بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
PERINTAH UNTUK BIRRUL WALIDAIN (BERBAKTI KEPADA ORANG TUA)
 
Birrul Walidain artinya berbakti kepada orang tua. Birrul Walidain adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang Muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekadar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ. Allah ﷻ berfirman:
 
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
 
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu memersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” [QS. An Nisa: 36]
 
Perhatikanlah, dalam ayat ini Allah ﷻ menggunakan bentuk kalimat perintah. Allah ﷻ juga berfirman:
 
قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ
 
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu memersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua.” [QS. Al An’am: 151]
 
Dalam ayat ini juga digunakan bentuk kalimat perintah. Allah ﷻ juga berfirman:
 
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
 
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” [QS. Al Isra: 23]
 
Di sini juga digunakan bentuk kalimat perintah. Birrul Walidain juga diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ. Kita dapat melihat pada hadis dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan:
 
سَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى
 
“Aku bertanya pada Rasulullah ﷺ: ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ﷻ?’
Beliau ﷺ menjawab: ‘Salat pada waktunya’.
Lalu aku bertanya: ‘Kemudian apa lagi?’
Beliau ﷺ mengatakan: ‘Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’
Lalu aku mengatakan: ‘Kemudian apa lagi?’
Lalu beliau ﷺ mengatakan: ‘Berjihad di jalan Allah’.”
 
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan: “Nabi ﷺ memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” [HR. Bukhari dan Muslim]
 
Dengan demikian kita ketahui, bahwa dalam Islam, Birrul Walidain bukanlah sekadar anjuran, namun perintah dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga wajib hukumnya. Sebagaimana kaidah ushul fiqih, bahwa hukum asal dari perintah adalah wajib.
 
Kedudukan Berbakti Kepada Orang Tua
 
Sebagaimana telah disampaikan, berbakti kepada orang tua dalam agama kita yang mulia ini memiliki kedudukan yang tinggi. Sehingga berbakti kepada orang tua bukanlah sekadar balas jasa, bukan pula sekadar kepantasan dan kesopanan. Poin-poin berikut dapat menggambarkan seberapa pentingnya Birrul Walidain bagi seorang Muslim.
 
1. Perintah Birrul Walidain setelah perintah tauhid
 
Kita tahu bersama, inti dari Islam adalah tauhid, yaitu memersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata. Tauhid adalah yang pertama dan utama bagi seorang Muslim. Dan dalam banyak ayat di dalam Alquran, perintah untuk berbakti kepada orang tua disebutkan setelah perintah untuk bertauhid, sebagaimana pada ayat-ayat yang telah disebutkan di atas. Ini menunjukkan bahwa masalah Birrul Walidain adalah masalah yang sangat urgen, mendekati pentingnya tauhid bagi seorang Muslim.
 
2. Lebih utama dari jihad fi sabililah
 
Sebagaimana hadis Abdullah bin Mas’ud yang telah disebutkan. Juga hadis tentang seorang lelaki yang meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk pergi berjihad, beliau bersabda:
 
أحَيٌّ والِدَاكَ؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِما فَجَاهِدْ
 
“Apakah orang tuamu masih hidup?”
Lelaki tadi menjawab: “Iya.”
Nabi ﷺ bersabda: “Kalau begitu datangilah kedunya, dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka.” [HR. Bukhari dan Muslim]
 
Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah. Demikian juga Birrul Walidain lebih utama dari semua amalan yang keutamaannya di bawah jihad fi sabiilillah. Birrul Walidain juga lebih utama dari Thalabul Ilmi, selama bukan menuntut ilmu yang wajib ‘ain, Birrul Walidain juga lebih utama dari safar, selama bukan safar yang wajib, seperti pergi haji yang wajib. Adapun safar dalam rangka mencari pendapatan, maka tentu lebih utama Birrul Walidain dibandingkan safar yang demikian.
 
3. Pintu Surga
 
Surga memiliki beberapa pintu, dan salah satunya adalah pintu Birrul Walidain. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
الوالِدُ أوسطُ أبوابِ الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه
 
“Kedua orang tua itu adalah pintu Surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya, maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian.” [HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadis ini Sahih”, disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Sahihah no.914]
 
4. Birrul Walidain adalah Salah Satu Cara Bertawassul Kepada Allah
 
Tawassul artinya mengambil perantara untuk menuju kepada rida Allah dan pertolongan Allah. Salah satu cara bertawassul yang disyariatkan adalah tawassul dengan amalan saleh. Dan di antara amalan saleh yang paling ampuh untuk bertawassul adalah Birrul Walidain.
 
