangan-Nya, (itu bukan cinta) hingga engkau lebih mencintaiku daripada dirimu sendiri.” Umar pun berkata: “Sungguh sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri.” Maka Nabi ﷺ bersabda: “Nah sekarang engkau baru mencintaiku.” [HR. Bukhari no. 6632]

Jadi mencintai Nabi ﷺ bukanlah suatu pilihan yang kita bisa memilih mau mencintainya atau tidak, sebagaimana kita mencintai orang lain, di mana kita bisa memilih mencintainya atau tidak. Adapun cinta kepada Nabi ﷺ adalah KEWAJIBAN bagi setiap Muslim. Dia adalah tanda keimanan yang harus diwujudkan. Kecintaan kepada Nabi ﷺ harus merupakan cinta yang paling kuat daripada mencintai siapa pun. Atau bahkan mencintai diri sendiri.

Mengapa Kita Harus Mencintai Nabi?

Mencintai sesuatu tentu memiliki pendorong dan motivasi. Maka mencintai Nabi ﷺ juga memiliki motivasi-motivasi. Di antara motivasi dan pendorong tersebut adalah:

1. Menuruti kehendak Allah ﷻ untuk mencintai Nabi-Nya

Karena Nabi ﷺ adalah makhluk yang paling Allah cintai, dan Allah telah mengangkat Muhammad bin Abdillah Rasulullah ﷺ sebagai kekasih-Nya. Allah juga memuji Rasulullah ﷺ dengan sesuatu yang tidak pernah Allah memuji makhluk yang lainnya, seperti Dia memuji Rasulullah ﷺ. Oleh karena itu, salah satu konsekuensi bagi setiap Muslim adalah mencintai apa yang Allah ﷻ cintai. Dan ini salah satu kesempurnaan keimanan kepada Allah ﷻ.

2. Tuntutan Keimanan

Mencintai Rasulullah ﷺ adalah salah satu tuntutan keimanan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi ﷺ yang menjelaskan, bahwa di antara tuntutan keimanan adalah mencintai Nabi ﷺ, mengagungkannya, dan menghargainya. Rasulullah ﷺ bersabda:

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِه

“Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya.” [HR. Bukhari]

3. Kekhususan Nabi

Nabi ﷺ adalah manusia yang paling mulia, manusia yang paling suci, manusia yang paling agung di bumi ini. Dan ini semua adalah sesuatu yang memberikan motivasi dan membangkitkan orang untuk menjadikan Nabi ﷺ sebagai manusia yang paling dicintai.

4. Besarnya Cinta Rasulullah ﷺ kepada umatnya, dan rasa sayang beliau kepada mereka serta perhatian yang beliau berikan kepada umat.

Nabi kita Muhammad ﷺ adalah seorang nabi yang sangat sayang kepada umatnya. Beliau ﷺ habiskan umurnya dalam rangka membimbing umat untuk meraih keridaan Allah ﷻ dan terhindar dari kejelekan. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ﷻ tentang Rasulullah ﷺ:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin.” [QS. At Taubah: 128]

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ

“Sungguh, tidaklah ada seorang nabi sebelumku, kecuali nabi tersebut wajib untuk menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia ketahuin dan memeringatkan umatnya dari kejelekan bagi umatnya yang ia ketahui.” [HR. Muslim, An Nasa’i, Ahmad, dan yang lainnya]

Hadis ini juga menunjukkan, bahwa para nabi sebelum Rasulullah ﷺ, demikian pula Rasulullah ﷺ, memiliki kewajiban untuk membimbing umatnya kepada kebaikan yang ia ketahui untuk umatnya, dan membimbing mereka untuk menjauhi kejelekan yang bisa membahayakan umatnya. Ini adalah dalil yang jelas, bahwa Nabi ﷺ memiliki kasih sayang dan perhatian kepada umat ini. Inilah yang membangkitkan umat ini untuk mencintai beliau ﷺ. Apalagi Nabi ﷺ sangat berharap akan dikabulkan doanya dalam rangka memberikan syafaat kepada umatnya pada Hari Kiamat. Maka ini menjadikan kita untuk mencintai dan menaati beliau ﷺ.

5. Nabi ﷺ telah mengerahkan segala kemampuannya untuk berdakwah kepada umatnya

Perkara yang tidak tersembunyi bagi kita tentang kesungguhan dan kegigihan Rasulullah ﷺ dalam membimbing umat ini kepada kebahagiaan. Beberapa kisah heroik beliau dalam membela umat, membimbing, dan mengarahkan mereka dengan penuh kesabaran.

Tanda Cinta Kepada Nabi

Mencintai Nabi ﷺ memiliki tanda-tanda yang bisa dilihat dan bisa dideteksi, di antaranya:

1. Mendahulukan Nabi ﷺ dari yang lainnya

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. Al Hujurat: 1]

Allah ﷻ juga berfirman:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [QS. At Taubah: 24]

Tanda cinta kepada Nabi ﷺ adalah tidak mendahulukan sesuatu yang lain, “Seberapa besar pun nilai dan perkaranya,” daripada Nabi ﷺ.

2. Memerbaiki Adab kepada Nabi ﷺ

Memerbaiki adab kepada Nabi ﷺ bisa dilakukan dengan beberapa perkara:

– Memuji dan berselawat kepada beliau ﷺ

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” [QS. Al Ahzab: 56]

– Beradab ketika menyebut nama beliau ﷺ, yaitu dengan tidak menyebut namanya saja, tapi digandengkan dengan Nabi dan Rasul. Artinya kita mengatakan Nabi Muhammad atau Rasulullah.

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).” [QS. Al Furqan: 63]

Berkata Said bin Jubair dan Mujahid: “Makna ayat ini adalah Katakanlah oleh kalian “Ya Rasulullah” dengan lembut, dan janganlah engkau mengatakan “Wahai Muhammad dengan kasar.”

Qatadah berkata:
“Allah memerintahkan mereka untuk memuliakan dan menghargai Rasulullah ﷺ.”

– Menghargai hadis-hadisnya dan beradab ketika mendengar hadisnya ketika mepelajarinya, sebagaimana yang dilakukan oleh Salafus Saleh dan ulama-ulama terdahulu di dalam menghargai hadis Nabi ﷺ.

Dikisahkan bahwa Imam Malik ketika hendak duduk untuk membacakan hadis, maka beliau berwudhu seperti wudhunya untuk salat, lalu memakai pakaiannya yang paling bagus, lalu memakai minyak wangi, dan menyisir jenggotnya. Ditanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab: “Saya memuliakan hadis Rasulullah ﷺ.”

Allah ﷻ berfirman:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [QS. Al Hajj: 32]

Kisah Said Ibnul Musayyib ketika dalam keadaan sakit beliau berkata:
“Dudukkan aku, karena aku merasa berat untuk membacakan hadis Nabi ﷺ dalam kondisi aku berbaring.”

– Membenarkan Nabi ﷺ terhadap apa yang beliau kabarkan.

Ini adalah pokok keimanan sebagai bukti keimanan seseorang, di mana Abu Bakar As Siddiq mendapatkan gelar As Siddiq karena membenarkan segala yang datang dari Nabi ﷺ. Dikisahkan dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu anha, Aisyah berkata:

جَاءَ رِجَالٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالُوا هَلْ لَكَ إِلَى صَاحِبِكَ يَزْعُمُ أَنَّهُ أُسْرِيَ بِهِ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ قَالَ: وَقَالَ ذَلِكَ قَالُوا: نَعَمْ فَقَالَ: لَقَدْ صَدَقَ قَالُوا تُصَدِّقُهُ أَنَّهُ ذَهَبَ إِلَى الشَّامِ فِي لَيْلَةٍ ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ الصُّبْحِ قَالَ: إِنِّي لأُصَدِّقُهُ بِأَبْعَدَ مِنْ ذَلِكَ بِخَبَرِ السَّمَاءِ غُدْوَهُ فَرَوَاحَهُ

Datang beberapa orang laki-laki dari kalangan orang-orang musyrik kepada Abu Bakar radhiyallahu anhu. Maka mereka bertanya: “Bagaimana pendapatmu tentang sahabat itu (yaitu Rasulullah ﷺ)? Sahabatmu itu telah menyangka, bahwa dia diperjalankan dalam satu malam hari ke Baitul Maqdis. Abu Bakar pun menjawab: ” Apakah beliau mengatakan demikian?” Mereka menjawab: “Iya.” Abu Bakar pun mengatakan: “Dia telah mengatakan sesuatu yang benar.” Orang-orang musyrik berkata: ” Apakah engkau percaya bahwa dia melakukan perjalanan ke negeri Syam pada malam hari dan telah kembali ke Mekah sebelum Subuh?

Abu Bakar pun menjawab: “Sungguh aku telah membenarkan beliau dalam perkara yang lebih besar dari ini, yaitu tentang berita langit di waktu pagi dan sore hari.” [HR. Al-Hakim 3/62 dan beliau berkata: “Ini adalah hadis yang Sahih sesuai dengan kriteria persyaratan Imam Bukhari dan Muslim, dan keduanya tidak mengeluarkan hadis ini (dalam kitab Sahih mereka). Dan beliau disepakati oleh Ad-Dzahabi, dan disahihkan oleh Syaikh Al-Albani karena syawahidnya (As-Shahihah no 306)]

– Mengikuti Nabi ﷺ, menaati, dan mengambil petunjuknya

Menaati Rasulullah ﷺ adalah bukti nyata dan kejujuran seorang yang mengaku mencintai nabinya. Oleh karena itu Allah ﷻ berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Ali Imran: 31]

Mencontoh Nabi ﷺ adalah salah satu tanda yang paling besar, seseorang dikatakan mencintai Allah dan mencintai Rasul-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al Ahzab: 21]

Orang-orang yang beriman yang mencintai nabinya adalah orang yang taqlid kepada Rasulullah ﷺ pada segala sesuatu dalam masalah akidah, ibadah, akhlak, adab, muamalah, dan lain sebagainya, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat yang mulia.

Diriwayatkan dalam Hadis Maqtu:

قال أبو نعيم حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ كَوْثَرٍ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا خَارِجَةُ بْنُ مُصْعَبٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ قَالَ: لَوْ نَظَرْتَ إِلَى ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ إِذَا اتَّبَعَ أَثَرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقُلْتَ: هَذَا مَجْنُونٌ

Abu Nu’aim berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Hasan bin Kautsar, dia berkata telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Musa, dia berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Shamad bin Hassan, dia berkata telah menceritakan kepada kami Khorijah bin Mus’ab dari Musa bin ‘Uqbah dari Nafi’ ia berkata: “Ketika kamu melihat kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu dalam mengikuti Rasulullah ﷺ, maka kamu akan mengatakan, bahwa dia telah gila.” [Hilyatul auliya nomor hadis 1121]

– Membela Nabi ﷺ

Membela Nabi ﷺ dan menolong beliau adalah salah satu tanda cinta dan pengagungan kita kepada beliau. Para sahabat nabi telah membuat sejarah yang menunjukkan jujurnya mereka di dalam membela Nabi ﷺ. Di mana mereka mengorbankan harta-harta, anak-anak, dan diri mereka, baik dalam kondisi mereka sedang lapang ataupun dalam keadaan sempit. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka, (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-Nya, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” [QS. Al Hashar: 8]

Bagaimana Kita Mencintai dan Membela Nabi ﷺ Setelah Wafatnya Beliau?

