بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
MENINGGAL DUNIA NAMUN MASIH MEMILIKI UTANG PUASA
 
Bagi orang yang meninggal dunia namun masih memiliki utang puasa, apakah puasanya diqadha oleh ahli waris sepeninggalnya ataukah tidak? Dalam masalah ini para ulama berselisih pendapat. Pendapat terkuat, dipuasakan oleh ahli warisnya, baik puasa nazar maupun puasa Ramadan. Pendapat ini dipilih oleh Abu Tsaur, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat para pakar hadis dan pendapat Ibnu Hazm. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/130-133]
 
Dalil dari pendapat ini adalah hadis ‘Aisyah:
 
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
 
“Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan memuasakannya. ” [HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147]
 
Yang dimaksud “Waliyyuhu” adalah ahli waris. [Lihat Tawdhihul Ahkam, 2/712 dan Asy Syarhul Mumthi’, 3/93]
 
Namun hukum membayar puasa di sini bagi ahli waris tidak sampai wajib, hanya disunnahkan. [Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/26]
 
Juga hadis Ibnu ‘Abbas, beliau berkata:
 
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ ، وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ ، أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ – قَالَ – فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى »
 
“Ada seseorang yang mendatangi Nabi ﷺ kemudian dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan dia memiliki utang puasa selama sebulan [dalam riwayat lain dikatakan: puasa tersebut adalah puasa nazar], apakah aku harus memuasakannya?” Kemudian Nabi ﷺ bersabda, “Iya. Utang pada Allah lebih pantas engkau tunaikan.” [HR. Bukhari no. 1953 dan Muslim no. 1148]
 
Hadis ‘Aisyah di atas membicarakan utang puasa secara umum, sedangkan hadis Ibnu ‘Abbas membicarakan utang puasa nazar. Jadi keumuman pada hadis ‘Aisyah tidak dikhususkan dengan hadis Ibnu ‘Abbas, karena di dalamnya tidak ada pertentangan. Sebagaimana dalam ilmu ushul fiqih, takhsis (pengkhususan) itu ada, jika terdapat saling pertentangan antara dalil yang ada. Namun dalam kasus ini tidak ada pertentangan dalil.
 
Ibnu Hajar mengatakan:
“Hadis Ibnu ‘Abbas adalah hadis yang berdiri sendiri (tidak berkaitan dengan hadis ‘Aisyah, -pen), membicarakan khusus orang yang memiliki qadha puasa nazar. Adapun hadis ‘Aisyah adalah hadis yang bersifat umum.” [Fathul Bari, 4/193]
 
Boleh beberapa hari qadha puasa dibagi kepada beberapa ahli waris. Kemudian mereka, boleh laki-laki ataupun perempuan, mendapatkan satu atau beberapa hari puasa. Boleh juga mereka membayar utang puasa tersebut dalam satu hari dengan serempak beberapa ahli waris melaksanakan puasa sesuai dengan utang yang dimiliki oleh orang yang telah meninggal dunia tadi. [Lihat Tawdhihul Ahkam, 2/712]
 
Rincian Qadha Puasa bagi Orang yang Meninggal Dunia
 
Pertama: Jika seseorang tertimpa sakit yang tidak kunjung sembuh, maka ia tidak ada kewajiban puasa dan tidak ada qadha puasa. Yang ia lakukan hanyalah mengeluarkan fidyah dengan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ia tinggalkan. Ia boleh jadi melakukannya ketika ia hidup. Jika memang belum ditunaikan, ahli waris yang nanti menunaikannya ketika ia telah meninggal dunia.
 
Kedua: Adapun jika seseorang tertimpa sakit yang diharapkan sembuhnya, maka ia tidak ada kewajiban puasa di bulan Ramadan karena sakit yang ia derita, namun ia punya kewajiban untuk qadha puasa. Jika ternyata ia tidak mampu menunaikan qadha karena sakitnya terus menerus hingga akhirnya meninggal dunia, maka ia tidak punya kewajiban qadha puasa, dan juga tidak ada kewajiban mengeluarkan fidyah. Ahli warisnya pun tidak diperintahkan untuk membayar qadha puasanya, dan juga tidak diperintahkan mengeluarkan fidyah.
 
Contoh dari penjelasan ini adalah seseorang sakit demam mulai tanggal 20 Ramadan hingga akhir bulan Ramadan. Berarti ia punya qadha puasa selama 11 hari. Ketika tanggal 1 Syawal, penyakitnya sembuh. Lantas ia ingin mengqadha puasa tadi keesokan harinya. Namun ternyata keesokan harinya ia jatuh sakit lagi dan penyakitnya bertambah parah sehingga tanggal 5 Syawal ia meninggal dunia. Maka orang semacam ini tidak punya kewajiban qadha sama sekali, dan juga tidak ada fidyah. Ia seperti halnya orang yang meninggal dunia sebelum masuk Ramadan, artinya ia meninggal dunia sebelum waktu diwajibkannya puasa.
 
Al ‘Azhim Abadi mengatakan:
“Para ulama sepakat, bahwa jika seseorang tidak puasa karena alasan sakit dan safar, lalu ia tidak meremehkan dalam penunaian qadha hingga ia mati, maka ia tidak ada kewajiban qadha, dan juga tidak ada kewajiban fidyah (memberikan makan pada orang miskin).” [‘Aunul Ma’bud, 7/26]
 
Ketiga: Adapun jika seseorang itu sakit dan penyakitnya bisa diharapkan sembuh, dan setelah sembuh ia mampu untuk menunaikan qadhanya, namun ia meremehkan sehingga qadha tersebut tidak ditunaikan sampai ia meninggal dunia, maka orang semacam ini yang disunnahkan untuk dibayar qadha puasanya selama beberapa hari oleh ahli warisnya. Jika ahli waris tidak membayar qadhanya, maka bisa digantikan dengan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) bagi setiap hari yang ditinggalkan. [Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajid dalam Fatawanya Al Islam Sual wa Jawab no. 81030. Lihat pula Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/26]
 
Dari penjelasan ini, maka maksud hadis, “Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan memuasakannya” adalah barang siapa yang tidak puasa karena uzur (seperti haid, safar, atau sakit yang bisa diharapkan sembuhnya), lantas ia pun mampu menunaikan qadha puasanya namun ia tidak melakukannya, maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk melunasi utang puasanya.
 
 
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Cuplikan dari Buku Panduan Ramadan
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
MENINGGAL DUNIA NAMUN MASIH MEMILIKI UTANG PUASA