بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

 

LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
Oleh: Ustadz Abu Zahroh al-Anwar

Taqdim

Alhamdulillah, salawat dan salam senantiasa tercurah bagi Rasulullah ﷺ, keluarga, sahabat, dan pengikut setia mereka di dalam kebajikan hingga mendekati Hari Pembalasan. Amma ba’du.
Ketahuilah, bahwasanya agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah mengikhlaskan peribadatan hanya kepada Allah ﷻ semata, dan meninggalkan kesyirikan. Allah ﷻ berfirman:

وَقَالُواْ كُونُواْ هُوداً أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُواْ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Dan mereka mengatakan: “Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk.” Katakanlah: “Tidak, bahkan kami mengikuti aagama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah ia dari golongan orang musyrik.” [QS. al-Baqarah 2 : 135]

Dan juga dalam Surat an-Nahl ayat: 123

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang memersekutukan Allah. [QS. an-Nahl ayat 16 : 123]

Dan tauhid ibadah inilah yang menjadi hikmah penciptaan jin dan manusia seluruhnya, sebagaimana firman Allah ﷻ:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia, kecuali dengan hikmah, agar mereka beribadah hanya kepada-Ku.” [QS. adz-Dzariyat 51 : 56]

Tauhid merupakan kewajiban yang paling hakiki bagi umat manusia yang menjadi hak Allah ﷻ. Selain itu, tauhid juga menjadi syarat utama diterimanya suatu peribadatan. Maka tidaklah sah, dan tidak pula diterima oleh Allah ﷻ segala bentuk peribadatan, apabila tidak didasari dengan tauhid yang lurus dan benar, sebagaimana wudhu yang menjadi syarat diterimanya salat seseorang.

Allah ﷻ berfirman:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“… Sungguh jika engkau menyekutukan Allah, benar-benar akan hancur amalanmu. Dan sungguh engkau benar-benar akan menjadi golongan orang-orang yang merugi. [QS. az-Zumar 39 : 65]

Betapa penting landasan tauhid pada setiap amalan hamba, dan betapa besar bahaya kesyirikan apabila dia bercampur dan mengotori suatu amalan, hingga dapat menghancurkan amalan itu. Bahkan menjadikan pelakunya kekal abadi di dalam Neraka. Karena hal inilah, maka mengetahui tentang kesyirikan sangatlah penting. Bahkan lebih penting dari pengetahuan dan keilmuan tentang salat, zakat, puasa, haji, dan peribadatan-peribadatan yang lain. Dengan mengetahui kesyirikan tersebut, seseorang akan selamat dari jaring-jaring kesyirikan, dengan izin Allah.

Kaidah dalam Mengenali Kesyirikan

Di dalam Alquran terdapat lima kaidah agung untuk mengenali kesyirikan orang-orang musyrikin. Dengan memahami kaidah-kaidah tersebut, seseorang akan mengetahui dengan jelas hakikat kesyirikan, dan selanjutnya akan dapat melepaskan, serta menjaga diri dari jerat jaring-jaring kesyirikan.

Berikut ini uraian tentang lima kaidah tersebut. Semoga dengannya kita mendapatkan petunjuk jalan yang lurus, dan mendapatkan lentera yang terang benderang untuk membedakan antara ketauhidan dan kesyirikan.

Kaidah Pertama
Kaum Musyrikin Yang Diperangi Nabi ﷺ Mengakui Tauhid Rububiyah

Dalil kaidah ini adalah firman Allah ﷻ dalam: QS. Yunus 10 : 31, QS. al-Mukminun 23: 84-85, dan QS. Luqman 31: 25.

Makna Kaidah

Sesungguhnya orang-orang kafir yang Rasulullah ﷺ diutus di tengah-tengah mereka, mengakui dan menetapkan Rububiyah Allah ﷻ. Bahwasanya Allah ﷻ adalah Pencipta, Pemberi rezeki, dan Pengatur segala urusan di langit dan bumi, dan apa yang ada di dalam keduanya.