Kita juga bisa mewujudkan cinta kita kepada Nabi ﷺ, walaupun beliau telah tiada. Di antara hal yang kami sebutkan sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi ﷺ setelah wafatnya beliau adalah:

1. Melanjutkan dakwah dan risalah beliau ﷺ dengan segala kemampuan yang kita miliki, baik harta maupun jiwa.

2. Membela Sunnah beliau ﷺ dengan cara menghafalnya, membersihkannya dari segala yang mengotori hadis tersebut berupa hadis-hadis lemah dan palsu, menjaganya, serta membantah syubhat-syubhat yang menyerang hadis Rasulullah ﷺ.

3. Menyebarkan Sunnah Rasulullah ﷺ, menyampaikannya kepada manusia, terlebih bahwa Nabi ﷺ memerintahkan hal tersebut di dalam hadis-hadisnya yang sangat banyak.
Contoh Konkrit Para Sahabat dalam Mewujudkan Cinta Mereka Kepada Nabi ﷺ

Para sahabat adalah orang yang paling mencintai Nabi ﷺ. Tidak seorang pun yang bisa menyaingi cara mereka di dalam mencintai Rasulullah ﷺ, di mana mereka rela mengorbankan apa yang mereka miliki, diri mereka, harta, orang tua, dan anak-anak mereka dalam rangka mewujudkan cinta mereka kepada Nabi ﷺ.

Di antara contoh yang bisa kita sampaikan di kesempatan ini adalah:

– Dari Kalangan Pemuda

Adalah Ali bin Abi Thalib tentang kisahnya menggantikan Nabi ﷺ di tempat tidurnya pada malam hari, dalam situasi orang-orang musyrik hendak membunuh Rasulullah ﷺ.
Ketika Ali bin Abi Thalib ditanya tentang hal tersebut:

كَيْفَ كَانَ حُبُّكُمْ لِرَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: كَانَ وَاللهِ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَمْوَالِنَا وَأَوْلَادِنَا وَآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَمِنَ الْماَءِ الْبَارِدِ عَلَى الظَّمَإِ

Bagaimana rasa cintanya kepada Rasulullah, maka belum menjawab: “Demi Allah, nabi adalah orang yang paling kami cintai dibanding harta, harta anak-anak, bapak-bapak, bahkan ibu-ibu kami. Dan kami lebih mencintai beliau dibanding dengan orang yang haus butuh terhadap air yang sejuk.” [Asy Syifa’ Bita’rif Huquqil Mushthafa: 385]

– Dari Kalangan Wanita

Ibnu Ishaq mengeluarkan riwayat dari Saad bin Abi waqqash, dia berkata:

مَرَّ بِامرأةٍ مِن بَني دِينَارٍ وقد أُصِيبَ زَوجُها وَأَخُوها وَأَبُوها مَعَهُ بِأُحُدٍ فَلَمَّا نُعُوا لها قَالَت: فَمَا فَعَلَ رَسولُ اللهِ ـ صلى اللهُ عليه وسلم ـ قَالُوا: خَيرًا يَا أُمَّ فُلانٍ هو بِحَمدِ اللهِ كَمَا تُحبِّينَ قالت: أَرُونِيهِ حتى أَنظُرَ إِلَيهِ قال: فَأُشِيرَ لها إليه حتى إذا رَأَتْهُ قالت: كُلُّ مُصِيبَةٍ بَعدَكَ جَلَلٌ

“Rasulullah ﷺ melewati seorang wanita dari Bani Dinar. Wanita tersebut tertimpa musibah karena ditinggal mati oleh suaminya dan saudara laki-lakinya serta bapaknya, ketika mereka bersama dengan Rasulullah ﷺ di Perang Uhud.

Ketika para sahabat yang lain mengabarkan hal tersebut pada wanita itu, maka wanita itu berkata: “Apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ?

Mereka menjawab: “Beliau baik-baik saja wahai Ummu Fulan dan beliau Alhamdulillah sebagaimana yang kau harapkan.

