بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#SifatSholatNabi

PANDUAN SHALAT WITIR

Segala puji bagi Allah, Rabb yang mengatur malam dan siang. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini kami akan menyajikan panduan singkat shalat Witir. Semoga yang singkat ini bermanfaat.

Witir secara bahasa berarti ganjil. Hal ini sebagaimana dapat kita lihat dalam sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ

“Sesungguhnya Allah itu Witr dan menyukai yang Witr (ganjil).” (HR. Bukhari no. 6410dan Muslim no. 2677)

Sedangkan yang dimaksud Witir pada shalat Witir adalah shalat yang dikerjakan antara shalat Isya’ dan terbitnya fajar (masuknya waktu Subuh), dan shalat ini adalah penutup shalat malam.

Mengenai shalat Witir apakah bagian dari shalat lail (shalat malam/Tahajud) atau tidak, para ulama berselisih pendapat. Ada ulama yang mengatakan, bahwa shalat Witir adalah bagian dari shalat lail, dan ada ulama yang mengatakan bukan bagian dari shalat lail.

Hukum Shalat Witir

Menurut Mayoritas Ulama, hukum shalat Witir adalah Sunnah Muakkad (sunnah yang amat dianjurkan).

Namun ada pendapat yang cukup menarik dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, bahwa shalat Witir itu wajib bagi orang yang punya kebiasaan melaksanakan shalat Tahajud. [Al Ikhtiyarot, ‘Alaud diin Abul Hasan Ali bin Muhammad bin ‘Abbas Al Ba’li Ad Dimasyqi, hal. 57, Mawqi’ Misykatul Islamiyah]. Dalil pegangan beliau barangkali adalah sabda Nabi ﷺ:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً

“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat Witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

Waktu Pelaksanaan Shalat Witir

Para ulama sepakat, bahwa waktu shalat Witir adalah antara shalat Isya hingga terbit fajar. Adapun jika dikerjakan setelah masuk waktu Subuh (terbit fajar), maka itu tidak diperbolehkan menurut pendapat yang lebih kuat. Alasannya adalah sabda Nabi ﷺ:

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu Subuh, hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai Witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar)

Ibnu ‘Umar mengatakan:

مَنْ صَلَّى بِاللَّيْلِ فَلْيَجْعَلْ آخِرَ صَلاَتِهِ وِتْراً فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِذَلِكَ فَإِذَا كَانَ الْفَجْرُ فَقَدْ ذَهَبَتْ كُلُّ صَلاَةِ اللَّيْلِ وَالْوِتْرُ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَوْتِرُوا قَبْلَ الْفَجْرِ »

“Barang siapa yang melaksanakan shalat malam, maka jadikanlah akhir shalat malamnya adalah Witir, karena Rasulullah ﷺ memerintahkan hal itu. Dan jika fajar tiba, seluruh shalat malam dan shalat Witir berakhir, karenanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Shalat Witirlah kalian sebelum fajar”. (HR. Ahmad 2/149. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih)

Lalu manakah waktu shalat Witir yang utama dari waktu-waktu tadi?

Jawabannya, waktu yang utama atau dianjurkan untuk shalat Witir adalah sepertiga malam terakhir.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan:

مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَآخِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ.

“Kadang-kadang Rasulullah ﷺ melaksanakan Witir di awal malam, pertengahannya dan akhir malam. Sedangkan kebiasaan akhir beliau adalah beliau mengakhirkan Witir hingga tiba waktu sahur.” (HR. Muslim no. 745)

Disunnahkan berdasarkan kesepakatan para ulama,  shalat Witir itu dijadikan akhir dari shalat Lail berdasarkan hadis Ibnu ‘Umar yang telah lewat:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً

“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat Witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

Yang disebutkan di atas adalah keadaan ketika seseorang yakin (kuat) bangun di akhir malam. Namun jika ia khawatir tidak dapat bangun malam, maka hendaklah ia mengerjakan shalat Witir sebelum tidur. Hal ini berdasarkan hadis Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّكُمْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ ثُمَّ لْيَرْقُدْ وَمَنْ وَثِقَ بِقِيَامٍ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِهِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia Witir dan baru kemudian tidur. Dan siapa yang yakin akan terbangun di akhir malam, hendaklah ia Witir di akhir malam, karena bacaan di akhir malam dihadiri (oleh para Malaikat) dan hal itu adalah lebih utama.” (HR. Muslim no. 755)

Dari Abu Qotadah, ia berkata:

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لأَبِى بَكْرٍ « مَتَى تُوتِرُ » قَالَ أُوتِرُ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ. وَقَالَ لِعُمَرَ « مَتَى تُوتِرُ ». قَالَ آخِرَ اللَّيْلِ. فَقَالَ لأَبِى بَكْرٍ « أَخَذَ هَذَا بِالْحَزْمِ ». وَقَالَ لِعُمَرَ « أَخَذَ هَذَا بِالْقُوَّةِ ».

“Nabi ﷺ bertanya kepada Abu Bakar: ” Kapankah kamu melaksanakan Witir?” Abu Bakr menjawab: “Saya melakukan Witir di permulaan malam”. Dan beliau ﷺ bertanya kepada Umar, “Kapankah kamu melaksanakan Witir?” Umar menjawab: “Saya melakukan Witir pada akhir malam”. Kemudian beliau ﷺ berkata kepada Abu Bakar: “Orang ini melakukan dengan penuh hati-hati.” Dan kepada Umar beliau ﷺ mengatakan: “Sedangkan orang ini begitu kuat.” (HR. Abu Daud no. 1434 dan Ahmad 3/309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih)

Jumlah Rakaat dan Cara Pelaksanaan

Witir boleh dilakukan satu, tiga, lima, tujuh atau sembilan rakaat. Berikut rinciannya.

Pertama: Witir dengan Satu Rakaat

Cara seperti ini dibolehkan oleh Mayoritas Ulama, karena Witir dibolehkan dengan satu rakaat. Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ:

الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلاَثٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ

“Witir adalah sebuah keharusan bagi setiap Muslim. Barang siapa yang hendak melakukan Witir lima rakaat, maka hendaknya ia melakukannya. Dan barang siapa yang hendak melakukan Witir tiga rakaat, maka hendaknya ia melakukannya. Dan barang siapa yang hendak melakukan Witir satu rakaat, maka hendaknya ia melakukannya.” (HR. Abu Daud no. 1422. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih)

Kedua: Witir dengan Tiga Rakaat

Di sini dapat dilakukan dengan dua cara:

[a] Tiga rakaat, sekali salam,

[b] Mengerjakan dua rakaat terlebih dahulu kemudian salam, lalu ditambah satu rakaat kemudian salam.

Dalil cara pertama:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِثَلاَثٍ لاَ يَقْعُدُ إِلاَّ فِى آخِرِهِنَّ.

“Rasulullah ﷺ biasa berwitir tiga rakaat sekaligus, beliau tidak duduk (Tasyahud) kecuali pada rakaat terakhir.” (HR. Al Baihaqi)

Dalil cara kedua:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِى الْحُجْرَةِ وَأَنَا فِى الْبَيْتِ فَيَفْصِلُ بَيْنَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ بِتَسْلِيمٍ يُسْمِعُنَاهُ.

“Rasulullah ﷺ shalat di dalam kamar ketika saya berada di rumah, dan beliau ﷺ memisah antara rakaat yang genap dengan yang Witir (ganjil) dengan salam yang beliau ﷺ perdengarkan kepada kami.” (HR. Ahmad 6/83. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih)

Ketiga: Witir dengan Lima Rakaat

Cara pelaksanaannya adalah dianjurkan mengerjakan lima rakaat sekaligus dan Tasyahud pada rakaat kelima, lalu salam. Dalilnya adalah hadis dari ‘Aisyah, ia mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ فِى آخِرِهَا.

“Rasulullah ﷺ biasa melaksanakan shalat malam sebanyak tiga belas rakaat. Lalu beliau berwitir dari shalat malam tersebut dengan lima rakaat. Dan beliau tidaklah duduk (Tasyahud) ketika Witir kecuali pada rakaat terakhir.” (HR. Muslim no. 737)

Keempat: Witir dengan Tujuh Rakaat

Cara pelaksanaannya adalah dianjurkan mengerjakannya tanpa duduk Tasyahud, kecuali pada rakaat keenam. Setelah Tasyahud pada rakaat keenam, tidak langsung salam, namun dilanjutkan dengan berdiri pada rakaat ketujuh. Kemudian Tasyahud pada rakaat ketujuh dan salam. Dalilnya akan disampaikan pada Witir dengan sembilan rakaat.

