بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

#AkidahTauhid, #AdabAkhlak, #FatwaUlama

KAPAN WAKTUNYA MENGUCAPKAN INSYAALLAH DAN KAPAN TIDAK?

Insyaallah artinya jika Allah menghendaki. Kita diperintahkan untuk mengucapkan kalimat ini ketika BERNIAT KUAT akan melakukan suatu aktivitas, karena semua yang terjadi di dunia ini terjadi atas kehendak Allah ta’ala. Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk lemah yang tak memiliki daya ini menyandarkan seluruh perbuatan kepada kehendak Allah (ucapan insyaallah). Perintah Allah ta’ala:

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّه

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. (QS. Al Kahfi 24-25)

Ibnu Katsir menjelaskan ayat di atas dalam tafsir beliau:

هذا إرشاد من الله تعالى لرسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الأدب فيما إذا عزم على شيء ليفعله في المستقبل أن يرد ذلك إلى مشيئة الله عز وجل علام الغيوب الذي يعلم ما كان وما يكون وما لم يكن لو كان كيف يكون

Inilah petunjuk Allah ta’ala kepada Rasulullah ﷺ tentang adab, tatkala beliau BERKEINGINAN KUAT akan sesuatu, dan PASTI akan melakukan perbuatan tersebut di waktu mendatang, maka hendaknya diikuti dengan ucapan insyaallah. Karena Dia-lah Dzat yang mengetahui perkara gaib, mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi, segala sesuatu yang akan terjadi, segala sesuatu yang tidak terjadi, dan bagaimana sesuatu yang tidak terjadi tersebut seandainya terjadi. (Tafsir Ibn Katsir)

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan saat pembahasan hadis Nabi ﷺ:

 لأعطين الراية غدا رجلا يحبه الله ورسوله

“Sungguh aku akan memberikan bendera ini besok kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. (HR. Bukhari 2768 Muslim 4431)

وفي هذا الحديث: دليل على أنه يجوز للإنسان أن يقول: لأفعلن كذا في المستقبل وإن لم يقل: إن شاء الله ولكن يجب أن نعلم الفرق بين شخص يخبر عما في نفسه وشخص يخبر أنه سيفعل يعني يريد الفعل أما الأول فلا بأس أن يقول: سأفعل بدون إن شاء الله لأنه إنما يخبر عما في نفسه وأما الثاني الذي يريد أنه يفعل أي يوقع الفعل فعلا فهذا لا يقل إلا مقيدا بالمشيئة قال تعالى { ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله }

Hadis ini merupakan dalil diperbolehkan bagi seseorang mengucapkan “Saya akan melakukan suatu pekerjaan nanti” tanpa ucapan insyallah. Akan tetapi wajib kita ketahui perbedaan antara orang yang hanya mengabarkan tentang keinginan yang ada pada dirinya, dengan orang yang mengabarkan, bahwa dia bertekad untuk melakukan sesuatu. Orang jenis pertama tidak mengapa bila ia mengucapkan “Saya akan melakukannya” tanpa ucapan insyaallah, karena ia hanyalah mengabarkan keinginan yang ada pada dirinya. Adapun orang jenis kedua BERTEKAD akan melakukannya, bahwasanya perbuatan tersebut BENAR-BENAR AKAN TEREALISASI. Maka hendaknya ia tidak mengatakannya, kecuali diiringi ucapan insyaallah. Karena Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّه

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. (QS. Al Kahfi 24-25). (Syarh Riyadhush Shaalihin)

Pada kesempatan lain beliau menjelaskan:

إن الذي يقول سآتيك غدا له نيتان النية الأولى أن يقول هذا جازما بالفعل فهذا لا يقوله إلا أن يقول إن شاء الله لأنه لا يدري أيأتي عليه الغد أو لا ولا يدري هل إذا أتى عليه الغد يكون قادرا على الإتيان إليه أو لا ولا يدري إذا كان قادرا يحول بينه وبينه مانع أو لا النية الثانية إذا قال سأفعل يريد أن يخبر عما في قلبه من الجزم دون أن يقصد الفعل فهذا لا بأس به لأنه يتكلم عن شيء حاضر مثل لو قيل لك هل ستسافر مكة قلت نعم سأسافر تريد أن تخبر عما في قلبك من الجزم هذا شيء حاضر حاصل أما إن أردت الفعل أنك ستفعل يعني سيقع منك هذا فهذا لا تقل فيه سأفعل إلا مقرونا بمشيئة الله

Seseorang yang mengatakan: “Saya akan mengunjungimu besok”, kalimat ini memiliki dua niat:

Pertama, seseorang yang mengucapkannya berniat kuat untuk melakukannya. Jika demikian, maka tidak boleh mengatakan kalimat tersebut, kecuali diiringi dengan ucapan insyaallah. Karena dia tidaklah tahu, apakah hari esok masih bisa ia jumpai ataukah tidak?  Jika dia bisa berjumpa hari esok, apakah ia punya kekuatan untuk merealisasikan niatnya ataukah tidak? Jika dia punya kekuatan, apakah dia bisa berusaha menyingkirkan rintangan lainnya ataukah tidak?