Wanita itu pun berkata: “Tunjukkan aku di mana keberadaan, beliau sehingga aku pun bisa melihat beliau.” Maka para sahabat menunjuk Rasulullah ﷺ, sehingga wanita itu bisa melihatnya. Lalu wanita itu berkata: “Seluruh musibah itu kecil, selain musibah yang menimpa Rasulullah ﷺ.”

– Dari Kalangan Laki-Laki

Kisah terbunuhnya Zaid bin Datsinah

Berkata Ibu Ishaq: “Orang-orang musyrikin berkumpul, di antaranya adalah Abu Sufyan Bin harb. Abu Sufyan berkata ketika mulai maju untuk membunuh Zaid bin ad-Datsinah radhiyallahu ‘anhu, Abu Sufyan bertanya kepada Zaid:

نَشَدْتُكَ بِاللَّهِ يَا زَيْدُ أَتُحِبُّ أَنَّ مُحَمَّدًا عِنْدَنَا الآنَ بِمَكَانِكَ يُضْرَبُ عُنُقُهُ وَأَنَّكَ فِي أَهْلِكَ قَالَ: وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ مُحَمَّدًا الآنَ فِي مَكَانِهِ الَّذِي هُوَ فِيهِ تُصِيبُهُ شَوْكَةٌ تُؤْذِيهِ وَأَنِّي جَالِسٌ فِي أَهْلِي فَقَالَ أَبُو سُفْيَانَ مَا رَأَيْتُ مِنَ النَّاسِ أَحَدًا يُحِبُّ أَحَدًا كَحُبِّ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا ثُمَّ قَتَلَهُ نِسْطَاسٌ

“Semoga Tuhan mengutukmu wahai Zaid! Apakah engkau suka Muhammad berada di tempat kami pada saat ini untuk menggantikan tempatmu, lalu dipenggal lehernya, dan engkau berada di tengah keluargamu?” Zaid menjawab: “Demi Allah! Aku tidak suka jika Muhammad berada di tempatnya saat ini, terkena duri yang akan menyakitinya, sedangkan aku duduk di tengah keluargaku.” Abu Sufyan berkata: “Aku tidak pernah melihat ada orang yang mencintai orang lain, seperti para sahabat Muhammad mencintai Muhammad.” Setelah itu Zaid dibunuh oleh Nisthas mantan budak Abu Sufyan.

Imam Thobroni rahimahullah mengeluarkan riwayat dan menghasankan riwayat tersebut dari Aisyah radhiallahu anha, di mana Aisyah berkata: “Telah datang seseorang kepada Nabi ﷺ dan berkata:

يا رسول الله إنك لأحب إلي من نفسي وإنك لأحب إلي من ولدي وإني لأكون في البيت فأذكرك فما أصبر حتى آتي فأنظر إليك وإذا ذكرت موتي وموتك عرفت انك إذا دخلت الجنة رفعت مع النبيين وأني إذا دخلت الجنة خشيت أن لا أراك

“Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau adalah orang yang paling aku cintai, hingga terhadap diriku. Engkau lebih aku cintai daripada anakku. Dan sungguh aku ketika berada di rumah dalam, kondisi aku selalu mengingatmu. Dan aku tidak bisa bersabar dengan kondisi itu, sampai aku bisa melihatmu. Jika aku mengingat kematianku dan kematianmu, dan kau telah tahu bahwa engkau akan masuk ke dalam Surga, dan diangkat bersama dengan para nabi, dan jika aku bisa masuk ke dalam Surga, tapi aku kuatir aku tidak bisa bertemu denganmu di Surga. Namun Nabi ﷺ tidak menjawab pertanyaan tersebut sampai turunnya Jibril dengan menyampaikan ayat:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” [QS. An Nisa: 69]

Balasan Bagi Orang yang Mencintai Nabi

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik:

ٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَائِمَةٌ قَالَ وَيْلَكَ وَمَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ مَا أَعْدَدْتُ لَهَا إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قَالَ إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Bahwa seorang laki-laki dari penduduk kampung datang kepada Nabi ﷺ seraya berkata: “Wahai Rasulullah, kapankah Hari Kiamat akan terjadi?” Beliau ﷺ menjawab: “Celaka kamu, apa yang telah kau persiapkan?” Laki-laki itu berkata: “Aku belum memersiapkan bekal, kecuali aku hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ﷺ bersabda: “Kalau begitu, kamu bersama dengan orang yang kamu cintai.” [HR. Bukhari]

Anas Bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:

فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيٍّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُوْنَ مَعَهُمْ بِِحُبِّيْ إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kami tidak pernah gembira karena sesuatu apapun, sebagaimana kegembiraan kami karena mendengar sabda Nabi ﷺ: “Engkau bersama yang engkau cintai.” Anas berkata: “Aku mencintai Nabi, Abu Bakar, dan Umar. Dan aku berharap aku (kelak dikumpulkan) bersama mereka, meskipun aku tidak beramal sebagaimana amalan saleh mereka.” [HR. Al-Bukhari no 3688 dan Muslim 4/2032]

Bukti Cinta Nabi ﷺ Bukanlah dengan Berbuat Bidah

Sebagaimana telah kami sebutkan di atas, bahwa di antara bukti cinta Nabi ﷺ adalah dengan menyebarkan Sunnah (ajaran) beliau. Oleh karenanya, konsekuensi dari hal ini adalah dengan mematikan bidah, kesesatan, dan berbagai ajaran menyimpang lainnya. Karena sesungguhnya melakukan bidah (ajaran yang tanpa tuntunan) dalam agama, berarti bukan melakukan kecintaan yang sebenarnya, walaupun mereka menyebutnya cinta.

Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” [HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718]

Kecintaan kepada Nabi ﷺ yang sebenarnya adalah dengan tunduk pada ajaran beliau, mengikuti jejak beliau, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, serta bersemangat tidak melakukan penambahan dan pengurangan dalam ajarannya. [Lihat Mahabbatun Nabi wa Ta’zhimuhu, hal. 89]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

وَأَمَّا اتِّخَاذُ مَوْسِمٍ غَيْرِ الْمَوَاسِمِ الشَّرْعِيَّةِ كَبَعْضِ لَيَالِي شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ الَّتِي يُقَالُ إنَّهَا لَيْلَةُ الْمَوْلِدِ أَوْ بَعْضُ لَيَالِي رَجَبٍ أَوْ ثَامِنَ عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ أَوْ أَوَّلُ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبٍ أَوْ ثَامِنُ شَوَّالٍ الَّذِي يُسَمِّيه الْجُهَّالُ عِيدُ الْأَبْرَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْبِدَعِ الَّتِي لَمْ يَسْتَحِبَّهَا السَّلَفُ وَلَمْ يَفْعَلُوهَا وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ

“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyariatkan (yaitu Idul Fitri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabiul Awal yang disebut dengan malam Maulid Nabi, perayaan pada sebagian malam Rajab, hari ke-8 Zulhijjah, awal Jumat dari bulan Rajab atau perayaan hari ke-8 Syawal, yang dinamakan orang yang sok pintar dengan ’Idul Abror, ini semua adalah bidah yang tidak dianjurkan oleh para salaf, dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya. Wallahu ta’ala a’lam.” [Majmu’ Fatawa, 25/298]

 

 

Oleh: Al-Ustadz Bambang Abu Ubaidillah Hafizhahullah (Pembina Madrosah Sunnah Makassar)

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

TERNYATA AKU BELUM MENCINTAI NABIKU

TERNYATA AKU BELUM MENCINTAI NABIKU

TERNYATA AKU BELUM MENCINTAI NABIKU

TERNYATA AKU BELUM MENCINTAI NABIKU

TERNYATA AKU BELUM MENCINTAI NABIKU