بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

 

PERJALANAN RASULULLAH SHALALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM KE MADINAH (SIRAH NABAWIYAH)

Selama tiga hari Rasulullah ﷺ bersembunyi di gua Tsur bersama sahabat beliau Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu. Ketika pencarian terhadap beliau mulai reda dan ketegangan mulai surut, beliau melanjutkan perjalanan menuju Madinah.

Kisah Suraqah Bin Malik

Tatkala orang-orang musyrik mulai putus asa dalam mencari beliau ﷺ, mereka membuat sebuah sayembara. Mereka menyiapkan hadiah seratus ekor unta bagi siapa yang berhasil membawa Rasulullah ﷺ beserta Abu Bakr Ash Shiddiq atau salah satunya ke hadapan mereka. Maka manusia saling berlomba untuk mendapatkan hadiahnya.

Dalam perjalanan menuju Madinah, Rasulullah ﷺ melewati sebuah tempat yang tinggi. Ketika itu ada seseorang yang mengintai. Orang tersebut mengatakan: “Baru saja aku melihat bayangan orang. Aku yakin mereka adalah Muhammad dan sahabatnya.” Mendengar hal itu, Suraqah bin Malik yang juga ingin memenangkan sayembara menyangkalnya. Dia berkata: “Bukan, mereka hanyalah orang-orang yang keluar untuk memenuhi kebutuhan mereka.” Dia tidak ingin ada orang lain yang menyainginya dalam mendapatkan hadiah itu.

Kemudian dia pun kembali ke tendanya dan memerintahkan budaknya agar menyiapkan kuda. Dia pun keluar untuk mengejar Rasulullah ﷺ. Ketika dia telah dekat dengan beliau ﷺ, dia mendengar bacaan Alquran dari beliau. Saat itu Abu Bakr sering menoleh ke sekeliling mereka. Sedang Rasulullah ﷺ tetap tenang dan tidak menoleh. Lalu Abu Bakr berkata: “Wahai Rasulullah, itu Suraqah bin Malik membuntuti kita.” Kemudian beliau ﷺ berdoa. Maka tiba-tiba kedua kaki depan kuda milik Suraqah bin Malik terperosok ke bumi.

Suraqah berkata: “Sungguh aku tahu apa yang menimpaku ini adalah karena doa kalian. Maka berdoalah kembali kepada Allah agar Dia melepaskannya, dan aku akan menghalangi manusia dari mencari kalian berdua.”

Rasulullah ﷺ pun berdoa. Seketika itu juga kaki kuda Suraqah bin Malik terlepas. Kemudian dia juga meminta agar Rasulullah ﷺ membuat tulisan sebagai tanda antara beliau dengannya. Maka beliau ﷺ memerintahkan agar Abu Bakr menulisnya. Suraqah menyimpan tulisan itu. Sampai ketika kota Makkah ditaklukkan, ia memerlihatkannya kepada Rasulullah ﷺ dan masuk Islam.

Kisah Ummu Ma’bad

Rasulullah ﷺ dengan ditemani Abu Bakr radhiyallahu’anhu, Amir bin Fuhairah (budak Abu Bakr), dan Abdullah bin Uraikizh (seorang Yahudi penunjuk jalan) pun melanjutkan perjalanan. Mereka melewati kemah milik Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah. Dia adalah seorang wanita yang dermawan. Dia biasa duduk di halaman kemahnya, dan menjamu setiap orang yang lewat di depannya. Namun saat itu adalah musim paceklik, sehingga Ummu Ma’bad tidak memiliki sesuatu yang bisa digunakan untuk menjamu tamu.

Ummu Ma’bad pun ditanya, apakah dia memiliki sesuatu yang bisa dibeli sebagai bekal perjalanan. Wanita itu pun menjawab: “Seandainya kami memiliki sesuatu yang berharga, niscaya kalian akan mendapatkan jamuan.” Kemudian Rasulullah ﷺ melihat seekor kambing yang ada di samping kemah. Beliau ﷺ lantas bertanya: “Bagaimana dengan kambing ini?” Ummu Ma’bad menjawab: “Itu kambing yang ditinggalkan kawanannya karena lemah. Beliau ﷺ bertanya lagi: “Apakah dia punya susu?” “Kambing ini lebih lemah untuk dikatakan punya susu,” jawabnya. Lalu beliau ﷺ minta izin untuk memerahnya. Ummu Ma’bad mengizinkan, walaupun dia tidak yakin apakah kambing tersebut bisa mengeluarkan susu.

Rasulullah ﷺ pun mengusap kantong susu kambing tersebut sambil membaca Basmalah dan berdoa. Seketika itu kantong susunya menggembung dan mengucur susu darinya. Lalu beliau ﷺ meminta wadah yang besar dan memerahnya. Keluarlah susu kambing tersebut hingga berbuih. Ummu Ma’bad pun minum sampai puas, demikian pula sahabat Rasulullah ﷺ. Setelah mereka semua minum sampai puas, barulah beliau ﷺ minum. Kemudian beliau ﷺ memerah untuk yang kedua kalinya sampai memenuhi wadah tadi. Beliau ﷺ meninggalkan susu tersebut untuk Ummu Ma’bad, lalu melanjutkan kembali perjalanan.

