Bagaimanakah posisi tangan saat I’tidal, setelah ruku’ ? Apakah sedekap atau posisi tangan dilepas di samping?

Yang lebih baik bagi imam dan makmum bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sebagaimana sedekap yang dilakukan sebelum ruku’, yaitu saat membaca surat. Hal ini berdasarkan hadis Wail bin Hujr:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdiri dalam sholat, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. An Nasai no. 888 dan Ahmad 4: 316. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini Shahih).

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’) berkata: “Ada istilah ‘Qobd fish sholah’ yaitu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (keadaan bersedekap). Ada juga istilah ‘Sadl fish sholah’ yaitu menurunkan atau melepaskan tangan di samping (tanpa sedekap).

Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dengan menggenggam ini ada petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat berdiri membaca surat atau saat berdiri bangkit dari ruku’ (I’tidal).  Hadis yang mendukungnya adalah hadis dari Wail bin Hujar radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim:

أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ كَبَّرَ ، وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ ، ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى ، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا ، فَكَبَّرَ فَرَكَعَ ، فَلَمَّا قَالَ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَفَعَ يَدَيْهِ ، فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ.

Wail bin Hujr pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ketika ia masuk dalam sholat dan beliau bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar). Hammam mengatakan bahwa beliau mengangkat tangannya sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian beliau menutupi tangannya dengan pakaiannya, kemudian beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya. Ketika ingin ruku’, kedua tangannya dikeluarkan dari pakaian, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya. Beliau bertakbir lalu ruku’. Ketika mengucapkan ‘Sami’allahu liman hamidah’, beliau mengangkat kedua tangannya. Saat sujud, beliau sujud di antara kedua tangannya.

Dalam riwayat Ahmad dan Abu Daud disebutkan:

ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ

“Kemudian meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, di pergelangan tangan, atau di lengan tangan kirinya.” (HR. Ahmad 4: 318 dan Abu Daud no. 727. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih).

Sebagaimana pula diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idiy, ia berkata:

كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِى الصَّلاَةِ

“Orang-orang saat itu diperintahkan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya saat sholat.” Abu Hazim berkata:  “Hadis ini disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Hadis terakhir ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari.

Dan tidak ada satu pun hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa beliau melakukan Sadl yaitu tangannya diletakan di samping saat berdiri dalam sholat.” (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah, 6: 365-366).

Juga bisa berdalil dengan hadis musii’ sholatuhu (orang yang jelek sholatnya), di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya:

ثُمَّ رَكَعَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ ثُمَّ رَفَعَ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ

“Kemudian ruku’ lalu kedua tangan di letakkan di lututnya, sampai setiap anggota tubuh mengambil posisinya. Kemudia bangkit dari ruku’ dan setiap anggota tubuh mengambil posisinya.” (HR. Ahmad 3: 407. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini Shahih).

 

Makna hadis “Sampai anggota tubuh mengambil posisinya” diterangkan dalam riwayat:

فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا

“Jika engkau bangkit dengan mengangkat kepalamu, maka luruskanlah tulang punggungmu hingga setiap tulang kembali pada posisinya.”  (HR. Ahmad 4: 340. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih). Yang dimaksud dengan hadis ini adalah posisi tangan ketika itu bersedekap seperti dilakukan sebelum ruku’ yaitu pada saat berdiri saat membaca surat.

Guru kami, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi berkata: “Terdapat pula indikasi yang menunjukkan tangan itu bersedekap setelah ruku’. Yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau berdiri sampai-sampai orang-orang mengira bahwa beliau lupa untuk sujud (karena saking lamanya berdiri kala itu, -pen). Demikian dikatakan oleh Anas bin Malik sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari. Ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari ruku’, tangannya dalam keadaan sedekap karena keadaan beliau begitu lama saat itu. Hal ini lebih disangka sedekap daripada beliau melepas tangannya ke bawah. Sampai-sampai dikira pula beliau berada dalam rakaat yang baru. Kalau tangan dalam keadaan sadl, yaitu dilepas ke bawah tentu tidak disangka demikian.”

Juga Syaikh Ath Thorifi berkata: “Orang yang sholat, jika sedang duduk keadaan tangannya adalah di atas pahanya. Posisi tangan di sini sama seperti ketika duduk antara dua sujud. Itu berarti keadaan duduk dalam sholat adalah satu karena tidak ada dalil yang membedakan. Maka demikian pula keadaan berdiri dalam sholat juga satu yaitu tangan dalam keadaan bersedekap.” (Lihat Sifat Sholat Nabi, hal. 86).

Intinya untuk masalah ini telah dikatakan oleh Imam Ahmad:

إذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ : إنْ شَاءَ أَرْسَلَ يَدَيْهِ ، وَإِنْ شَاءَ وَضَعَ يَمِينَهُ عَلَى شِمَالِهِ

“Jika seseorang bangkit dari ruku’, maka jika ia mau, ia bisa melepaskan tanggannya (tidak sedekap). Jika mau, ia pun bisa meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (sedekap).” (Al Inshaf, 2: 412, Asy Syamilah).

Imam Ahmad mengatakan demikian karena tidak ada dalil tegas yang membicarakan masalah sedekap setelah ruku’. Sehingga Imam Ahmad pun mengatakan:

أرجو أن لا يضيق ذلك

“Aku harap, jangan terlalu memermasalahkan hal tersebut.” (Lihat Sifat Sholat Nabi karya Syaikh Ath Thorifi, hal. 86).

Referensi:

Sholatul Mu’min, Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Abi Wahf Al Qohthoni, terbitan Maktabah Malik Fahd, cetakan ketiga, tahun 1431 H.

Shifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan ketiga, tahun 1424 H.

Shifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, tahun 1433 H.

Syarh Kitab Shifat Sholat Nabi, Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

https://rumaysho.com/7091-sifat-shalat-nabi-8-posisi-tangan-setelah-ruku.html