Kelima: Witir dengan Sembilan Rakaat

Cara pelaksanaannya adalah dianjurkan mengerjakannya tanpa duduk Tasyahud, kecuali pada rakaat kedelapan. Setelah Tasyahud pada rakaat kedelapan, tidak langsung salam, namun dilanjutkan dengan berdiri pada rakaat kesembilan. Kemudian Tasyahud pada rakaat kesembilan dan salam.

Dalil tentang hal ini adalah hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. ‘Aisyah mengatakan:

كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَيَتَسَوَّكُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّى تِسْعَ رَكَعَاتٍ لاَ يَجْلِسُ فِيهَا إِلاَّ فِى الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ فَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَىَّ فَلَمَّا أَسَنَّ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَخَذَ اللَّحْمَ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَنَعَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الأَوَّلِ فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَىَّ

“Kami dulu sering memersiapkan siwaknya dan bersucinya. Setelah itu Allah membangunkannya sekehendaknya untuk bangun malam. Beliau lalu bersiwak dan berwudhu` dan shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk dalam kesembilan rakaat itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat kesembilannya. Kemudian beliau berzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam dengan nyaring agar kami mendengarnya. Setelah itu beliau shalat dua rakaat setelah salam sambil duduk. Itulah sebelas rakaat wahai anakku. Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya, sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama. Maka itu berarti sembilan wahai anakku.” (HR. Muslim no. 746)

Qunut Witir

Tanya:  Apa hukum membaca doa Qunut setiap malam ketika (shalat sunnah) Witir?

Jawab: Tidak masalah mengenai hal ini. Doa Qunut (Witir) adalah sesuatu yang disunnahkan. Nabi ﷺ pun biasa membaca Qunut tersebut. Beliau ﷺ pun pernah mengajari (cucu beliau) Al Hasan beberapa kalimat Qunut untuk shalat Witir. Ini termasuk hal yang disunnahkan. Jika engkau merutinkan membacanya setiap malamnya, maka itu tidak mengapa. Begitu pula jika engkau meninggalkannya suatu waktu sehingga orang-orang tidak menyangkanya wajib, maka itu juga tidak mengapa. Jika imam meninggalkan membaca doa Qunut suatu waktu dengan tujuan untuk mengajarkan manusia bahwa hal ini tidak wajib, maka itu juga tidak mengapa. Nabi ﷺ ketika mengajarkan doa Qunut pada cucunya Al Hasan, beliau ﷺ tidak mengatakan padanya: “Bacalah doa Qunut tersebut pada sebagian waktu saja”. Sehingga hal ini menunjukkan, bahwa membaca Qunut Witir terus menerus adalah sesuatu yang dibolehkan. [Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Fatawa Nur ‘alad Darb, 2/1062]

Doa Qunut Witir yang dibaca terdapat dalam riwayat berikut.

Al Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah ﷺ mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat Witir, yaitu:

اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

ALLOHUMMAHDINII FII MAN HADAIIT,
WA ‘AAFINII FII MAN ‘AAFAIIT,
WA TAWALLANII FI MAN TAWALLAIIT,
WA BAARIK LII FIIMAA A’ THOIIT,
WA QINII SYARRO MAA QODHOIIT,
 
FA INNAKA TAQDHII WA LAA YUQDHO ‘ALAIIK,
WA INNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIIT,
WA LAA YA’IZZU MAN ‘AADAIIT,
TABAAROKTA ROBBANAA WA TA ’AALAIT.
 
Artinya:
Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau berikan petunjuk;
Berilah aku keselamatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau berikan keselamatan;
Lindungilah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau lindungi;
Berkahilah semua yang telah Engkau berikan kepadaku;
Lindungilah aku dari kejelekan takdir-Mu;
 
Sesungguhnya Engkau menakdirkan dan tidak ada yang menentukan takdir bagi-Mu;
Sesungguhnya orang yang Engkau cintai tidak akan pernah menjadi hina dan orang yang Engkau musuhi tidak akan pernah menjadi mulia.
Maha Berkah dan Maha Tinggi Engkau, wahai Rabb kami.
(HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih)

 

Bagaimana Jika Luput dari Shalat Witir?

Tanya: Apakah shalat Witir itu wajib? Apakah kami nanti berdosa jika suatu hari kami mengerjakan shalat tersebut dan di hari yang lainnya kami tinggalkan?