Tak berapa lama datanglah suami Ummu Ma’bad sambil menggiring kambing-kambing lemah yang jalan sempoyongan. Tatkala melihat wadah berisi susu, dia bertanya kepada istrinya: “Dari mana susu ini, padahal kambing-kambing kita sudah lemah, dan tidak ada perahan di rumah?” Maka istrinya menjawab: “Demi Allah, tidak ada yang melakukan ini kecuali seorang yang diberkahi melewati kemah kita.” Ummu Ma’bad menyebutkan peristiwa yang mengesankan dari tamu istimewanya yang telah pergi. Suaminya pun berkata: “Demi Allah, aku yakin dia adalah orang Quraisy yang sedang dicari oleh kaumnya. Ceritakan kepadaku ciri-cirinya!”

Maka Ummu Ma’bad pun mulai bercerita: “Orangnya sangat menarik bila dipandang. Wajahnya berseri-seri, perilakunya sangat mulia. Dia tidak gendut dan kepalanya tidak kecil, tapi dia sangat rupawan. Matanya hitam pekat, bulu matanya lentik. Suaranya enak didengar. Lehernya berjenjang tinggi dan jenggotnya lebat. Matanya seperti bercelak, alisnya panjang hampir berhubungan. Rambutnya sangat hitam. Tatkala diam, maka dia diliputi ketenangan. Ketika berbicara, penuh kewibawaan. Dari kejauhan terlihat sangat rupawan dan bijaksana. Terlebih dari dekat. Pembicaraanya sangat enak didengar. Kata-katanya pas, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Kata-kata yang keluar bagaikan mutiara yang tersusun rapi. Orangnya sedang, tidak pendek dan tidak terlalu tinggi. Pertengahan. Dialah yang paling menarik di antara ketiganya (karena beliau bersama Abu Bakr dan Amir bin Fuhairah), dan yang paling mulia kedudukannya. Bersamanya ada teman-teman yang menyertai. Yang ketika dia berbicara, teman-temannya mendengarkan dengan seksama. Dan ketika memerintah, maka segera mereka melaksanakannya dengan penuh khidmad. Dia pun tidak menampakkan wajah masam. Kata-katanya penuh hikmah.”

“Demi Allah, dialah orang Quraisy yang sedang mereka cari. Aku sangat ingin menemaninya. Dan sungguh aku akan melakukannya selama aku punya kesempatan.” tukas suami Ummu Ma’bad.

Sementara di Makkah, tak ada seorang pun yang tahu ke mana Rasulullah ﷺ pergi. Kemudian beberapa orang Quraisy, di antaranya Abu Jahl bin Hisyam, pergi ke rumah Abu Bakr. Asma’, salah satu putri Abu Bakr, menemui mereka. Mereka lantas bertanya tentang keberadaan ayahnya. Namun Asma’ menjawab bahwa dia tidak mengetahuinya. Abu Jahl pun menamparnya sampai anting-antingnya terlepas. Kemudian mereka pergi. Tiga hari mereka lalui dalam keadaan tidak tahu di mana keberadaan orang yang mereka cari, hingga terdengar suara dari tempat yang tinggi di Makkah. Suara itu adalah lantunan syair jin yang menceritakan singgahnya Rasulullah ﷺ di rumah Ummu Maʼbad. Setelah mendengarnya, mereka pun tahu ke mana beliau ﷺ pergi.

Asma’ juga bercerita, bahwa setelah kepergian ayahnya, kakeknya, Abu Quhafah, datang ke rumah untuk menanyakan apakah Abu Bakr meninggalkan harta bagi keluarganya atau tidak. Abu Quhafah adalah seorang yang buta. Maka Asma’ mengambil beberapa kerikil dan menaruhnya di tempat yang biasa digunakan untuk menyimpan harta. Lalu dia memegang tangan kakeknya dan meletakkannya pada kerikil tadi. Sehingga kakeknya menyangka, bahwa Abu Bakr meninggalkan harta yang cukup bagi keluarga. Padahal dia tidak meninggalkan sepeser pun untuk mereka. Asma’ melakukan hal itu agar kakeknya merasa tenang dan tidak khawatir.

Wallahu a’lam bish-shawaab.

Referensi:

• Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
• As-Siratun Nabawiyyah, Ibnu Hisyam
• Tashfiyah 193 edisi 13 vol.02. 1433 H.- 2012 M

 

Sumber: Faidah As-Sunnah Manado (Rumah Qur’an dan Bahasa Arab Nisaa As Sunnah Watampone)

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat