بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

SHAF LAKI-LAKI SEJAJAR DENGAN SHAF WANITA, BATAL SALAT?
 
Pertanyaan:
Musholla di tempat saya berukuran kecil, sehingga shaf makmum laki-laki dan wanita dibuat sejajar dan hanya dipisahkan oleh hijab. Bagaimana hukumnya?
 
Jawaban:
Bismillah was salatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
 
“Sebaik-baik shaf (barisan di dalam salat) bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang terakhir. Dan sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang terakhir, dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” [HR. Muslim 132, Tirmidzi, no. 224, dan Ibnu Majah, no. 1000]
 
Hadis ini merupakan aturan ideal untuk posisi shaf lelaki dan wanita, bahwa yang lebih sesuai sunah, shaf wanita berada di belakang lelaki. Semakin jauh dari lelaki, semakin baik.
 
Jika shaf wanita sejajar dengan lelaki, apakah membatalkan salat?
 
Berikut keterangan Syaikhul Islam:
 
وقوف المرأة خلف صف الرجال سنة مأمور بها، ولو وقفت في صف الرجال لكان ذلك مكروهاً، وهل تبطل صلاة من يحاذيها؟ فيه قولان للعلماء في مذهب أحمد وغيره:
 
”Posisi shaf wanita di belakang laki-laki adalah aturan yang diperintahkan. Sehingga ketika wanita ini berdiri di shaf lelaki (sesejar dengan lelaki), maka statusnya dibenci. Apakah salat lelaki yang berada di sampingnya itu menjadi batal? Ada dua pendapat dalam Madzhab Hambali dan madzhab yang lainnya.”
 
Selanjutnya Syaikhul Islam menyebutkan perselisihan mereka:
 
أحدهما: تبطل، كقول أبي حنيفة وهو اختيار أبي بكر وأبي حفص من أصحاب أحمد. والثاني: لا تبطل، كقول مالك والشافعي، وهو قول ابن حامد والقاضي وغيرهما
 
“Pendapat pertama, salat lelaki yang disampingnya batal, ini pendapat Abu Hanifah, dan pendapat yang dipilih oleh Abu Bakr dan Abu Hafsh di kalangan Ulama Hambali.
 
Pendapat kedua, salatnya tidak batal. Ini pendapat Malik, as-Syafii, pendapat yang dipilih Abu Hamid, al-Qadhi dan yang lainnya.” [al-Fatawa al-Kubro, 2/325]
 
Di antara ulama yang menilai bahwa ini batal, karena posisi semacam ini bisa memancing syahwat lelaki. As-Sarkhasi – ulama Hanafi – (w. 483 H) mengatakan:
 
بأن حال الصلاة حال المناجاة، فلا ينبغي أن يخطر بباله شيء من معاني الشهوة، ومحاذاة المرأة إياه لا تنفك عن ذلك عادة، فصار الأمر بتأخيرها من فرائض صلاته، فإذا ترك تفسد صلاته
 
“Ketika salat, manusia sedang bermunajat dengan Allah. Karena itu tidak selayaknya terlintas dalam batinnya pemicu syahwat. Sementara sejajar dengan wanita, umumnya tidak bisa lepas dari syahwat. Sehingga perintah untuk memosisikan wanita di belakang, termasuk kewajiban salat. Dan jika ditinggalkan, maka salatnya batal.” [al-Mabsuth, 2/30]
 
Hanya saja, semata alasan memicu syahwat belum cukup untuk bisa membatalkan salat. Karena semata muncul lintasan dalam diri orang yang salat, tidaklah membatalkan salat.
 
Namun semacam ini semaksimal mungkin untuk dihindari, karena mengancam kekhusyuan salat seseorang.
 
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:
 
كون النساء يقمن صفاً أمام الرجال فإن هذا بلا شك خلاف السنة، لأن السنة أن يكون النساء متأخرات عن الرجال، لكن الضرورة أحياناً تحكم على الإنسان بما لا يريد، فإذا كان أمام المصلي صف من النساء، أو طائفة من النساء فإن الصلاة خلفهن إذا أمن الإنسان على نفسه الفتنة جائزة، ولهذا من عبارات الفقهاء قولهم: “صف تام من النساء لا يمنع اقتداء من خلفهن من الرجال”
 
“Posisi wanita yang berada di depan lelaki, semacam ini kita yakini bertentangan dengan sunah. Karena yang sesuai sunah, wanita di belakang lelaki. Namun kondisi darurat memaksa seseorang untuk melakukan di luar keinginannya. Karena itu, jika di depan lelaki ada shaf wanita, atau beberapa wanita, maka status salat orang yang berada di belakang mereka hukumnya boleh, jika aman dari munculnya fitnah dalam dirinya. Di antara ungkapan ulama fikih dalam masalah ini:
 
صف تام من النساء لا يمنع اقتداء من خلفهن من الرجال
 
Shaf wanita di depan lelaki, tidaklah menghalangi lelaki di belakangnya untuk menjadi makmum (dalam salat jamaah).
 
Mengingat alasan munculnya syahwat ini, beliau melarang seseorang lelaki untuk berdiri tepat di samping wanita.
 
وأما مصافة الرجال للنساء فهذه فتنة عظيمة، ولا يجوز للرجل أن يصف إلى جنب المرأة، فإذا وجد الإنسان امرأة ليس له مكان إلا بجانبها فينصرف ولا يقف جنبها، لأن هذا فيه فتنة عظيمة
 
“Untuk lelaki yang satu shaf dengan wanita, ini bisa menimbulkan fitnah besar. Dan tidak boleh seorang lelaki mengambil posisi di samping wanita. Jika seorang lelaki tidak mendapatkan tempat kecuali harus di samping wanita persis, hendaknya dia pindah dan tidak berdiri di sampingnya persis, karena semacam ini menjadi sumber firnah besar.” [Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, volume 15, Bab. Salat Berjamaah]
 
Berdasarkan penjelasan di atas, bisa kita simpulkan:
 
• Posisi shaf lelaki yang berada di samping atau bahkan di belakang lelaki, tidaklah membatalkan salat, menurut pendapat yang kuat.
• Jika posisi shaf lelaki di dekat wanita bisa menimbulkan syahwat, maka dia dia harus menghindar dan mencari tempat yang lain. Karena bisa menjadi sumber fitnah.
• Jika posisi lelaki di samping atau belakang wanita tidak sampai menimbulkan syahwat karena alasan darurat, hukumnya boleh dan tidak memengaruhi keabsahan salat.
 
Allahu a’lam
 
 
 
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 
#shaffdalamsalat #shoffdalamsalat #aturanshaff #bolehkahperempuanshalatdidepanpria #hukumlakilakisalatdisampingwanita #salatcampurcampurshaff