Berkata lbnu Abil Iz rahimahullah dalam Syarh Aqidah at-Thohawiyah 1/26: “Tidaklah ada yang mengingkari tauhid ini, suatu kelompok (pun) yang dikenal dari kalangan anak keturunan Nabi Adam ‘alaihissalam.”

Tetapi pengakuan dan penetapan mereka (orang-orang musyrik) terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah memberi manfaat, dan tidak cukup untuk dapat mengeluarkan mereka dari kekufuran, ataupun memasukkan mereka ke dalam Islam. Sebagaimana pembesar-pembesar kafir Quraisy saat itu yang telah mengikrarkan dan mengimani Tauhid Rububiyah ini, tetapi Allah ﷻ tetap memerintahkan Rasul-Nya ﷺ untuk memerangi mereka, dan tidak menganggap mereka sebagai orang-orang Muslim.

Segi Pengambilan Dalil dalam Menetapkan Kaidah Ini

Sebagian umat manusia yang menyekutukan Allah ﷻ dalam peribadatan, menyangka bahwa Tauhid Rububiyah iniiah yang menjadi tujuan diutusnya Rasulullah ﷺ, sehingga pertentangan atau peperangan antara Rasulullah ﷺ dan kaum musyrikin terjadi karena masalah Tauhid Rububiyah. Mereka juga menyangka, bahwa Tauhid Rububiyah adalah satu-satunya hal pokok yang telah mencukupi, agar seseorang dapat terjaga darah dan hartanya di dunia, dan selamat dari azab Allah ﷻ di Akhirat. Dan persangkaan mereka inilah yang akhirnya membuat mereka memaknai Syahadat لا إِلَهَ إِلَّا الله hanya sebatas, bahwasanya tidak ada Pencipta, Pemberi rezeki, dan Pengatur segala urusan langit dan bumi, dan apa yang ada di dalam keduanya, kecuali Allah ﷻ.

Maka lihatlah ayat-ayat yang menjadi dalil penetapan kaidah ini. Dalam ayat-ayat tersebut Allah ﷻ telah menumbangkan argumentasi mereka hingga ke akar-akarnya.

Dan perhatikanlah salah satunya dalam firman Allah ﷻ:

قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengiihatan? Dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup? Dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka Katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” [QS. Yunus 10 : 31]

Dalam ayat ini terdapat dua hal yang menjadi bantahan bagi argumentasi mereka:

1. Firman Allah ﷻ menghikayatkan jawaban mereka فَسَيَقُولُونَ اللّهُ (Mereka akan mengatakan: “Kepunyaan Allah”) memberikan pengertian yang gamblang lagi terang benderang bagaikan matahari di siang hari, bahwa orang-orang musyrik awal, menetapkan Tauhid Rububiyah (meyakini bahwa Allah adalah Pencipta, Pemberi rezeki, Penguasa dan Pengatur segala urusan langit dan bumi beserta apa yang ada di dalam keduanya).

2. Allah ﷻ menutup ayat yang mulia ini dengan tuntutan agar mereka bertakwa kepada Allah, dengan menjadikan benteng penjaga antara hamba dan azab Allah ﷻ. Seandainya pengakuan mereka terhadap Tauhid Rububiyah tersebut mencukupinya, maka tidaklah Allah ﷻ akan menuntut hal tersebut.

Sekilas Makna “Laa Ilaaha Illallah”

Seorang yang mendapatkan taufik dari Allah ﷻ dalam menadaburi Kitabullah dan Sunnah, serta sirah Rasulullah ﷺ dalam dakwahnya, akan jelas baginya kekeliruan i’tiqod orang yang mengatakan, bahwa makna Syahadat “Laa Ilaaha IllAllah” adalah penetapan, bahwasanya tidaklah ada Pencipta, Pemberi rezeki, Penguasa, dan Pengatur segala urusan langit dan bumi beserta apa yang ada di dalam keduanya, kecuali Allah ﷻ. Yang sedemikian ini karena Allah ﷻ telah menjelaskan makna Syahadat “Laa Ilaaha IllAllah” dalam Alquran, dan tidaklah menyerahkan pemahaman maknanya kepada umat manusia. Allah ﷻ menjelaskan, bahwa makna Syahadat ini adalah Peniadaan dan Penetapan. Peniadaan penyembahan (yang haq) dari selain Allah ﷻ, dan penetapan peribadatan (yang haq) adalah semata-mata menjadi hak Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ. إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ. وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ.

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Yang menciptakanku. Karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” Dan menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya, supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. [QS. az-Zukhruf 43 : 26-28]

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: Kalimat ini adalah peribadatan terhadap Allah ﷻ semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan melepasnya dari selain Allah ﷻ. Inilah (makna) “Laa Ilaaha IllAllah”

Dan dalam ayat lain Allah ﷻ berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ. وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ.

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka “Laa Ilaaha IllAllah”, mereka menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan: “Apakah kami harus meninggalkan Sesembahan kami karena seorang penyair gila?” [QS. ash-Shoffat 37: 35-36]

Ayat ini merupakan dalil yang sangat terang, bahwa makna “Laa Ilaaha IllAllah” bukanlah penetapan, bahwasanya tidaklah ada pencipta, pemberi rezeki, penguasa, dan pengatur segala urusan iangit dan bumi beserta apa yang ada di dalam keduanya, kecuali Allah ﷻ. Namun maknanya adalah peniadaan penyembahan yang haq dari selain Allah ﷻ, dan penetapan peribadatan semata-mata menjadi hak Allah. Kalau seandainya maknanya tidaklah ada Pencipta, Pemberi rezeki, Penguasa, dan Pengatur segala urusan langit dan bumi beserta apa yang ada di dalam keduanya, kecuali Allah ﷻ, niscaya mereka (orang-orang musyrik) tidak akan menolaknya. Karena makna ini telah mereka tetapkan dan mereka yakini. Maka lihatlah firman Allah ﷻ yang menguatkan penafsiran ini:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهاً وَاحِداً إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Mengapa ia menjadikan Sesembahan-Sesembahan itu menjadi Sesembahan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” [QS. Shad 38 : 5]

Berdasarkari ayat ini mereka memahami makna Syahadat “Laa Ilaaha IllAllah” adalah, menjadikan Sesembahan yang berhak disembah secara haq hanyalah satu, yaitu: Allah ﷻ. Karena inilah mereka menolak untuk mengikrarkannya. Dan tidaklah mereka menolaknya, kecuali karena konsekuensi dari ikrar tersebut adalah meninggalkan Sesembahan-Sesembahan yang mereka dan nenek moyang mereka sembah.

Kaidah Kedua
Kaum Musyrikin Beribadah Kepada Selain Allah Agar Dapat Mendekatkan Diri Mereka Kepada Allah ﷻ dan Untuk Mendapatkan Syafaatnya Di Sisi Allah ﷻ

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. [QS. az-Zumar 39: 3]

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah, apa yang tidak dapat mendatangkan kemadharatan kepada mereka, dan tidak (pula) manfaat. Dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya, baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka memersekutukan (itu).” [QS.Yunus 10 : 18]

Pentingnya Mengetahui Kaidah Ini

Mengetahui kaidah ini sangatlah penting. Karena dengannya dapat diketahui, bahwa sebab kesyirikan orang-orang terdahulu adalah mencari pendekatan diri dan syafaat (kepada selain Allah ﷻ). Hingga akhirnya Allah ﷻ mengutus Rasulullah Muhammad ﷺ untuk menjelaskan, bahwa hal itu merupakan bentuk kekufuran dan kesyirikan, dan termasuk perbuatan meremehkan Allah Rabb alam semesta. Rasulullah ﷺ mencurahkan segala daya upaya di jalan Allah ﷻ, dan menanggung berbagai macam beban serta resiko untuk mendakwahi mereka, hingga dltinggalkan Sesembahan (selain Allah ﷻ) yang disembah oleh mereka dan nenek moyang mereka, dan sirnalah semua lambang serta syiar keberhalaan.

