بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#KisahMuslim

KISAH-KISAH BATU DI ZAMAN NABI

Tidak Ada Benda Keramat Di Dalam Agama Islam

Di antara kebiasaan jahiliyah yang dilakukan manusia di abad modern ini adalah kepercayaan kepada benda-benda mati. Di zaman jahiliyah, manusia sering menggantungkan harapannya kepada benda-benda mati. Jika mereka menemukan sebuah batu yang amat besar atau berbentuk menyerupai makhluk hidup, atau memiliki warna yang agak asing atau bentuknya agak aneh, maka mereka meyakini bahwa batu-batu itu memiliki keistimewaan. Jika ukurannya kecil mereka membawanya pulang, jika tidak mereka mendatangi tempat batu itu. Mereka berkeyakinan bahwa batu-batu itu dapat menangkal sihir, menghentikan aliran darah atau memudahkan kelahiran. Ada yang digantungkan di leher atau diikatkan di tangan dan di kaki wanita yang akan melahirkan. Ada lagi batu yang disebut ”Batu akik”, mereka yakini dapat membuat diam seseorang yang mau marah, atau bahkan obat bagi penyakit ‘ain (mata jahat). Ada pula yang disebut batu zamrud, mereka yakini dapat mengobati penyakit ayan. Padahal semua itu adalah khurafat dan khayalan belaka.

Sebagaimana halnya al-Lata adalah batu berhala yang dianggap berkah atau sakti. Mereka juga memertuhankan batu. Jika mereka menghadapi paceklik, kekurangan pangan, hujan tidak turun, atau ditimpa wabah penyakit, mereka datang ke tempat batu-batu yang mereka anggap berkah atau sakti.

Ibnu Katsir berkata: “Al Lata” adalah batu besar berwarna putih yang diukir. Di atasnya dibangun rumah yang dihiasi kelambu dan dijaga. Di sekelilingnya lapangan luas yang dimuliakan oleh penduduk Thaif. Mereka membanggakannya di atas suku-suku Arab lain [Tafsir Ibnu Katsir: 7/455].

Banyak kisah tentang batu di masa Rasulullah ﷺ , tapi beliau ﷺ maupun sahabat tidak menjadikan ajimat maupun benda sakti seperti kisah-kisah berikut ini:

1. Kisah Batu Khandak

Berkata Amru bin ‘Auf: Rasulullah ﷺ menggariskan kepada kami khandak (parit yang dalam) pada waktu perang Ahzab. Lalu ditemukan sebuah batu besar putih yang bulat. Batu tersebut tidak bisa dihancurkan, bahkan membuat alat-alat kami patah. Maka kami menyebutkan kepada Rasulullah ﷺ. Lalu Rasulullah ﷺ menggambil linggis dari Salman Al Farisi dan beliau ﷺ memukul batu tersebut dengan sekali pukul. Maka, batu tersebut terbelah dan mengeluarkan cahaya yang menyinari kota Madinah, bagaikan sinar lampu di malam hari yang gelap gulita. Lalu Rasulullah ﷺ bertakbir dan kaum Muslimin pun ikut bertakbir. Kemudian dipukul lagi untuk yang kedua kali, maka batu tersebut terbelah dan mengeluarkan cahaya yang menyinari kota Madinah. Lalu Rasulullah ﷺ bertakbir dan kaum Muslimin pun ikut bertakbir. Maka Rasulullah ﷺ memukul lagi untuk yang ketiga kali, maka batu tersebut terbelah hancur dan mengeluarkan cahaya yang menyinari kota Madinah. Lalu Rasulullah ﷺ bertakbir dan kaum Muslimin pun ikut bertakbir [Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Al-Baihaqi dll. Lihat “Ad Durur Mantsur”6/574].

Para sahabat tidak menganggap sakti batu itu, atau menjadikannya sebagai ajimat, penangkal dan sebagainya.

2. Kisah Batu Yang Memberi Salam Kepada Nabi ﷺ

Semasa Rasulullah ﷺ masih di Mekah sebelum diangkat menjadi nabi, ada batu yang memberi salam kepada Nabi ﷺ . Beliau ﷺ masih mengetahui batu tersebut, tetapi beliau ﷺ maupun para sahabat tidak pernah memungutnya atau membawanya pulang untuk dijadikan penangkal atau alat terapi jika beliau sakit.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنِّيْ لأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّيْ لأَعْرِفُهُ الآنَ”. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari sahabat Jabir bin Samrah, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah memberi salam kepadaku sebelum aku diangkat menjadi nabi. Sesungguhnya aku mengetahuinya sampai sekarang” [HR. Muslim]

3. Batu Hajar Aswad

Seluruh umat Islam sepakat, bahwa Hajar Aswad adalah batu yang paling mulia dari segala batu. Tapi tidak ada seorang pun dari para sahabat yang menganggap sakti, apalagi minta kesembuhan kepadanya. Oleh sebab itu Amirul Mukminin Umar bin Khatab Radhiyallahu anhu saat menciumnya di hadapan para kaum Muslimin, beliau berkata:

“إِنِّيْ أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُقَبِّلُكِ مَا قَبَّلْتُكِ”. رَوَاهُ الْبُخَارِيْ

“Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memiliki mudharat dan tidak pula memberikan manfaat. Jika seandainya aku tidak melihat Nabi ﷺ menciummu, tentu aku tidak akan menciummu”[HR Bukhari]

Hukum mencium Hajar Aswad hanya sekedar mengikuti sunnah Rasul ﷺ, sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat Umar Radhiyallahu anhu. Tidak sebagaimana yang diyakini oleh kebanyakan orang-orang yang berebutan untuk menciumnya, bahwa Hajar Aswad dapat menyembuhkan penyakit, memurahkan rezeki, dan dugaan-dugaan khurafat lainnya.

4. Kakbah Dan Maqam Ibrahim

Banyak anggapan dari sebagian orang-orang yang pergi haji dan umrah, bahwa Kakbah dan Maqam Ibrahim memililki berbagai kesaktian, sehingga mereka mengusap-usap bangunan Kakbah dan Maqam Ibrahim dengan tangan dan kain mereka. Padahal tidak ada anjuran dalam agama tentang perbuatan tersebut. Apalagi meyakini dapat memberikan berbagai keistimewaan kepada manusia.

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Amat disayangkan, sebagian orang menjadikan segala ibadahnya hanya untuk bertabarruk (mencari berkah) semata. Seperti apa yang terlihat bahwa sebagian manusia mengusap rukun (tiang) Yamani lalu mengusapkan ke muka atau dada. Artinya mereka menjadikan mengusap rukun yamani sebagai tabarruk bukan untuk berta’abud (beribadah). Ini adalah sebuah kebodohan” [Al-Qaulul Mufid: 1/129]. Lalu beliau menukil ungkapan Amirul Mukminin Umar bin Khatab yang kita sebutkan di atas.

Tidak dipungkiri bahwa Kakbah atau Masjidil Haram memiliki berkah. Tetapi mengambil berkah bukan dengan mengusap-ngusap dinding masjid atau Kakbah. Tetapi beribadah pada tempat tersebut sesuai dengan ketentuan agama, seperti shalat, i’tikaf, tawaf, atau berhaji dan umrah.

Dengan memerhatikan contoh-contoh di atas, sangat nyata perbedaannya dengan sebagian manusia abad modern dewasa ini. Meskipun disebut manusia modern, namun mereka mengangap sakti berbagai macam barang seperti, keris, batu, pohon tua, kuburan, sungai atau laut. Termasuk perabot rumah tangga, peningalan kuno, binatang ternak, batu kali, kayu di hutan, bahkan kuburan sekalipun.

Demikian juga seandainya contoh-contoh di atas terjadi di zaman sekarang, tidak bisa dibayangkan akibatnya. Sebagian besar orang yang menyaksikannya tentu akan mengeramatkan batu, pohon atau binatang itu dan menjadikannya sebagai tempat berundi nasib, menyembuhkan penyakit, mencari jodoh, dan seterusnya.

Dan seandainya peristiwa-peristiwa itu terjadi di hadapan orang-orang yang mengidap penyakit “TBK” (Tahyul, Bid’ah Dan Khurafat), sangat mungkin mereka akan melakukan pemujaan atau penyembahan

Wallahu A’lam.

 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ أَنْتَ وَأَسْتَغْفَرك وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

 

Dinukil dari tulisan berjudul: “Tidak Ada Benda Keramat Di Dalam Agama Islam” yang ditulis oleh: Al-Ustadz Ali Musri Semjan Putra hafizhahullah

Sumber: https://almanhaj.or.id/3352-tidak-ada-benda-keramat-di-dalam-agama-islam.html