بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MENDINGAN MANA: PEMIMPIN MUSLIM YANG KORUPSI ATAU PEMIMPIN NON-MUSLIM TAPI JUJUR, ADIL DAN ANTI KORUPSI?

Lihatnya pakai kacamata syariat yaaaa … Jangan lihat pakai hawa nafsu.

Kita dapat ambil pelajaran dari perkataan ‘Abdullah bin Mas’ud berikut ini. Ibnu Mas’ud berkata:

لأَنْ أَحْلِفَ بِاللَّهِ كَاذِبًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أنْ أَحْلِفَ بِغَيْرِهِ وَأنَا صَادِقٌ

“Aku bersumpah dengan nama Allah dalam keadaan berdusta, lebih aku sukai daripada aku jujur, lalu bersumpah dengan nama selain Allah.” (HR. Ath Thobroni dalam Al Kabir. Guru kami, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata bahwa sanad hadis ini Shahih).

Kata Syaikh Sholeh Al Fauzan, di antara faidah dari hadis di atas adalah BOLEHNYA mengambil mudarat yang lebih ringan ketika berhadapan dengan dua kemudaratan. (Al Mulakhos fii Syarh Kitabit Tauhid, hal. 328).

Kaidah dari pernyataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah:

اِرْتِكَابُ أَخَفِّ المفْسَدَتَيْنِ بِتَرْكِ أَثْقَلِهِمَا

“Mengambil mafsadat yang lebih ringan dari dua mafsadat yang ada, dan meninggalkan yang lebih berat.” (Fathul Bari, 9: 462). Mafsadat adalah kerusakan/ bahaya/ perkara jelek yang merusak.

Dalam kitab yang sama, Ibnu Hajar juga menyatakan kaidah:

جَوَازُ اِرْتِكَابِ أَخَفِّ الضَّرَرَيْنِ

“Bolehnya menerjang bahaya yang lebih ringan.” (Fathul Bari, 10: 431)

Kalau kita bandingkan saat mesti memilih antara pemimpin Muslim yang gemar maksiat (korupsi) dengan pemimpin non-Muslim yang jujur dan adil, maka tetap saja pemimpin Muslim lebih utama untuk dijadikan pilihan. Mudaratnya tentu lebih ringan. Apa alasannya?

Alasan Pertama

Kita tidak boleh mengambil pemimpin dari orang kafir.

Alasan Kedua

Kita akan lebih mudah dalam menjalani agama, karena pemimpin semacam itu lebih mengerti akan kebutuhan kaum Muslimin.

Alasan Ketiga

Non-Muslim tidak mudah menindas kaum Muslimin atau menyebar ajaran mereka.

Kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin Muslim misalnya dengan korupsi, itu adalah kesalahannya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas tindak jeleknya. Namun agama kita pasti akan lebih selamat dan orang Muslim pun akan peduli pada sesama saudaranya. Beda halnya dengan non-Muslim. Muslim yang bermaksiat masih lebih mending, berbeda dengan non-Muslim yang diancam akan kekal di neraka.

Jadi bagi yang masih mengatakan pemimpin non-Muslim itu lebih baik, berpikirlah dengan nalar yang baik dan banyak mengaji ayat-ayat Alquran. Lihatlah bagaimana Allah menyebut non-Muslim  dalam ayat berikut ini:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6).

Ini firman Allah loh yang tidak mungkin keliru. Beda kalau tidak percaya akan wahyu.

Loyalitas seorang Muslim haruslah kepada sesama Muslim, bukan kepada yang berlawanan agama dengannya. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)

Dalam ayat lain disebutkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al Mumtahanah: 1)

Marilah kita kaum Muslimin melihat realita yang terjadi. Cobalah renungkan sejenak, bagaimana nasibnya nanti, jika akhirnya pemimpin non-Muslim yang akan maju sebagai pewaris kekuasaan.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber: