بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

JAGALAH LISAN AGAR SELALU BERBICARA BAIK

Oleh: Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr

Allah ﷻ berfirman:

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memerbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar.” [QS. Al-Ahzab: 70-71]

Dalam ayat lain disebutkan:

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Hujurat: 12]

Allah ﷻ juga berfirman:

‎وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. (Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan, dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” [QS. Qaf: 16-18]

Begitu juga firman Allah ﷻ:

‎وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” [QS. Al-Ahzab: 58]

Dala kitab Sahih Muslim hadis no. 2589 disebutkan:

‎عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَأكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ اَفَرَاَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنَّ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَهُ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian apa itu ghibah?.”
Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.“
Beliau ﷺ berkata: “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka.”
Ada yang menyahut: “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?”
Beliau ﷺ menjawab: “Bila demikian, itu berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya. Sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta atas dirinya.”

Allah ﷻ berfirman:

‎وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” [QS. Al-Israa: 36]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

‎إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُم ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ سَيْئًا وَأَنْ تَعتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّ قُواوَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَشْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ

“Sesungguhnya Allah meridai kalian pada tiga perkara, dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya, serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya. Dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaidah) serta menyia-nyiakan harta.” [1]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

‎كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَمَحَااَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَا هُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَا هُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِيْنِاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوِى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّ بُهُ

“Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal ini), hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya.” [2]

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Sahihnya hadis no.10 dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

‎الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang Muslim adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.”

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Muslim no.64 dengan lafal:

‎إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ: “Siapakah orang Muslim yang paling baik?”
Beliau ﷺ menjawab: “Seseorang yang orang-orang Muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadis no. 65 dengan lafal seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar.

Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadis tersebut. Beliau berkata:
“Hadis ini bersifat umum, bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi sekarang, dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeda dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan.”

Oleh karena itu, dalam sebuah syair disebutkan:
Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya.
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi.
Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal.
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Sahihnya hadis no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

‎مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk Surga.”

Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.

Al-Bukhari dalam kitab Sahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Sahihnya no. 74 meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

‎وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.”

Imam Nawawi berkomentar tentang hadis ini ketika menjelaskan hadis-hadis Arba’in, beliau menjelaskan:
“Imam Syafi’i menjelaskan, bahwa maksud hadis ini adalah, apabila seseorang hendak berkata, hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silakan dia berbicara. Akan tetapi jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat, atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara.”

Sebagian ulama berkata:
“Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45:
“Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan.”

Beliau berkata pula di hal. 47:
“Orang yang berakal seharusnya lebih banyak memergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari, bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu, adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara, maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara, maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.

Beliau menambahkan di hal. 49:
“Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara. Tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya, berarti tidak paham terhadap agamanya.”

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dalam kitab Sahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Sahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

‎إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya, akan membuatnya terjerumus ke dalam Neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak Timur dengan Barat.”

Masalah ini disebutkan pula di akhir hadis yang berisi wasiat Nabi ﷺ kepada Muadz, yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616, yang sekaligus dia komentari sebagai hadis yang Hasan Sahih. Dalam hadis tersebut Rasulullah ﷺ bersabda:

‎وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

“Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam Neraka selain buah lisannya?”

Perkataan Nabi ﷺ di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz.

‎يَا نَبِّيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَا خَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ

“Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan?”

Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadis ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (II/147):
“Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada Hari Kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barang siapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan.

Muslim meriwayatkan sebuah hadis dalam kitab Sahihnya no. 2674 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

‎مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِشْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لآَيَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa yang menyeru kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.”

Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib (I/65) mengomentari hadis.

‎إِذَا مَاتَ الْإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثٍ …

“Apabila seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal kecuali dari tiga perkara …dst.”

Beliau berkata:
“Orang yang membukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri, dan pahala dari orang yang membaca, menulis, dan mengamalkannya, berdasarkan hadis ini dan hadis yang semisalnya. Begitu pula orang-orang yang menulis hal-hal yang membuahkan dosa, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya sendiri, dan dosa dari orang-orang yang membaca, menulis, atau mengamalkannya, berdasarkan hadis.

‎مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً

“Barang siapa yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, maka ….”

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dalam kitab Sahihnya no. 6505 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

‎إِنَّاللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ

“Sesungguhnya Allah berfirman: “Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Ku-izinkan ia untuk diperangi.”

[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Penulis Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr, Edisi Indonesia Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penerbit: Titian Hidayah Ilahi Bandung, Cetakan Pertama Januari 2004]

 

___

Catatan Kaki
[1]. Diriwayatkan oleh Muslim hadis no. 1715. Hadis tentang tiga perkara yang dibenci ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mughirah hadis no.2408 dan diriwayatkan juga oleh Muslim.
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Sahihnya hadis no. 6612 dan Muslim hadis no.2657. Lafal di atas adalah yang terdapat dalam riwayat Muslim.
[3]. Tetapi lafal hadis tersebut adalah yang terdapat dalam riwayat Muslim.
[4]. Tetapi lafal yang tersebut terdapat dalam riwayat Bukhari.

 

Sumber: Wanita Muslimah

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat