بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
 
Oleh: Abu Ghozie As Sundawie
 
Sehubungan dengan masuknya kita kepada bulan Rajab, maka di bawah ini beberapa poin pembahasan yang berkaitan dengannya:
 
1. Keberadaan bulan Rajab
 
Rajab adalah bulan yang ke tujuh dalam kalender Islam, diapit antara Jumadits Tsani dan Syakban.
 
2. Makna Rajab:
 
Dalam kitab kitab kamus bahasa disebutkan:
 
رَجِبَ الرجلُ رَجَباً وَرَجَبٌ شهْرٌ سموه بذلك لِتَعْظِيْمِهِمْ إِيَّاهُ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ عَنِ الْقِتَالِ فِيْهِ وَلَا يَسْتَحِلُّوْنَ الْقِتَالَ فِيْهِ والتَّرْجِيْبُ التَّعْظِيْمُ وَالرَّاجِبُ الْمُعَظَمُ لِسَيِّدِهِ
 
“Rajab artinya mulia, sebagaimana perkataan, “Rajabar Rajulu Rajaban” artinya seseorang memuliakan dengan sebuah pemuliaan. Rajab adalah nama bulan. Dinamakan dengan Rajab (mulia), karena mereka dahulu sangat mengagungkannya pada masa Jahiliyyah, yaitu dengan tidak menghalalkan peperangan pada bulan tersebut. At Tarjibartinya At Ta’dzim, yaitu pengagungan. Ar Raajib artinya orang yang diagungkan karena kepemimpinannya.” [Al Qamus Al muhith 1/74 dan Lisanul Arob 1/411]
 
3. Rajab adalah salah satu dari bulan Haram yang empat.
 
Allah ﷻ berfirman:
 
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan, dalam Kitab Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya ada empat bulan yang haram. Itulah agama yang lurus. Maka janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di bulan-bulan itu.” [QS At-Taubah: 36]
 
Empat bulan haram tersebut telah diterangkan dalam sabda Rasulullah ﷺ:
 
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
 
“Tahun itu terdiri dari 12 bulan, di antaranya empat bulan haram. Tiga bulan berurutan: Zulqaidah, Zulhijah, dan Muharam. Adapun Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhar, berada di antara Jumaada dan Syakban.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu]
 
Hadis yang mulia ini menunjukkan, bahwa Rajab termasuk bulan haram. Dinamakan bulan haram, karena Allah ﷻ memberikan pengkhususan terhadap bulan ini dengan mengagungkannya melebihi bulan-bulan yang lain. Demikian pula dosa dan amal saleh di bulan-bulan ini dilipatgandakan.
 
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
 
وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عباس قوله: {إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا} الْآيَةَ {فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ} فِي كلِّهن، ثُمَّ اخْتَصَّ مِنْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ فَجَعَلَهُنَّ حَرَامًا، وعَظم حُرُماتهن، وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمَ، وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ وَالْأَجْرَ أَعْظَمَ.
 
“Dan berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma: Firman Allah taala, “Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan.” [QS. At-Taubah: 36]
 
“Maka janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di bulan-bulan itu.” [QS. At-Taubah: 36]
 
Maksudnya adalah, pada seluruh bulan diharamkan berbuat zalim. Kemudian Allah taala mengkhususkan empat bulan, menjadikannya haram (mulia), dan mengagungkan kemuliaan bulan-bulan tersebut. Demikian pula Allah taala menjadikan dosa di bulan-bulan itu lebih besar, dan amal saleh serta pahala lebih agung.” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/148]
 
Imam al Qurthubi rahimahullah berkata:
 
هَذِهِ الآْيَةُ تَدُل عَلَى أَنَّ الْوَاجِبَ تَعْلِيقُ الأَحْكَامِ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَغَيْرِهَا، إِنَّمَا يَكُونُ بِالشُّهُورِ وَالسِّنِينَ الَّتِي تَعْرِفُهَا الْعَرَبُ، دُونَ الشُّهُورِ الَّتِي تَعْتَبِرُهَا الْعَجَمُ وَالرُّومُ وَالْقِبْطُ
 
“Ayat ini menunjukkan, bahwa perkara yang seharusnya dilakukan adalah mengaitkan hukum hukum ibadah dan yang selainnya, dengan bulan-bulan dan tahun-tahun yang dikenal oleh bangsa Arab. Bukan bulan-bulan yang dijadikan patokan oleh orang non-Arab, Romawi, dan Qibti (Mesir kuno).” [Tafsir al Qurthubi 8/133]
 
4. Anjuran memerbanyak amalan ibadah secara umum.
 
Dianjurkan untuk memerbanyak amalan saleh pada bulan-bulan haram yang empat, yaitu Zulqaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab.
 
Hal ini menunjukkan, bahwa meningkatkan amal saleh di bulan-bulan ini sangat dianjurkan. Akan tetapi amal saleh yang dimaksud di sini adalah amalan-amalan yang biasa kita kerjakan (yang berdasarkan dalil Alquran dan As-Sunnah), seperti salat, puasa, membaca Alquran, zikir, doa, dan lain-lain. Contohnya, Salat Tahajud, Salat Dhuha, puasa tiga hari tiap bulan, puasa Senin Kamis, memerbanyak puasa di bulan-bulan haram, dan lain-lain.
 
Barang siapa mengkhususkan suatu amalan pada waktu, atau tempat, atau bilangan, atau cara, atau jenis, atau sebab tertentu, TANPA DALIL, maka berarti ia telah mengada-ada, dan telah berbuat bidah dalam agama.
 
5. Keutamaan Rajab
 
Rajab tidak memiliki keutamaan khusus, selain sebagai bulan haram saja, yang dianjurkan padanya memerbanyak ibadah, dan meninggalkan dosa dan maksiat sekecil apa pun. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengerjakan puasa bulan Rajab secara khusus, atau mengkhususkan puasa pada hari-hari pertama Rajab. Bahkan hal ini menyelisihi para Salafus Saleh, di mana dahulu Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pernah melarang seorang melakukan puasa Rajab, dan memaksanya untuk membatalkan puasanya tersebut.
 
Diriwayatkan dari Khursyah bin Al-Hur radhiyallahu anhu, ia berkata:
 
رَأَيْتُ عُمُرَ يَضْرِبُ أَكْفَ النَّاسِ فِي رَجَبٍ حَتَّى يَضَعُوْهَا فِي الْجَفَانَ وَيَقُوْلُ كُلُوْا فَإِنَّمَا هُوَ شَهْرٌ كَانَ يُعَظِّمُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ.
 
”Aku pernah melihat Umar radhiyallahu anhu memukul telapak tangan orang-orang yang berpuasa Rajab, hingga mereka meletakkan tangan-tangan mereka di piring.
 
Umar radhiyallahu anhu berkata: ”Makanlah!” Karena sesungguhnya ini adalah bulan yang dahulu pernah diagung-agungkan oleh kaum Jahiliyah.” [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya 3/102]
 
Maksud larangan Umar puasa di bulan Rajab pada hadis di atas, jika mengkhususkan puasa, dengan meyakini ada pahala-pahala tertentu.
 
6. Perkataan para ulama tentang hadis-hadis keutamaan Raja,b dan pengkhususan beribadah di dalamnya.
 
a) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
 
وَأَمَّا صَوْمُ رَجَبٍ بِخُصُوصِهِ، فَأَحَادِيثُهُ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ، بَلْ مَوْضُوعَةٌ، لَا يَعْتَمِدُ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى شَيْءٍ مِنْهَا، وَلَيْسَتْ مِنْ الضَّعِيفِ الَّذِي يُرْوَى فِي الْفَضَائِلِ، بَلْ عَامَّتُهَا مِنْ الْمَوْضُوعَاتِ الْمَكْذُوبَاتِ
 
“Adapun puasa Rajab secara khusus, maka seluruh hadisnya lemah, bahkan palsu. Tidak ada seorang ahli ilmu pun yang berpegang dengannya, dan bukan pula termasuk kategori lemah yang boleh diriwayatkan dalam fadhail (keutamaan-keutamaan beramal). Bahkan seluruhnya termasuk hadis palsu yang dusta.” [Majmu Al-Fatawa, 25/290]
 
b) Beliau rahimahullah juga mengatakan:
 
أَنَّ تَعْظِيْمَ شَهْرِ رَجَبَ مِنَ الْأُمُوْرِ الْمُحْدَثَةِ الَّتِيْ يَنْبَغِيْ اجْتِنَابُهَا وَأَنَّ اتِّخَاذَ شَهْرِ رَجَبَ مَوْسِماً بِحَيْثُ يفردُ بِالصَّوْمِ مَكْرُوْهٌ عَنِ الإِمَامِ أَحْمَدَ رَحِمَهُ اللَّهُ وَغَيْرِهِ
 
“Mengagungkan Rajab termasuk perkara mengada-ada dalam agama yang harus dijauhi. Imam Ahmd dan ulama lainnya tidak menyukainya, mengkhususkannya dengan berpuasa.” [Iqtidha shirathal mustaqim 2/629]
 
c) Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
 
وَكُلُّ حَدِيثٍ فِي ذِكْرِ صَوْمِ رَجَبٍ وَصَلاةِ بَعْضِ اللَّيَالِي فِيهِ فَهُوَ كَذِبٌ مُفْتَرًى كَحَدِيثِ “مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ عِشْرِينَ رَكْعَةً جَازَ عَلَى الصِّرَاطِ بِلا حِسَابٍ”.
 
“Dan semua hadis yang berbicara tentang puasa Rajab dan salat pada sebagian malamnya adalah dusta yang diada-adakan, seperti hadis barang siapa yang salat setelah Salat Magrib pada malam pertama bulan Rajab sebanyak 20 rakaat, maka akan melewati Shirath tanpa dihisab.” [Al-Manaarul Muniif, hal. 96]
 
d) Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
 
فأما الصلاة فلم يصحَّ في شهر رجب صلاة مخصوصة، تختصُّ به، والأحاديث المرويّة في صلاة الرغائب في أول ليلة جمعة من شهر رجب كذبٌ وباطل لا تصحّ، وهذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء
 
“Adapun salat, maka tidak ada yang Sahih (dalil) mengkhususkan salat di bulan Rajab. Dan hadis-hadis yang diriwayatkan tentang Salat Raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah dusta lagi batil. Tidak sahih. Dan Salat Raghaib ini hukumnya bidah, menurut Mayoritas Ulama.” [Latho’iful Ma’arif, hal. 228-229]
 
e) Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
 
لم يرد فِي فضل شهر رَجَب وَلَا فِي صِيَامه، وَلَا فِي صِيَام شَيْء مِنْهُ معِين، وَلَا فِي قيام لَيْلَة مَخْصُوصَة فِيهِ حَدِيث صَحِيح يصلح للحجة
 
“Tidak ada satu hadis sahih pun yang yang dapat dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab. Tidak puasanya, tidak pula puasa khusus di hari tertentu, dan tidak pula salat malam di malam yang khusus.” [Tabyinul ‘Ajab, hal. 11]
 
7. Amaliyah bidah di bulan Rajab.
 
Rajab memang bulan yang mulia. Termasuk di antara salah satu bulan haram (suci) yang empat. Di mana di bulan-bulan haram tersebut dianjurkan untuk memerbanyak amal saleh, dan menghindari dari segala macam bentuk dosa dan maksiat.
 
Adapun mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu seperti doa, salat, puasa, atau perayaan-perayaan tertentu, maka hal ini tidak ada dasarnya dalam syariat yang mulia.
Mengkhususkan ibadah yang asalnya umum dan mutlak kepada waktu tertentu, atau tempat tertentu, maka hal ini membutuhkan dalil. Jika tidak ada dalil pengkhususan, maka jatuhlah kepada ibadah yang diada-adakan alias bidah.
 
Oleh karena itu, para ulama membuat kaidah dalam masalah ini:
 
كُلُّ عِبَادَةٍ مُطْلَقَةٍ ثَبَتَتْ فِيْ الشَّرْعِ بِدَلِيْلٍ عَامٍ فَإِنَّ تَقْيِيْدَ إِطْلاَقِ هَذِهِ الْعِبَادَةِ بِزَمَانٍ أَوْ مَكَانٍ مُعَيَّنٍ أَوْ نَحْوِهِمَا بِحَيْثُ يُوْهِمُ هَذَا التَّقْيِيْدَ أَنَّهُ مَقْصُوْدٌ شَرْعًا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ الْعَامُ عَلَى هَذَا التَّقْيِيْدِ فَهُوَ بِدْعَةٌ .
 
“Setiap ibadah yang ditetapkan oleh syariat dengan dalil bersifat umum (mutlaq), maka membatasi ibadah ini dengan waktu atau tempat tertentu atau yang semisalnya, sehingga menganggap bahwa pembatasan ini dari syariat, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan terhadap pembatasan, maka ibadah tersebut adalah bidah. [Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal.116]
 
Adapun dalil-dalil yang dibawakan oleh sebagian orang yang melakukannya, adalah dalil-dalil yang tidak sahih. Bahkan kebanyakannya, dalil-dalil terseput palsu, tidak ada asal usulnya. Sementara kaidahnya, beribadah yang didasari oleh dalil yang tidak sahih, maka ibadah tersebut bidah.
 
كُلُّ عِبَادَةٍ تُسْتَنَدُ إِلَى حَدِيْثٍ مَكْذُوْبٍ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهِيَ بِدْعَةٌ .
 
Setiap ibadah yang disandarkan kepada hadis palsu atas nama Rasulullah ﷺ adalah bidah. [Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 68]
 
Di antara amalaiyah bidah tersebut:
 
Pertama: Doa khusus memasuki Rajab
 
Sebagian orang membaca doa khusus ketika masuk Rajab dengan doa:
 
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلغنا رَمَضَانَ
 
“Ya Allah berikan keberkahan di bulan Rajab dan Syakban, serta sampaikanlah kepada bulan Ramadan”.
 
Mereka beralasan dengan hadis:
 
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ: «اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ»
 
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ apabila memasuki Rajab, beliau membaca doa: “Ya Allah berikan keberkahan di bulan Rajab dan Syakban, serta sampaikanlah kepada Ramadan”. [HR Thabrani di dalam kitab Ad Du’a 2/911, Al Baihaqi dalam kitab Fadhaail al Auqat, hal. 14, dll]
 
Catatan:
Hadis ini tidak sahih, maka tidak bisa diamalkan dengan mengkhususkan doa tersebut ketika memasuki Rajab.
 
Syaikh Bakar Abu Zaid rahimahullah mengatakan:
“Doa atau zikir masuk Rajab, tidak ada satu pun hadis yang sahih. Adapun yang banyak dilakukan manusia, yang mereka menamakannya dengan Doa Rajab, adalah perkara baru yang diada-adakan, yang tidak ada asal usulnya dalam agama.” [Tashhihud Du’a, hal. 111]
 
Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan:
“Hadis tentang Doa Rajab tidak kuat.” [Tabyinul ‘Ajab, Ibnu hajar, hal. 8-9]
 
Kedua: Salat Raghaib
 
Sebagian orang mengamalkan Salat Raghaib pada malam Jumat pertama di bulan Rajab sebanyak 12 rakaat, di antara Magrib dan Isya. Yang siang berpuasa Kamis, yang merupakan Kamis pertama di bulan Rajab, padahal tidak ada satu pun dalil sahih yang menunjukkan amalan tersebut.
 
Imam dan Ulama besar dari kalangan Mazhab Syafi’i, yaitu Imam An-Nawawi rahimahullah telah berkata:
 
الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذَكَرِهِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ وَلَا بِالْحَدِيثِ الْمَذْكُورِ فِيهِمَا فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ بَاطِلٌ وَلَا يُغْتَرُّ بِبَعْضِ مَنْ اشْتَبَهَ عَلَيْهِ حُكْمُهُمَا مِنْ الْأَئِمَّةِ فَصَنَّفَ وَرَقَاتٍ فِي اسْتِحْبَابِهِمَا فَإِنَّهُ غَالِطٌ فِي ذَلِكَ
 
“Salat yang dikenal dengan nama Salat Raghaib, yaitu salat 12 rakaat antara Magrib dan Isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab. Demikian pula salat malam Nishfu Syakban sebanyak 100 rakaat. Maka dua salat ini adalah bidah yang mungkar lagi jelek.
 
Dan janganlah tertipu dengan penyebutan dua salat ini dalam kitab Quthul Qulub dan Ihya ‘Ulumid Diin, dan jangan tertipu dengan hadis (palsu) yang disebutkan pada dua kitab tersebut, karena semua itu batil. Jangan pula tergelincir dengan mengikuti sebagian ulama yang masih tersamar bagi mereka tentang hukum dua salat ini, sehingga mereka menulis berlembar-lembar kertas tentang sunnahnya dua salat ini, karena mereka telah salah besar dalam hal tersebut.” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/56]
 
Dalam kitab Asy-Syafi’iyah yang lain, berkata Ad-Dimyathi rahimahullah:
 
قال المؤلف في إرشاد العباد: ومن البدع المذمومة التي يأثم فاعلها، ويجب على ولاة الأمر منع فاعلها صلاة الرغائب اثنتا عشرة ركعة بين العشاءين ليلة أول جمعة من رجب. وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة، وصلاة آخر جمعة رمضان سبع عشرة ركعة بنية قضاء الصلوات الخمس الذي لم يتيقنه، وصلاة يوم عاشوراء أربع ركعات أو أكثر، وصلاة الأسبوع. أما أحاديثها فموضوعة باطلة، ولا تغترّ بمن ذكرها، وفقنا الله لاجتلاب الفضائل واجتناب الرذائل..
 
“Berkata penulis dalam kitab Irsyadul Ibad: Dan termasuk bidah yang tercela, yang pelakunya berdosa, serta wajib bagi pemerintah untuk mencegah pelakunya adalah:
 
a) Salat Raghaib 12 rakaat yang dikerjakan di antara Magrib dan Isya pada malam Jumat pertama di bulan Rajab,
b) Salat Nishfu Syakban 100 rakaat,
c) Salat di Jumat terakhir Ramadan sebanyak 17 rakaat dengan niat qadha salat lima waktu yang belum ia kerjakan,
d) Salat hari Asyura empat rakaat atau lebih,
e) Salat sunnah pekanan.
 
Adapun hadis-hadisnya, maka palsu lagi batil. Dan janganlah tertipu dengan orang yang menyebutkannya. Selesai.” [Haasyiah I’anatit Thalibin, 1/312]
 
Ketiga: Puasa Rajab
 
Berpuasa di bulan Rajab dan bulan-bulan haram lainnya, bahkan di setiap bulan apa saja tidaklah terlarang. Bahkan dianjurkan. Namun yang dimaksud dengan dilarang puasa di sini adalah mengkhususkannya dengan Rajab, dan meyakininya dengan pahala-pahala tertentu. Banyak dalil dari hadis tentang pengkhususan puasa di bulan Rajab ini, namun semuanya batil. Tidak ada yang sahih. Bahkan sebagiannya palsu.
 
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
 
لم يرد فِي فضل شهر رَجَب وَلَا فِي صِيَامه وَلَا فِي صِيَام شَيْء مِنْهُ معِين، وَلَا فِي قيام لَيْلَة مَخْصُوصَة فِيهِ حَدِيث صَحِيح يصلح للحجة
 
“Tidak ada satu hadis sahih pun yang yang dapat dijadikan hujjah tentang keutamaan Rajab. Tidak puasanya, tidak pula puasa khusus di hari tertentu, dan tidak pula salat malam di malam yang khusus.” [Tabyinul ‘Ajab, hal. 11]
 
Di antara contoh hadis-hadis PALSU tersebut:
 
Pertama:
 
مَنْ صَامَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبَ كُتِبَ لَهُ صِيَامُ شَهْرٍ وَمَنْ صَامَ سَبْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبَ أَغْلَقَ اللهُ عَنْهُ سَبْعَةَ أَبْوَابٍ مِنَ النَّارِ وَمَنْ صَامَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبٍ فَتَحَ اللهُ ثَمَانِيَةَ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ صَامَ نِصْفَ رَجَبَ حَاسَبَهُ اللهُ حِسَاباً يَسِيْراً
 
“Barang siapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan. Barang siapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka. Barang siapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa Nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.” [Lihat kitab al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah no. Hadis: 288]
 
Kedua:
 
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْراً يُقَالُ لَهُ رَجَبٌ مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضاً مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ العَسَلِ، مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ يَوْماً وَاحِداً سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ
 
“Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Barang siapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab, maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.” [HR ad-Dailamy dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib]
 
Keempat: Merayakan Isra Mikraj.
 
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz At Twaijiri hafidzahullah berkata:
 
اَلْإِحْتِفَالُ بِالْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ مِنَ الْأُمُوْرِ اْلبِدْعِيَّةِ الَّتِيْ نَسَبَهَا الْجُهَّالُ إِلَى الشَّرْعِ وَجَعَلُوْا ذَلِكَ سُنَّةً تُقَامُ فِيْ كُلِّ سَنَّةٍ وَذَلِكَ فِيْ لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ مِنْ رَجَبٍ
 
“Peringatan Isra Mikraj termasuk perkara bidah yang dinisbatkan oleh orang-orang Jahil kepada syariat. Mereka menjadikan perayaan ini sebagai kebiasaan yang dilaksanakan pada tiap tahun. Perayaan ini dirayakan pada malam ke 27 bulan Rajab.” [Dinukil dari kitab Al Bida’ al Hauliyyah]
 
Beliau juga mengatakan:
 
أَجْمَعَ السَّلَفُ الصَّالِحُ عَلَى أَنَّ اتِّخَاذَ مَوْسِمٍ غَيْرِ الْمَوَاسِمِ الشَّرْعِيَةِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُحْدَثَةِ الَّتِيْ نَهَى عَنْهَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ شَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ». بِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ» . بِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ». فَالْإِحْتِفَالُ بِلَيْلَةِ الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ بِدْعَةٌ مُحْدَثَةٌ لَمْ يَفْعَلْهَا الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُوْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ وَهُمْ أَحْرَصُ النَّاسِ عَلَى الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ.
 
“Para Salafus Saleh sepakat, bahwa menyelenggarakan suatu perayaan yang tidak sesuai syariat merupakan BIDAH yang dilarang oleh Rasulullah ﷺ, sebagaimana sabdanya:
‘Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bidah, dan setiap bidah adalah SESAT.
 
Juga melalui sabdanya ﷺ:
“Siapa saja yang membuat sesuatu yang baru dalam agama kami ini, yang bukan merupakan bagian darinya, maka sesuatu itu tertolak.”
 
Serta sabdanya ﷺ:
“Siapa saja yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami terhadapnya, maka amalnya itu tertolak.”
 
Perayaan malam Isra dan Mikraj adalah bidah yang diada-adakan yang belum pernah dilakukan oleh para sahabat, para tabiin dan para Salafus Saleh yang mengikuti jejak mereka. Padahal tidak ada yang memungkiri, kalau mereka adalah orang yang paling bersemangat dalam melakukan kebaikan dan amal saleh.” [Dinukil dari kitab Al Bida’ al Hauliyyah]
 
Syaikh hafidzahullah juga menukil perkataan Ibnul Qayyim yang menyampaikan perkataan dari gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
 
وَلَا يُعْرَفُ عَنْ أَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ أَنَّهُ جَعَلَ لِلَيْلَةِ الْإِسْرَاءِ فَضِيلَةً عَلَى غَيْرِهَا، لَا سِيَّمَا عَلَى لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَلَا كَانَ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ يَقْصِدُونَ تَخْصِيصَ لَيْلَةَ الْإِسْرَاءِ بِأَمْرٍ مِنَ الْأُمُورِ وَلَا يَذْكُرُونَهَا، وَلِهَذَا لَا يُعْرَفُ أَيَّ لَيْلَةٍ كَانَتْ
 
“Tidak diketahui dari seorang pun kaum Muslimin, yang menjadikan malam Isra Mikraj lebih utama dibandingkan malam yang lainnya. Lebih-lebih menganggap bahwa malam Isra lebih mullia dibandingkan Lailatul Qadar. Tidak seorang pun sahabat, maupun tabiin yang mengkhususkan malam Isra dengan kegiatan tertentu. Dan mereka juga tidak memeringati malam ini. Karena itu tidak diketahui secara pasti, kapan tanggal kejadian Isra Mikraj.” [Zadul Ma’ad, 1/58 -59]
 
Demikianlah dari kami. Semoga bermanfaat sebagai bentuk nasihat bagi saudara kami kaum Muslimin terkait hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab, serta keutamaan ibadah di dalamnya.
Wallahu a’lam []
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB
KEAGUNGAN BULAN RAJAB