Sebagaimana hadis dalam Sahihain tentang kisah yang diceritakan oleh Rasulullah ﷺ mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata: “Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang tua yang sudah tua renta. Dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orang tuaku sebelum keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka. Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajah-Mu, maka bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya.“ [HR. Bukhari-Muslim]
 
Kedudukan Ibu Lebih Utama
 
Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut:
 
Dalil 1
 
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi ﷺ:
 
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
 
“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”
Nabi ﷺ menjawab: “Ibumu.”
“Lalu siapa lagi?”
Nabi ﷺ menjawab: ”Ibumu.”
”Lalu siapa lagi?”
Nabi ﷺ menjawab: ”Ibumu.”
”Lalu siapa lagi?”
Nabi ﷺ menjawab: ”Ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya, dan setelahnya.” [HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya Hasan]
 
Fadhlullah Al Jilani, ulama India, mengomentari hadis ini:
“Ibu lebih diutamakan daripada ayah secara Ijmak dalam perbuatan baik, karena dalam hadis ini bagi ibu ada tiga kali bagian dari yang didapatkan ayah. Hal ini karena kesulitan yang dirasakan ibu ketika hamil. Bahkan terkadang ia bisa meninggal ketika itu. Dan penderitaannya tidak berkurang ketika ia melahirkan. Kemudian cobaan yang ia alami mulai dari masa menyusui hingga anaknya besar, dan bisa mengurus diri sendiri. Ini hanya dirasakan oleh ibu.”
 
Dalil 2
 
Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
 
ِإِنَّ اللَّهَ يوصيكم بأمَّهاتِكُم ثلاثًا، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بآبائِكُم، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بالأقرَبِ فالأقرَبِ
 
“Sesungguhnya Allah berwasiat tiga kali kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian.
Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian.
Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat, kemudian yang dekat.” [HR. Ibnu Majah, sahih dengan syawahidnya]
 
Dalil 3
 
Dari Atha bin Yassar, ia berkata:
 
عن ابنِ عبَّاسٍ أنَّهُ أتاهُ رجلٌ ، فقالَ : إنِّي خَطبتُ امرأةً فأبَت أن تنكِحَني ، وخطبَها غَيري فأحبَّت أن تنكِحَهُ ، فَغِرْتُ علَيها فقتَلتُها ، فَهَل لي مِن تَوبةٍ ؟ قالَ : أُمُّكَ حَيَّةٌ ؟ قالَ : لا ، قالَ : تُب إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، وتقَرَّب إليهِ ما استَطعتَ ، فذَهَبتُ فسألتُ ابنَ عبَّاسٍ : لمَ سألتَهُ عن حياةِ أُمِّهِ ؟ فقالَ : إنِّي لا أعلَمُ عملًا أقرَبَ إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ مِن برِّ الوالِدةِ
 
“Dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata kepada Ibnu Abbas: ‘Saya pernah ingin melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah dengan saya. Lalu ada orang lain yang melamarnya, lalu si wanita tersebut mau menikah dengannya. Aku pun cemburu dan membunuh sang wanita tersebut. Apakah saya masih bisa bertobat?
 
Ibnu Abbas menjawab: ‘Apakah ibumu masih hidup?’
Lelaki tadi menjawab: ‘Tidak, sudah meninggal.’
Lalu Ibnu Abbas mengatakan: ‘Kalau begitu bertobatlah kepada Allah, dan dekatkanlah diri kepada-Nya sedekat-dekatnya.’
Lalu lelaki itu pergi.
Aku (Atha’) bertanya kepada Ibnu Abbas: ‘Kenapa Anda bertanya kepadanya tentang ibunya masih hidup atau tidak?
Ibnu Abbas menjawab: ‘Aku tidak tahu amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah selain Birrul Walidain.” [HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya Sahih]
 
Dalil 4
 
Mengenai kisah Uwais Al Qorni yang sampai-sampai sahabat Nabi sekelas Umar bin Khathab dan yang lainnya dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ untuk menemui Uwais. Hal ini disebabkan begitu hebatnya Birrul Walidain Uwais terhadap ibunya. Nabi ﷺ bersabda:
 
إن خيرَ التابعين رجلٌ يقالُ له أويسٌ . وله والدةٌ . وكان به بياضٌ . فمروه فليستغفرْ لكم
 
“Sesungguhnya tabiin terbaik adalah seorang lelaki bernama Uwais. Ia memiliki seorang ibu, dan ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Maka temuilah ia, dan mintalah ampunan kepada Allah melalui dia untuk kalian.” [HR. Muslim]
 
Pertanyaan: Jika opini ibu bertentangan dengan opini ayah, maka siapa yang diambil opininya?
 