Jawab: Hukum shalat Witir adalah Sunnah Muakkad (sangat dianjurkan). Oleh karenanya sudah sepatutnya setiap Muslim menjaga shalat Witir ini. Sedangkan orang yang kadang-kadang saja mengerjakannya (suatu hari mengerjakannya dan di hari lain meninggalkannya), ia tidak berdosa. Akan tetapi, orang  seperti ini perlu dinasihati, agar ia selalu menjaga shalat Witir. Jika suatu saat ia luput mengerjakannya, maka hendaklah ia menggantinya di siang hari dengan jumlah rakaat yang genap. Karena Nabi ﷺ jika luput dari shalat Witir, beliau ﷺ selalu melakukan seperti itu. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:  “Jika beliau ketiduran atau sedang sakit sehingga tidak dapat melakukannya di malam hari, maka beliau shalat di waktu siangnya sebanyak dua belas rakaat” (HR. Muslim).

Nabi ﷺ biasanya melaksanakan shalat malam sebanyak sebelas rakaat. Beliau ﷺ salam setiap kali dua rakaat, lalu beliau ﷺ berwitir dengan satu rakaat. Jika luput dari shalat malam karena tidur atau sakit, maka beliau ﷺ mengganti shalat malam tersebut di siang harinya dengan mengerjakan dua belas rakaat. Inilah maksud dari ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tadi. Oleh karena itu, jika seorang Mukmin punya kebiasaan shalat di malam hari sebanyak lima rakaat, lalu ia ketiduran atau luput dari mengerjakannya, hendaklah ia ganti shalat tersebut di siang harinya dengan mengerjakan shalat enam rakaat. Ia kerjakan dengan salam setiap dua rakaat. Demikian pula jika seseorang biasa shalat malam tiga rakaat, maka ia ganti dengan mengerjakan di siang harinya empat rakaat, ia kerjakan dengan dua kali salam. Begitu pula jika ia punya kebiasaan shalat malam tujuh rakaat, maka ia ganti di siang harinya dengan delapan rakaat, ia kerjakan dengan salam setiap dua rakaat.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. [Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, ditandangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku Ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku Wakil Ketua, Abdullah bin Qu’ud dan Abdullah bin Ghodyan selaku Anggota, pertanyaan kedua no. 6755, 7/172-173]

Sudah Witir Sebelum Tidur dan Ingin Shalat Malam Di Akhir Malam

Tanya: Apakah sah shalat sunnah yang dikerjakan di seperti malam terakhir, namun sebelum tidur telah shalat Witir?

Jawab: Shalat malam itu lebih utama dikerjakan di sepertiga malam terakhir, karena sepertiga malam terakhir adalah waktu Nuzul Ilahi (Allah turun ke langit dunia). Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadis yang Shahih, Nabi ﷺ bersabda: “Rabb kita turun ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman (yang artinya): ‘Adakah seorang yang meminta? Pasti Aku akan memberinya. Adakah seorang yang berdoa? Pasti Aku akan mengabulkannya. Dan adakah seorang yang memohon ampunan? Pasti Aku akan mengampuninya’. Hal ini berlangsung hingga tiba waktu fajar.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).

Hadis ini menunjukkan, bahwa shalat di sepertiga malam terakir adalah sebaik-baiknya amalan. Oleh karena itu, lebih utama jika shalat malam itu dikerjakan di sepertiga malam terakhir. Begitu pula untuk shalat Witir, lebih utama untuk dijadikan sebagai akhir amalan di malam hari. Inilah yang ditunjukkan oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya: “Jadikanlah akhir shalatmu di malam hari adalah shalat Witir ” (HR. Bukhari, dari Abdullah bin ‘Umar).

Jadi, jika seseorang telah mengerjakan Witir di awal malam, lalu ia bangun di akhir malam, maka tidak mengapa jika ia mengerjakan shalat sunnah di sepertiga malam terakhir. Ketika itu ia cukup dengan amalan shalat Witir yang dikerjakan di awal malam saja, karena Nabi ﷺ MELARANG mengerjakan dua Witir dalam satu malam. [Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah, Al Muntaqo min Fatawa Al Fauzan no. 41, 65/19]

Semoga panduan shalat Witir ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

[Artikel www.rumaysho.com]

Sumber: https://rumaysho.com/1006-panduan-shalat-Witir.html