Kedua, seseorang yang mengucapkan kalimat “Saya akan melakukannya nanti” hanya mengabarkan tentang keinginan hatinya saja, tanpa bermaksud melakukannya. Jika demikian, tidaklah mengapa mengucapkannya tanpa ucapan insyaallah. Karena dia berbicara sesuatu yang terlintas. Seperti misalnya ada yang bertanya kepadamu: “Apakah nanti engkau ingin pergi ke Mekah?” Lalu engkau jawab: “Ya, nanti aku pergi”. Yang engkau maksudkan hanyalah mengabarkan keinginan yang ada dalam hatimu. Inilah sesuatu yang muncul.

Adapun jika engkau benar-benar ingin melakukannya, maka JANGANLAH mengatakan nanti saya akan melakukannya, kecuali diiringi dengan ucapan insyaallah.

Lalu bolehkah mengucapkan insyallah pada perbuatan yang telah terjadi?

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah:

هل يجوز قول: (إن شاء الله) على عمل قدتم

سمعت بعض الناس يقول: إذا فعلت عملا كالصلاة أو الصوم أو أي عمل في الدين أو الدنيا وسئلت: هل صليت أو صمت لا تقل: إن شاء الله، بل قل: نعم؟ لأنك عملت فعلا. فما رأيكم؟

هذا فيه تفصيل، أما في العبادات فلا مانع أن يقول: إن شاء الله صليت، إن شاء الله صمت؛ لأنه لا يدري هل كملها وقبلت منه أم لا. وكان المؤمنون يستثنون في إيمانهم وفي صومهم؛ لأنهم لا يدرون هل أكملوا أم لا، فيقول الواحد منهم: صمت إن شاء الله، ويقول: أنا مؤمن إن شاء الله.

أما الشيء الذي لا يحتاج إلى ذكر المشيئة مثل أن يقول: بعت إن شاء الله- فهذا لا يحتاج إلى ذلك، أو يقول: تغديت أو تعشيت إن شاء الله، فهذا لا يحتاج أن يقول كلمة إن شاء الله؟ لأن هذه الأمور لا تحتاج إلى المشيئة في الخبر عنها؛ لأنها أمور عادية قد فعلها وانتهى منها، بخلاف أمور العبادات التي لا يدري هل وفاها أم بخسها حقها، فإذا قال: إن شاء الله فهو للتبرك باسمه سبحانه والحذر من دعوى شيء لم يكن قد أكمله ولا أداه حقه.

 

Pertanyaan:

Apakah diperbolehkan mengucapakn “insyaallah” atas perbuatan yang telah selesai dilakukan?

Aku mendengar sebagian orang mengatakan: “Jika engkau telah melakukan suatu amalan seperti shalat, puasa dan amalan lain yang diperintahkan agama atapun perbuatan yang menyangkut urusan dunia, lalu engkau ditanya, apakah engkau sudah shalat?  Apakah engkau sudah puasa?  Maka janganlah menjawab, “Insyaallah”. Tapi katakanlah, “Ya.” Karena engkau telah selesai melakukannya. Apa pendapat Anda?

Jawaban:

Permasalahan ini perlu di rinci. Mengucapkan insyallah pada masalah ibadah tidaklah dilarang seperti ucapan” Insyaallah saya telah shalat, insyaallah saya telah puasa.” Karena seseorang tidaklah tahu, apakah ibadahnya tersebut telah sempurna dan diterima Allah ataukah tidak. Orang-orang beriman terdahulu mengucapkan insyaallah pada keimanan mereka dan ibadah puasa mereka. Karena mereka tidak mengetahui, apakah mereka telah menyempurnakan ibadah tersebut ataukah tidak? Salah seorang diantara mereka mengatakan: “Saya telah puasa insyaallah.” Ada yang mengatakan: ”Saya beriman insyaallah.”

Adapun selain ibadah, tidak perlu ucapan insyaallah, seperti kalimat: “Saya telah membeli insyallah”, “Saya telah makan siang insyaallah”, “Saya telah makan malam insyaallah”, ini semua tidak perlu. Karena menyampaikan berita tentang perkara non-ibadah seperti di atas tidak butuh ucapan insyaallah ketika mengabarkan (kepada orang lain). Karena perkara tersebut telah lama berlalu, telah dikerjakan dan telah selesai.

Hal ini tentu berbeda dengan perkara ibadah, di mana seseorang tidaklah tahu, apakah dia telah menunaikannya dengan sempurna ataukah banyak kekurangannya? Maka ucapan insyaallah ini sebagai tabarruk (mengharapkan barakah) dengan nama Allah subhanah, dan berhati-hati dalam mengklaim sesuatu yang belum tentu sempurna dan ditunaikan kewajibannya.

Maraji’:

 

Penyusun: Ummu Fatimah

Sumber: http://wanitasalihah.com/kapan-harus-mengucapkan-insyaallah/