بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

 

 

JADIKAN SETIAP AKTIVITAS KITA BERNILAI IBADAH DI SISI ALLAH

 
Para ulama biasa menjelaskan suatu kaidah, bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan suami istri) bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah, APABILA DINIATKAN untuk melakukan ibadah. Sebagaimana An Nawawi dalam Syarh Muslim (6/16) mengatakan:
أَنَّ الْمُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَيْهِ
“Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah taala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran).”
 
Kaidah ini adalah:
الْعَادَاتُ تَنْقَلِبُ عِبَادَاتٍ بِالنِّيَّاتِ الصَّالِحَاتِ
 
Kebiasaan berubah menjadi ibadah dengan niat yang saleh.
 
Yang dimaksud dengan adat ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan manfaat dunia saja, seperti: makan, minum, tidur, bekerja, nikah dan lainnya.
 
Kaidah ini menjelaskan tentang keberadaan amalan dan aktivitas yang termasuk kategori adat yang hukum asalnya mubah, namun akan bernilai ibadah apabila diiringi dengan niat yang saleh. Untuk merealisasikan hal itu, seseorang dituntut untuk memunculkan perasaan ta’abbud (peribadahan) di dalam hatinya setiap kali hendak mengerjakan perkara yang mubah tersebut, dan juga ketika mengerjakannya. Jika hal itu dilakukan, maka perkara adat dan kebiasaan tersebut akan berubah dari statusnya sebagai perkara yang mubah menjadi ibadah, dan menjadi bagian amal kebaikan baginya.
 
Dengan demikian, setiap aktivitas adat kebiasaan yang kita dasari dengan niat saleh akan berubah menjadi ibadah, sebagaimana perkara adat juga bisa berubah menjadi kemaksiatan, jika disertai dengan niat yang jelek.
Adapun di antara dalil dari kaidah ini adalah hadis ‘Umar bin Khaththab dari Rasulullah ﷺ yang bersabda:
 
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
 
“Sesungguhnya semua amalan itu dikerjakan dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.” [HR. al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
 
Contoh Penerapan Kaidah
 
Di antara contoh penerapan kaidah yang mulia ini adalah sebagai berikut:
 
>> Makan dan minum pada asalnya merupakan rutinitas dan kebiasaan keseharian yang mubah. Seseorang tidak mendapatkan pahala ataupun dosa ketika mengerjakannya. Namun aktivitas tersebut bisa berubah dari statusnya sebagai sesuatu yang mubah, menjadi suatu amalan yang bernilai ibadah dengan mengimplementasikan kaidah ini. Yaitu sebelum seseorang meletakkan tangannya untuk mengambil makanan dan sebelum mengangkat minuman ke mulutnya, maka ia munculkan niat untuk menguatkan badannya dalam rangka beribadah dengan sarana makan dan minum itu. Hal ini dikarenakan badan tidaklah mampu melaksanakan ibadah kecuali jika mempunyai kekuatan, dan itu akan diperoleh melalui makan dan minum. Maka hendaklah seseorang memunculkan niat yang mulia ini ketika makan dan minum, disertai dengan menerapkan adab-adab syari di dalamnya, seperti mengawali dengan menyebut nama Allah ﷻ, makan dengan tangan kanan, mulai mengambil makanan dari yang terdekat, dan lain-lain. Jika hal itu dilakukan, maka waktu yang dihabiskan untuk makan dan minum itu akan bernilai ibadah, dan termasuk bentuk taqarrub yang mendatangkan pahala baginya.
 
>> Membeli barang-barang seperti mobil, pakaian, rumah, beraneka-ragam makanan dan minuman, perlengkapan rumah tangga dan semisalnya, asalnya adalah perkara yang mubah. Hal itu akan berubah menjadi ibadah jika diiringi dengan niat yang saleh. Misalnya dengan niat untuk memperlancar kegiatannya dalam beribadah kepada Allah ﷻ, menguatkan badannya dalam mengerjakan ketaatan, menunaikan perintah Allah ﷻ dalam menutup aurat dan menjaga kehormatannya, serta niat-niat saleh semisalnya. Maka dengan niat tersebut ia akan memperoleh pahala atas belanja yang dilakukannya, dan menjadi bagian timbangan amalan kebaikannya nanti di Hari Kiamat.
 
>> Memakai jam tangan hukum asalnya adalah mubah. Akan tetapi jika seseorang memakainya dengan niat untuk menjaga waktu-waktu shalat, atau menjadikan sarana untuk menunaikan janji-janji yang telah dibuatnya, demikian pula sebagai wasilah untuk mengatur waktunya supaya senantiasa di dalam ketaatan, dan niat-niat lainnya, maka hal itu akan mengubahnya dari kategori adat kebiasaan menjadi ibadah. Karena adat akan berubah menjadi ibadah dengan niat yang saleh. Dan perlu kita perhatikan, bahwa niat tersebut hanyalah sekedar tekad yang ada di dalam hati, dan tidak perlu diucapkan, tidak pula diawali dengan berwudhu atau semisalnya. Sesungguhnya niat adalah amalan hati yang sederhana dan mudah, tanpa adanya kesulitan di sana.
 
>> Berangkat menuju ke tempat kerja hukum asalnya termasuk kebiasaan yang mubah. Seseorang tidak diberi pahala ataupun mendapatkan dosa atasnya. Sebagaimana dimaklumi bahwa seseorang menghabiskan banyak waktu dalam pekerjaannya. Maka bagi seorang yang berakal semestinya berusaha untuk menjadikan aktivitas tersebut menjadi bagian amal salehnya. Dan hal itu bisa didapatkan dengan memunculkan niat yang saleh. Di antaranya dengan niat untuk mencari harta yang halal, sehingga tidak meminta-minta kepada orang lain, dan menjadi sarana baginya untuk menunaikan kewajiban memberi nafkah kepada orang-orang yang ditanggungnya, baik istri ataupun anaknya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam hadis Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu:
 
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ
 
“Sesungguhnya engkau tidaklah memberikan nafkah yang dengannya engkau mengharapkan wajah Allah kecuali pasti diberi pahala atasnya, sampai makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.” [HR. al-Bukhari no. 56]
 
>> Tidur termasuk kategori kebiasaan yang mubah. Seseorang asalnya tidak mendapatkan pahala ataupun dosa karena melakukannya. Sebagaimana dimaklumi bahwa seseorang akan menghabiskan banyak waktu untuk tidurnya. Maka bagaimanakah kiat supaya kebiasaan tersebut bernilai ibadah? Jawabannya: Tidur akan bernilai ibadah, jika seseorang meniatkannya dengan kebaikan. Seperti berniat untuk mengembalikan kekuatan badannya dalam rangka mengerjakan amal ketaatan kepada Allah ﷻ. Yang demikian itu dikarenakan banyaknya aktivitas sehari-hari akan menyebabkan hilangnya kekuatan badan, jika tidak diimbangi dengan istirahat. Oleh karena itu setiap orang membutuhkan tidur. Bahkan itu termasuk kebutuhan badan yang utama. Bertolak dari realita bahwa seorang tidak mungkin terlepas dari tidur, dan banyak waktu yang terpakai untuk keperluan tersebut, maka tidak sepantasnya kita menyia-nyiakan waktu tidur tanpa ada manfaat yang kita dapatkan. Kita hendaknya berupaya, agar aktivitas tersebut menjadi bagian timbangan amal kebaikan kita. Hal itu akan didapatkan dengan meniatkannya untuk beribadah kepada Allah ﷻ dan mengharapkan pahala dari-Nya, disertai dengan memperhatikan adab-adab ketika tidur secara syari, seperti berwudhu terlebih dahulu, mengucapkan zikir-zikir yang disunnahkan, dan tidur dengan sisi badan sebelah kanan. Jika seseorang melakukannya disertai dengan niat yang saleh, maka tidurnya akan berubah dari adat menjadi ibadah.
 
>> Bartamasya menikmati pemandangan, keindahan alam, dan semisalnya hukum asalnya adalah mubah, selama tidak mengantarkan kepada perkara yang haram. Kegiatan tersebut bisa mendatangkan pahala bagi seseorang dan menjadi bagian timbangan amal kebaikannya, jika ia mengiringinya dengan niat yang baik. Misalnya dengan niat untuk memberikan ketenangan, waktu rehat dan mengendurkan pikiran dan jiwa, sehingga ketika beribadah bisa lebih fokus dan memusatkan perhatian. Karena jiwa akan merasakan kejenuhan dengan banyaknya rutinitas maupun pekerjaan sehari-hari. Hal ini juga akan berpengaruh pada peribadahan seseorang. Maka harus ada waktu khusus supaya jiwa merasakan santai dari tekanan, sehingga siap untuk mengerjakan aktivitas selanjutnya, termasuk aktivitas peribadahan kepada Allah ﷻ.
 
Ini adalah sebagian contoh penerapan kaidah ini. Dan secara ringkas kita katakan, bahwa adat kebiasaan jika dilakukan dengan niat yang baik, maka menjadi amal ketaatan. Dan jika dilakukan dengan niat yang jelek, maka akan menjadi perkara dosa dan kemaksiatan. [Diangkat dari Risalah fi Tahqiq Qawa’id an-Niyyah, Syaikh Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Kaidah II]
 
Seperti juga diungkapkan oleh para ulama:
الكيس جعل عاداته عبادة، والغافل جعل عباداته عادة
“Orang yang pandai, dia jadikan amalan mubahnya menjadi ibadah. Adapun orang yang lalai, ia jadikan amalan ibadahnya menjadi sebatas kebiasaan (‘adaat).”
 
Wallahu a’lam.
 

Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

#amalanbiasabernilaiibadah #tips #cara #aktivitasbernilaiibadah #kegiatan #adat #kebiasanbernilaiibadah #mubahjadiibadah #amalantergantungniatnya