بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

KEHANCURAN UMAT NABI SYU’AIB

Pelajaran Dari Umat Terdahulu

Umat Nabi Syu’aib adalah penduduk kota Madyan yang menyembah pohon al Aikah dan senang berbuat curang dalam takaran dan timbangan. Oleh karena itu Allah mengutus Nabi Syu’aib untuk mengajak mereka menyembah Allah dan meninggalkan perbuatan buruk tersebut. Namun mereka menolak ajakan tersebut. Allah mengisahkan dalam firman-Nya:

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ وَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ۚ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ

“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (Kiamat)”.

وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil. Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

بَقِيَّتُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ۚ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ

Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu, jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu”.

قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ ۖ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ

Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami, atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal”.

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku memunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan dianugrahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya). Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kamu daripadanya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan, selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku, melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal, dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.

وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ ۚ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ

Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat, hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpah kaum Nuh atau kaum Shalih, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ

Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih”.

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِينَا ضَعِيفًا ۖ وَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ ۖ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ

Mereka berkata: “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami. Kalau tidaklah karena keluargamu, tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami”.

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَهْطِي أَعَزُّ عَلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَاتَّخَذْتُمُوهُ وَرَاءَكُمْ ظِهْرِيًّا ۖ إِنَّ رَبِّي بِمَا تَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Syu’aib menjawab: “Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu. Sesungguhnya (pengetahuan) Rabbku meliputi apa yang kamu kerjakan”.

وَيَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَىٰ مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ ۖ سَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَمَنْ هُوَ كَاذِبٌ ۖ وَارْتَقِبُوا إِنِّي مَعَكُمْ رَقِيبٌ

Dan (dia berkata): “Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu. Sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya, dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Rabb). Sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu”.

وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا شُعَيْبًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَأَخَذَتِ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ

Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman, bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami. Dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka bergelimpangan di tempat tinggalnya.

كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا ۗ أَلَا بُعْدًا لِمَدْيَنَ كَمَا بَعِدَتْ ثَمُودُ

Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa” [Hud/11:84-95].

Dalam surat al A’raf/7 ayat 91-92, Allah menceritakan kehancuran kaum Nabi Syu’aib dengan gempa dalam firman-Nya:

فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ

“Kemudian mereka ditimpa gempa. Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka.

الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا ۚ الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَانُوا هُمُ الْخَا

(Yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu’aib, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu. Orang-orang yang mendustakan Syu’aib, mereka itulah orang-orang yang merugi”.

Juga dalam surat asy-Syu’ara/26 ayat 189-190, Allah menjelaskan kehancuran mereka dengan firman-Nya:

فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمْ عَذَابُ يَوْمِ الظُّلَّةِ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ

“Kemudian mereka mendustakan Syu’aib, lalu mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya azab itu adalah azab hari yang besar.

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً ۖ وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُؤْمِنِينَ

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman”.

Demikianlah kaum Nabi Syu’aib Alaihissallam. Mereka diazab dengan tiga azab sekaligus, yaitu gempa, suara keras mengguntur dan awan gelap yang menaungi mereka. Semua itu disebabkan karena kekufuran dan kemaksiatan mereka.

 

Maraji`:

  1. Taisir al Lathif al Manan fi Khulashah Tafsir al Qur`an, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Cetakan ke-3, Tahun 1414 H, Tanpa penerbit.
  2. Shahih Qashash al Anbiya`, Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali, Cetakan ke-1, Tahun 1422 H, Maktabah al Furqan.

 

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XI/1428H/2007M, Rubrik Mabhats, Alamat Redaksi: Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183, Telp. 0271-5891016]

 

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Sumber: https://almanhaj.or.id/3890-pelajaran-dari-umat-terdahulu-2.html