Dijawab Syaikh Musthofa al ‘Adawi:
“Yang diambil opininya adalah yang lebih sesuai dengan kebenaran, dan lebih dekat kepada ketakwaan dan ihsan. Adapun jika tidak bisa dibedakan mana opini yang lebih sahih, maka jika perkaranya terkait dengan sikap atau perlakuan baik, maka ibu didahulukan. Adapun jika perkaranya terkait dengan hal umum yang memang bidangnya para lelaki, maka opini ayah didahulukan. Wallahu a’lam”.
 
Durhaka Pada Orang Tua Adalah Dosa Besar
 
Ini secara tegas dinyatakan oleh Rasulullah ﷺ:
 
أكبرُ الكبائرِ : الإشراكُ بالله ، وقتلُ النفسِ ، وعقوقُ الوالدَيْنِ ، وقولُ الزورِ . أو قال : وشهادةُ الزورِ
 
“Dosa-dosa besar yang paling besar adalah:
• Syirik kepada Allah,
• Membunuh,
• Durhaka kepada orang tua, dan
• Perkataan dusta atau sumpah palsu.” [HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Anas bin Malik]
 
Dalam hadis Nafi’ bin Al Harits Ats Tsaqafi, Nabi ﷺ bersabda:
 
ألا أنبِّئُكم بأكبرِ الكبائرِ . ثلاثًا ، قالوا : بلَى يا رسولَ اللهِ ، قال : الإشراكُ باللهِ ، وعقوقُ الوالدينِ
 
“Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar?”
Beliau ﷺ bertanya ini tiga kali.
Para sahabat mengatakan: “Tentu wahai Rasulullah.”
Nabi ﷺ bersabda: “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua.” [HR. Bukhari – Muslim]
 
Ternyata Rasulullah ﷺ berkali-kali memeringatkan para sahabat mengenai besarnya dosa durhaka kepada orang tua. Subhaanallah!
Dan perhatikan Surat An Nisa ayat 36 di atas, sebagaimana dalam ayat, perintah untuk Birrul Walidain disebutkan setelah perintah untuk bertauhid. Maka di hadis ini dosa durhaka kepada orang tua juga disebutkan setelah dosa syirik. Ini menunjukkan betapa besar dan fatalnya dosa durhaka kepada orang tua.
 
Namun perlu di ketahui, sebagaimana dosa syirik itu bertingkat-tingkat, dosa maksiat juga bertingkat-tingkat. Maka dosa durhaka kepada orang tua juga bertingkat-tingkat.
 
Durhaka Kepada Ibu, Lebih Besar Lagi Dosanya
 
Sebagaimana kita ketahui dari dalil-dalil, bahwa berbuat baik kepada ibu lebih diutamakan daripada kepada ayah. Maka demikian juga durhaka kepada ibu lebih besar dosanya. Selain itu, ibu adalah seorang wanita, yang ia secara tabiat adalah manusia yang lemah. Sedangkan memberikan gangguan kepada orang yang lemah itu hukuman dan dosanya lebih besar daripada memberikan gangguan kepada orang biasa atau orang yang kuat. Oleh karena itu Nabi ﷺ bersabda:
 
إنَّ اللَّهَ حرَّمَ عليكم عقوقَ الأمَّهاتِ ، ومنعًا وَهاتِ ، ووأدَ البناتِ وَكرِه لَكم : قيلَ وقالَ ، وَكثرةَ السُّؤالِ ، وإضاعةَ المالِ
 
“Sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka kepada para ibu, pelit, dan tamak, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah juga tidak menyukai qiila wa qaala, banyak bertanya dan membuang-membuang harta.” [HR. Bukhari – Muslim]
 
Wallahu ‘alam bis shawab.
 
 
Penyusun: Yulian Purnama S.Kom. hafizhahullah
 
Disarikan dari kitab Fiqhu at Ta’amul Ma’al Walidain, karya Syaikh Musthafa Al ‘Adawi
Artikel: Muslim.Or.Id
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
PERINTAH UNTUK BIRRUL WALIDAIN (BERBAKTI KEPADA ORANG TUA)
PERINTAH UNTUK BIRRUL WALIDAIN (BERBAKTI KEPADA ORANG TUA)