بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

#StopBidah, #SayNoToBidah, #TidakAdaBidahHasanah

PENJELASAN DAN BANTAHAN SALAH KAPRAH BID’AH HASANAH

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang membuat sunnah dalam Islam ini, Sunnah Hasanah, maka baginya berhak atas pahala, dan pahala orang yang mengamalkannya (sunnah tersebut) setelahnya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang membuat Sunnah Sayyi’ah (sunnah yang buruk) dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” [HR Muslim dalam Kitab Zakat, Bab Motivasi Untuk Bershadaqah Walaupun dengan Sebutir Kurma no. 1017]

Penjelasan Hadis Sunnah Hasanah di Atas

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:

“Yang dimaksud dengan “من سن في الإسلام سنة حسنة” ialah MEMELOPORI SUATU AMAL YANG TELAH ADA, BUKAN MEMBUAT AMALAN BARU.

Karena barang siapa yang mengada-adakan suatu amalan yang tidak ada asalnya dalam Islam, maka amalan tersebut tertolak, dan bukan sebuah amalan yang baik. Yang dimaksud ialah sebagaimana laki-laki dari kalangan Anshar tersebut, radhiyallahu ‘anhu, yang membawa kurma sebanyak satu shurrah. Hal ini menjadi dalil, bahwa barang siapa yang meniru perbuatan semisal dengan apa yang dilakukan pelopor sunnah ini, maka tercatat bagi si pelopor sunnah tersebut, pahala, baik ia masih hidup maupun telah meninggal” [Syarh Riyadh As Shalihin].

Bantahan Telak Bagi Pelaku Bid’ah Hasanah

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid hafizhahullahu menjelaskan:

“TIDAKLAH MUNGKIN maksud Nabi ﷺ dalam hadis tersebut (yaitu hadis tentang Sunnah Hasanah) merupakan pembolehan beliau atas praktik bid’ah dalam agama, atau menjadi pintu bagi apa yang disebut oleh sebagian orang dengan “Bid’ah Hasanah”, dilihat dari beberapa alasan berikut ini:

Pertama: Nabi ﷺ berulangkali bersabda:

كلّ محدثة بدعة وكلّ بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار

Tiap perbuatan yang mengada-ada itu bid’ah, tiap bid’ah itu sesat, dan tiap kesesatan tempatnya di Neraka’ [HR An Nasa’i, HR Ahmad dari jalur Jabir radhiallahu ‘anhu, HR Abu Daud dari jalur ‘Irbadh bin Sariyah, HR Ibnu Majah dari jalur Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu]

Begitu pula Nabi ﷺ dalam khutbahnya bersabda:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

‘Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara ialah perkara baru yang diada-adakan dalam agama, dan setiap bid’ah itu sesat” [HR Muslim no 867].

Maka jika tiap bid’ah itu sesat, bagaimana dapat dikatakan, bahwa ada bid’ah yang hasanah dalam Islam?! Ini adalah perkara yang teramat jelas yang telah disampaikan berulangkali oleh Nabi ﷺ dan diperingatkan akan bahayanya.

Kedua: Nabi ﷺ telah mengabarkan, bahwa barang siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama, amalnya tertolak dan tidak diterima oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ dari Aisyah radhiallahu ‘anha:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

‘Barang siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan kami (yaitu dalam Islam), yang tidak ada asalnya, maka amalannya tertolak’ [HR Bukhari no 2967]

Maka bagaimana bisa dikatakan, bahwa beliau ﷺ membolehkan seseorang untuk memraktikkan suatu bid’ah?!

Ketiga: Sesungguhnya setiap Mubtadi’, orang yang membuat-buat perkara bid’ah dalam agama, yang ia sandarkan amalan tersebut kepada agama ini, berkonsekuensi atas beberapa hal:

  • Dia telah menuduh agama ini kurang sempurna, padahal Allah ta’ala sendiri yang telah berfirman:

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan bagi kalian agama kalian, telah Ku-sempurnakan bagi kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam adalah agama bagi kalian” [QS. Al Maidah: 3]

  • Dia telah menuduh Nabi ﷺ dengan salah satu dari dua tuduhan:

>> Pertama, bahwa Nabi ﷺ tidak mengetahui (jahil, dan Nabi ﷺ yang mulia lepas dari tuduhan ini -pent) akan adanya Bid’ah Hasanah ini, atau kedua, Nabi ﷺ mengetahuinya, namun menyembunyikannya dari umat beliau ﷺ dan tidak menyampaikannya!

>> Bahwa Nabi ﷺ para shahabat, dan Salafusshalih telah luput dari pahala amalan Bid’ah Hasanah ini, namun kemudian muncullah para Mubtadi’ ini, dan merekalah yang pada akhirnya mendapat pahala atas praktik bid’ah ini. Hendaknya mereka ini mengatakan pada diri mereka sendiri sebuah perkataan:

” لو كان خيرا لسبقونا إليه”

Seandainya itu baik, tentulah mereka telah mendahului kami dalam mengerjakannya.“

  • Sesungguhnya membuka pintu bagi Bid’ah Hasanah, akan membuka pintu bagi adanya pengubahan terhadap agama, dan membuka pintu bagi hawa nafsu dan pendapat yang berdasarkan semata akal (ra’yu). Karena setiap Mubtadi’ berkata lewat perbuatan mereka, bahwa apa yang mereka kerjakan adalah perkara kebaikan. Namun mereka sendiri berlepas diri jika ditanya, dari mana mereka mengambil amalan tersebut?
  • Sesungguhnya amalan bid’ah akan menyebabkan peremehan terhadap sunnah-sunnah, sebagaimana apa yang dipersaksikan oleh Al Waqi’:

“Tidaklah suatu bid’ah dihidupkan, melainkan mati bersamanya suatu sunnah”.

Hal ini juga berlaku sebaliknya (Perkataan beliau “hal ini berlaku sebaliknya”, memberi kita faidah, bahwa salah satu jalan untuk mematikan bid’ah, ialah dengan menghidupkan sunnah. Wallahu a’lam -pent, penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid dapat dilihat di website beliau http://islamqa.info/ar/ref/864]

 

Dinukil dari tulisan berjudul “Sunnah Hasanah atau Bid’ah Hasanah?” yang ditulis oleh: Yhouga Pratama dari: http://muslim.or.id/11416-sunnah-hasanah-atau-bidah-hasanah.html