Tetapi zaman terus berputar. Ilmu agama semakin diremehkan. Dan muncul berbagai syubhat yang dilancarkan setan bersama bala tentaranya, yang di dalamnya penuh dengan kata-kata indah, dan dibumbui hujjah-hujjah yang tidak ditempatkan dan tidak dipahami sesuai porsinya, sehingga kebanyakan umat manusia terjerumus dalam kubangan kesyirikan. Dan bahkan karena tipisnya pengetahuan agama, ditambah dengan kuatnya syubhat, secara tidak sadar mereka meneriakkan dan membela perbuatan mereka dengan hujjah dan landasan orang-orang musyrik awal. Begitu juga upaya pembelaan mereka secara fisik terhadap keyakinan mereka, adalah sebagaimana upaya pendahulu-pendahulu mereka.

Tanggapan mereka terhadap juru dakwah yang ikhlas dan yang benar-benar memberi nasihat di jalan Allah ﷻ, dan menunjuki mereka jalan yang haq, adalah sebagaimana tanggapan para pendahulu mereka. Semua ini terjadi karena mereka tidak memahami kaidah ini dengan balk. Dari sini nampak jelas, betapa pentingnya kita mengetahui dan memelajari sebaik-baiknya kaidah yang agung ini.

Makna Kaidah

Penyembahan berhala adalah pemandangan yang paling sering ditemui, dan telah menyebar luas di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah. Sehingga setiap rumah di antara rumah-rumah mereka tidaklah sepi dari berhala-berhala yang disembah dan diibadahi. Mengapa penyembahan berhala memiliki tempat dan kedudukan yang begitu luar biasa di sisi mereka…??? Jawabannya adalah karena berhala-berhala tersebut pada hakikatnya dibuat berdasarkan gambaran dari bentuk dan sifat Sesembahan yang gaib, yang diharapkan dapat menyampaikan hajat mereka kepada Allah ﷻ.

Orang-orang musyrik Jahiliyah menyangka, bahwa tidaklah mungkin menyampaikan hajat mereka secara langsung kepada Allah ﷻ, tetapi harus melalui perantara orang-orang saleh yang memiliki kedudukan di sisi-Nya. Dan mereka menyangka, bahwa tidaklah mungkin Allah ﷻ akan menolak syafaat orang-orang saleh itu, karena kedudukan mereka di sisi Allah ﷻ. Mereka menyamakan Allah ﷻ dengan raja-raja atau penguasa di dunia, yang mana setiap orang tidak dapat menyampaikan keperluannya kepada raja, kecuali dengan perantara ajudan, atau orang-orang yang dekat dengannya.

Berdasarkan ideologi inilah mereka melukis dan memahat patung orang-orang saleh. Dan berdasarkan ini pulalah mereka berdoa, meminta pertolongan, bernadzar, dan menyajikan berbagai macam peribadatan terhadapnya. Jika tidak, sesungguhnya mereka lebih pandai dan lebih berakal daripada sekadar menyembah batu, pepohonan, atau lainnya. Karena mereka memiliki keyakinan, bahwa ketika mereka menyembah benda-benda tersebut, maka arwah orang-orang saleh, malaikat, dan para nabi turun, lalu menyatu dengan benda-benda tersebut. Kemudian menjadi perantara antara penyembahnya dengan Allah ﷻ, sehingga dapat menyampaikan hajat mereka ke hadirat Allah ﷻ.

Allah ﷻ dalam dua ayat di atas (QS. az-Zumar 39: 3 dan QS.Yunus 10: 18) menghukumi, bahwa perbuatan mereka ini adalah perbuatan syirik dan kufur.

Sekilas Tentang Syafaat

Jika seseorang berkata: “Apakah Anda dan orang-orang yang sejalan dengan Anda mengingkari syafaat?” Maka jawabannya: “Rahmatullahi ‘alaikum! Kita tidak mengingkari syafaat. Tetapi perlu diketahui, bahwasanya semua syafaat adalah milik Allah ﷻ, dan kita memohon syafaat hanya semata-mata kepada Allah ﷻ:

قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعاً

Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.” [QS. az-Zumar 39 : 44].

Dan perlu diketahui, syafaat yang haq haruslah terpenuhi di dalamnya dua hal:

1. Dengan izin Allah ﷻ,
2. Orang yang mendapatkan syafaat adalah dari kalangan Ahli Tauhid:

مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“…Tidaklah ada yang memberi syafaat di sisi-Nya, kecuali dengan izin-Nya…” [QS. al-Baqarah 2 : 255]

وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى

“…Tidaklah mereka memberi syafaat, kecuali terhadap orang yang diridai Allah.” [QS. al-Anbiya’ 21 : 28]

Adapun orang-orang yang kafir dan melakukan kesyirikan, maka tidaklah berguna bagi mereka syafaat dari seorang yang memberi syafaat.

مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ

“…Orang-orang yang zalim, mereka tidak mempunyai teman setia seorang pun, dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” [QS. al-Mukmin 40 : 18]

Sedangkan syafaat yang dicari dari selain Allah ﷻ, maka jeias tidak dapat terpenuhi dua syarat tersebut di atas, dan bahkan inilah zat kesyirikan orang-orang Jahiliyah awal.

Kaidah Ketiga
Di Antara Mereka (Orang-Orang Musyrik) Ada yang Menyembah Matahari, Bulan, Pepohonan, Batu, Malaikat, Nabi, dan Orang-Orang Saleh. Rasulullah ﷺ Memerangi Mereka Semua, dan Tidaklah Membeda-Bedakan Antara yang Satu Dengan Yang Lainnya.

Dalil Kaidah:
(a). QS. al-Anfal 8 : 39 (b). QS. Fushshilat 41 :37 (c). QS. Ali Imran 3 : 80 (d). QS. al-Maidah 5 :116 (e). QS. al-Isra 17 : 57 (f). QS. an-Najm 53 : 19-20.

Makna Kaidah

Orang Arab pada asalnya mengikuti agama Nabi Ismail ‘Azza wa Jalla, sampai datang seorang yang merusak agama mereka, dan menyebarkan kesyirikan di tengah-tengah mereka. Hingga akhirnya mereka terjerumus ke dalam jurang kesyirikan. Di antara mereka ada yang menyembah matahari, pohon, batu, malaikat, nabi, dan orang-orang saleh. Kemudian Allah ﷻ memerintah-kan Rasul-Nya ﷺ untuk memerangi mereka semua, tanpa membeda-bedakan antara kesyirikan yang satu dengan yang lain. Karena sebab peperangan tersebut adalah satu, yaitu menghapus kesyirikan, dan menjadikan semua amalan bagi Allah ﷻ semata.

Kaidah ini memberikan jawaban terhadap sebagian orang yang mengatakan, bahwa ayat-ayat yang menjelaskan tentang kekufuran orang-orang yang menyembah kepada selain Allah ﷻ, hanya dikhususkan bagi penyembah berhala yang berupa matahari, pepohonan, batu, dan lain-lainnya. Adapun orang-orang yang mencari syafaat kepada para malaikat, nabi, dan orang-orang saleh, tidaklah termasuk di dalamnya. Kaidah ini juga sebagai bantahan kepada orang yang mengatakan, bahwa juru dakwah tauhid menjadikan malaikat, nabi, dan orang-orang saleh, semisal matahari, bulan, batu, pohon, dan lain-lainnya. Sekaligus menjelaskan, bahwa Sesembahan orang-orang Jahiliyah bukan hanya terbatas pada matahari, bulan, batu, pohon dan lain-lainnya, tetapi mereka pun menyembah malaikat, nabi, dan orang-orang saleh, dan Allah ﷻ. Tidak membeda-bedakan hukum yang berlaku bagi mereka.

Kesimpulan Kaidah

1. Bahwasanya Sesembahan-Sesembahan yang disembah selain Allah ﷻ pada masa Rasulullah ﷺ di utus di muka bumi ini bermacam-macam. Bukan hanya terbatas pada matahari, bulan, batu, pohon, atau semisalnya, tetapi mereka juga menyembah malaikat, nabi, dan orang-orang saleh. Dengan demikian, maka ayat yang diturunkan oleh Allah ﷻ yang berbicara tentang kesyirikan, meliputi semua bentuk-bentuk kesyirikan tersebut secara umum.

2. Perintah untuk memerangi orang-orang musyrik berlaku secara umum dan menyeluruh kepada seluruh ahli kesyirikan, termasuk di dalamnya penyembah malaikat, nabi, dan orang-orang saleh.

3. Tumbangnya hujjah orang-orang yang mengatakan, bahwa ayat-ayat tentang kesyirikan dan hukuman Allah ﷻ kepada mereka (pelaku kesyirikan) hanyalah bagi para penyembah matahari, bulan, batu, pohon, dan lain-lain. Dan sesungguhnya mereka berhujjah seperti ini dalam rangka membolehkan peribadatan kepada orang-orang saleh.

Kaidah Keempat
Kaum Musyrikin Awal Mengikhlaskan Ibadah Semata-Mata Bagi Allah ﷻ di Waktu Mendapat Bencana dan Kesulitan, dan Mereka Menyekutukan-Nya di Waktu Longgar

Dalil Kaidah
(a). QS. al-Isra 17 : 67 (b).QS. Luqman 31 : 32 (c). QS. al-Ankabut 29 :65

Makna Kaidah

Makna dari kaidah ini sangat jelas, yaitu bahwa orang-orang musyrik awal, mereka menyekutukan Allah ﷻ pada saat longgar. Akan tetapi apabila mereka berada dalam kesulitan, mereka mengikhlaskan peribadatan hanya semata-mata bagi Allah ﷻ.

Kaidah ini menetapkan, bahwa orang-orang musyrik masa kini lebih parah kesyirikannya dibandingkan kaum musyrikin awal, dari sudut pandang, bahwa kaum musyrik awal mereka menyekutukan Allah ﷻ ketika dalam kelonggaran. Sedangkan pada saat tertimpa kesulitan, mereka mengikhlaskan peribadatan semata-mata bagi Allah ﷻ. Adapun kaum musyrikin saat ini, mereka menyekutukan Allah pada saat longgar dan di saat tertimpa kesulitan. Setelah mengetahui hal ini, maka seorang Muslim akan lebih berhati-hati dan waspada dari kesyirikan. Dan tidaklah ia mengatakan: “Kenapa kita harus membicarakan masalah tauhid?” Karena perkataan-perkataan semisal ini merupakan sebesar-besar jaring setan, dan menjadi senjatanya yang paling ampuh untuk menjerumuskan manusia ke dalam kegelapan kesyirikan, dan kemaksiatan-kemaksiatan selainnya.

Parahnya Kesyirikan Kaum Musyrikin Saat Ini

Kabut kegelapan, kerusakan, dan kejelekan kesyirikan kaum musyrikin saat ini melebihi kesyirikan kaum musyrik awal dari beberapa sisi:

Pertama: Kaum musyrikin awal menyekutukan Allah ﷻ ketika dalam kelonggaran. Sedangkan pada saat tertimpa kesulitan, maka mereka mengikhlaskan peribadatan semata-mata hanya bagi Allah ﷻ. Adapun kaum musyrikin saat ini, mereka menyekutukan Allah pada saat longgar dan di saat tertimpa kesulitan. Muhammad bin Ishaq menyebutkan dari Ikrimah bin Abu Jahl, bahwasanya tatkala Rasulullah ﷺ membuka kota Makkah, dia (Ikrimah) lari meninggalkan kota Makkah. Tatkala dia naik perahu menuju negeri Habsyi, sesampai di tengah lautan, tiba-tiba digoncang badai. Maka orang-orang yang berada di dalam perahu berkata: “Ikhlaskan doa bagi Rabb kalian. Sebab tidak ada yang mampu menyelamatkan dari badai yang menggoncang ini kecuali Dia.” Ikrimah kemudian berkata: “Demi Allah, kalau tidak ada yang mampu menyelamatkan seseorang ketika di lautan kecuali Dia, maka tidak ada pula yang dapat menyelamatkan seseorang di daratan selain-Nya.”

Kedua: Sebagian kaum musyrikin masa kini, apabila tertimpa kesulitan, justru semakin menjadi-jadi kesyirikan yang dilakukannya. Hal ini bertolak belakang dengan sikap kaum musyrikin awal. Realita seperti ini banyak terjadi pada orang-orang yang mengaku berada dalam kebajikan, ilmu, dan kezuhudan, ketika mereka bersimpuh dengan menebar bunga telon sembari mengangkat kedua tangannya di hadapan orang-orang yang telah meninggal dunia, yang mereka anggap sebagai Waliyulloh. Mereka memohon di hadapan orang-orang yang tidak mendengar doa mereka, dan tidak pula dapat memberi manfaat serta mudharat sedikit pun. Hal serupa juga terjadi pada sebagian kaum nelayan. Suatu ketika saat penulis berada dalam suatu majelis membaca ayat-ayat serta penjeiasan ulama mengenai masalah ini, dan menjelaskan realita kaum musyrikin pada saat sekarang ini, maka salah seorang teman yang berada dalam majelis ini yang pernah bekerja sebagai seorang nelayan bertutur, bahwa sebagian nelayan apabila tertimpa badai yang menggoncang perahunya, mereka bersumpah dengan nama orang-orang yang dianggap sebagai Waliyulloh. Dan sesampai di daratan mereka menyembelih binatang di kuburan orang yang dianggap wali tersebut, sebagai rasa syukur mereka terhadapnya.

Ketiga: Kaum musyrikin awal menyembah orang-orang saleh, sedangkan kaum musyrikin masa kini menyembah orang-orang yang amat fasik. Dan mereka mengakui hal ini. Orang-orang yang mereka anggap sebagai wali, aqthob, atau ghouts tidaklah melaksanakan salat, tidak berpuasa, tidak membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan keji semisal zina dan lainnya, dengan dalih, bahwa mereka telah terlepas dari beban melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam Islam, dan terlepas dari hukum halal-haram. Bahkan mereka berpendapat, bahwa hukum halal dan haram hanya untuk orang awam. Mereka mengakui bahwa sesepuh-sesepuh mereka tidak salat, tidak puasa, dan tidak menjaga diri dari perbuatan keji dan mungkar, namun mereka tetap menyembahnya.

Kesimpulan Kaidah Keempat

Kaum musyrikin masa kini lebih parah kesyirikannya di bandingkan dengan kaum musyrikin awal.

Kaidah Kelima
Sebagian Kaum Musyrikin Memiliki Ilmu, Hujjah, dan Buku-Buku yang Banyak Guna Memertahankan Ideologi Mereka.

Dalil Kaidah

فَلَمَّا جَاءتْهُمْ رُسُلُهُم بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِندَهُم مِّنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون

“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul yang diutus kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada diri mereka, dan mereka dikepung oleh azab yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” [QS. Ghofir 40 : 83]

Makna Kaidah

Orang-orang musyrik, terutama ulama-ulama mereka, kadang mempunyai banyak ilmu dan hujjah. Di antara mereka ada yang mempunyai ilmu dalam Tauhid Uluhiyah:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهاً وَاحِداً إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Mengapa ia menjadikan Sesembahan-Sesembahan itu menjadi Sesembahan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” [QS. Shad 38 : 5]

Dan adakalanya mereka mempunyai ilmu fikih, sebagaimana dikabarkan dalam firman Allah ﷻ:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Keadaan mereka yang demikian itu, karena mereka berkata sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Dan Allah menghalalkan jual beli, dan mengharamkan riba.” [QS.al-Baqarah 2 :275]

Jenis ilmu yang dijumpai dalam umat ini, dijumpai pula di sisi kaum musyrikin yang menjadi musuh para rasul. Mereka membantah para rasul dengan ilmu yang mereka miliki. Bahkan Allah ﷻ menamakan perkataan mereka sebagai hujjah, karena kekuatan syubhat yang ditimbulkannya.

Kaum musyrikin menghalangi manusia dari kebenaran, dengan ilmu dan hujjah yang mereka miliki. Allah ﷻ berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً وَلَوْ شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu manusia. Jikalau Allah menghendaki, mereka tidaklah akan melakukannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka kerjakan.” [QS. al-An’am 6 : 112]

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah:
“Renungkanlah ayat ini dan keagungan kadarnya. Di dalamnya terdapat penjelasan pokok-pokok kebatilan, dan peringatan dari tempat-tempat yang harus diwaspadai, dan (agar) tidak terpedaya dengannya. Jika Anda renungkan perkataan-perkataan Ahli Batil, Anda akan mendapati, bahwasanya Ahli Batil membungkusnya dengan ibarat-ibarat dan lafal-lafal yang indah, yang menyebabkan seseorang yang tidak memiliki bashiroh akan segera menerima ucapan-ucapan tersebut.”

Bilamana Seseorang Tidak Berilmu

Seorang Ahli Tauhid yang tidak memiliki senjata berupa ilmu yang bermanfaat, sangat dikhawatirkan (ketika dia menempuh jalan ini), dia akan dengan cepat terpengaruh oleh hembusan syubhat yang diterpakan orang-orang yang memusuhi dakwah tauhid. Atau terpengaruh oleh mereka yang menisbatkan dirinya kepada dakwah tauhid, tetapi telah banyak terkena badai syubhat yang dilancarkan musuh-musuh dakwah ini.

Maka barang siapa yang memberi nasihat dan berbuat adil pada dirinya serta orang lain, niscaya akan dapat membaca dengan terang lagi jelas, bahwa sebagian pemuda-pemudi (yang menisbatkan dirinya sebagai Ahli Tauhid), tidaklah mereka terpengaruh, sehingga menjadi mangsa empuk para penyeru kesesatan yang bertopeng hujjah dan kefasihan lisan. Dan tidaklah mereka terombang-ambingkan oleh gelombang fitnah, sehingga dengan mudah mengikuti setiap seruan orang-orang berbaju ilmu dan kebajikan, yang berhias dengan kata-kata manis nan indah. Semua ini tidak akan terjadi, kecuali dengan sebab tidak adanya ilmu yang mantap dan kokoh dalam diri mereka. WAllahul musta’an.

Semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita di jalan-Nya yang lurus, menunjukkan kebenaran sebagai kebenaran, dan memberikan taufik kepada kita untuk mengikutinya. Serta menunjukkan kesalahan sebagai kesalahan, dan memberikan taufik kepada kita untuk menjauhinya. Sesungguhnya Allah ﷻ Maha Kuasa untuk mengabulkan hal tersebut. []

 

 

Publication: 1441 H_2020 M

LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
Oleh : Ustadz Abu Zahroh Al-Anwar
Disalin dari Majalah al-Furqon No. 76 Ed. 6 Th.Ke-7_1429H/2008 M
Sumber: http://ibnumajjah.com/2020/02/24/5-kaedah-mengenal-madzhab-kaum-musyrikin/

 

 

Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

 

Baca juga:

 

https://nasihatsahabat.com/kemungkaran-yang-paling-membahayakan-umat-manusia-adalah-kekufuran-dan-kesyirikan/

 

LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN (RINGKAS)

Oleh: Ustadz Abu Zahroh al-Anwar

  1. Kaum Musyrikin yang diperangi Nabi ﷺ mengakui Tauhid Rububiyah.
  1. Kaum Musyrikin beribadah kepada selain Allah, agar dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah ﷻ, dan untuk mendapatkan syafaatnya di sisi Allah ﷻ.
  1. Di antara mereka (orang-orang Musyrik) ada yang menyembah matahari, bulan, pepohonan, batu, malaikat, nabi, dan orang-orang saleh. Rasulullah ﷺ memerangi mereka semua, dan tidaklah membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.
  2. Kaum Musyrikin awal mengikhlaskan ibadah semata-mata bagi Allah ﷻ di waktu mendapat bencana dan kesulitan, dan mereka menyekutukan-Nya di waktu longgar.
  3. Sebagian Kaum Musyrikin memiliki ilmu, hujjah, dan buku-buku yang banyak, guna memertahankan ideologi mereka.
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN
LIMA KAIDAH MENGENAL MADZHAB KAUM MUSYRIKIN