Hukum Sholat Di Belakang Ahlul Bid’ah

Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah menganggap sholat berjamaah di belakang imam, baik yang shalih maupun yang fasik dari kaum Muslimin adalah sah. Dan mensholatkan siapa saja yang meninggal di antara mereka [Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 529) takhrij dan ta’liq Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdul Muhsin at-Turki].

Dalam Shahiihul Bukhari [Shahiihul Bukhari (no. 1660, 1662, 1663)] disebutkan, bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma pernah sholat dengan bermakmum kepada al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Padahal al-Hajjaj adalah orang yang fasik dan bengis [Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi seorang Amir yang dzhalim. Dia menjadi Amir di Irak selama 20 tahun, dan dialah yang membunuh ‘Abdullah bin Zubair bin ‘Awam di Makkah. Hajjaj mati tahun 95 H. Lihat Taqriibut Tahdziib (I/190, no. 1144) dan Tahdziibut Tahdziib (II/184-186), oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani]. ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma adalah seorang Sahabat yang sangat hati-hati dalam menjaga dan mengikuti Sunnah Nabi ﷺ, sedangkan al-Hajjaj bin Yusuf adalah orang yang terkenal paling fasik. Demikian juga yang pernah dilakukan Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu yang bermakmum kepada al-Hajjaj bin Yusuf. Begitu juga yang pernah dilakukan oleh beberapa Sahabat Radhiyallahu anhum, yaitu sholat di belakang al-Walid bin Abi Mu’aith [Lihat Shahiih Muslim (no. 1707)].

Nabi ﷺ pernah bersabda:

يُصَلُّوْنَ لَكُمْ، فَإِنْ أَصَابُوْا فَلَكُمْ وَلَهُمْ، وَإِنْ أَخْطَأُوْا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ.

“Mereka sholat mengimami kalian. Apabila mereka benar, kalian dan mereka mendapatkan pahala. Apabila mereka keliru, kalian mendapat pahala, sedangkan mereka mendapat dosa.” [HR. Al-Bukhari (no. 694) dan Ahmad (II/355, 537), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu].

Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullah pernah ditanya tentang boleh atau tidaknya sholat di belakang Ahlul Bid’ah, beliau menjawab: “Sholatlah di belakangnya dan ia yang menanggung dosa bid’ahnya.” Imam al-Bukhari memberikan bab tentang perkataan Hasan al-Bashri dalam Shahiihnya (bab Imamatul Maftuun wal Mubtadi’ dalam Kitaabul Aadzaan).

Ketahuilah bahwasanya seseorang boleh sholat bermakmum kepada orang yang tidak dia ketahui bahwa ia memiliki kebid’ahan atau kefasikan, berdasarkan kesepakatan para ulama.

Ahli Bid’ah maupun pelaku maksiat, pada asalnya sholatnya adalah sah. Apabila seseorang sholat bermakmum kepadanya, sholatnya tidak menjadi batal. Namun ada ulama yang menganggapnya makruh. Karena Amar Ma’ruf Nahi Munkar itu wajib hukumnya. Di antaranya bahwa orang yang menampakkan kebid’ahan dan kefasikannya, jangan sampai ia menjadi imam rutin (Rawatib) bagi kaum Muslimin.

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Bahwa sholat di belakang orang yang fasik dan pemimpin yang dzalim, sah sholatnya. Sahabat-sahabat kami telah berkata: ‘Sholat di belakang orang fasik itu sah, tidak haram, akan tetapi makruh. Demikian juga dimakruhkan sholat di belakang Ahli Bid’ah yang bid’ahnya tidak sampai kepada tingkat kufur (bid’ahnya tidak menjadikan ia keluar dari Islam).

Tetapi bila bid’ahnya adalah bid’ah yang menyebabkan ia keluar dari Islam, maka sholat di belakangnya tidak sah, sebagaimana sholat di belakang orang kafir.’ Dan Imam asy-Syafi’i rahimahullah menyebutkan dalam al-Mukhtashar, bahwa makruh hukumnya sholat di belakang orang fasiq dan Ahlu Bid’ah. Kalau dikerjakan juga, maka sholatnya tetap sah, dan inilah pendapat Jumhur Ulama.” [Diringkas dari al-Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab (IV/253) oleh Imam Nawawi, cet. Daarul Fikr].

Mensholatkan seorang Muslim yang meninggal dunia hukumnya Fardhu Kifayah. Tetapi apabila seorang Muslim tersebut adalah Ahlul Bid’ah dan pelaku maksiat, maka para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Menurut pendapat Jumhur Ulama, dia boleh disholatkan. Dalam hal ini dikecualikan para pemberontak, perampok, munafik, dan orang yang mati bunuh diri. Sebagai pelajaran bagi yang lainnya. Adapun orang munafik, tidak boleh disholatkan dengan dasar firman Allah al-Hakiim:

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

“Dan janganlah sekali-kali kamu mensholati (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” [At-Taubah: 84] [Lihat pembahasan ini dalam Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 529-537) takhrij dan ta’liq Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki, Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa’ wal Bida’ (hal. 343-371), al-Imaamah fish Shalaah fii Dhau-il Kitaab was Sunnah (hal. 42-48) oleh Dr. Sa’id bin Wahf al-Qahthani]

 

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]

 

https://almanhaj.or.id/2026-hukum-shalat-di-belakang-ahlul-bidah-hukum-shalat-tahiyyatul-masjid.html

 

Catatan Tambahan:

Syaikh Yusuf Asy Syubaili hafizhohullah ditanya oleh pendengar: “Apakah boleh sholat di belakang Imam Mubtadi’ (Ahli Bid’ah)?”

Jawaban beliau:
Hal tersebut dilihat dari bid’ah yang diperbuat (oleh sang imam, pen). Jika bid’ah yang dilakukan adalah bid’ah mukaffiroh (yang mengeluarkan pelakunya dari Islam), maka tidak boleh sholat di belakang imam seamcam itu. Semisal imam tersebut kebiasaannya adalah pengagung kubur dan bertawasul pada penghuni kubur dan beristighotsah kepada selain Allah, seperti ini adalah bid’ah mukaffiroh (pelakunya jadi batal Islamnya).

Adapun jika bid’ah yang dilakukan oleh imam adalah bid’ah yang bukan mukaffiroh (artinya tidak sampai mengafirkan pelakunya), seperti sholat di belakang orang yang merayakan Maulid Nabi, maka boleh dan sah sholat di belakang imam semacam itu. Bid’ah yang dia lakukan hanya menyelisihi tuntunan yang benar (tidak sampai mengafirkan). Namun tidak boleh mengikutinya dalam bid’ah (seperti bid’ah Maulid Nabi yang ia lakukan) meskipun dia adalah qudwah (teladan) untuk manusia. [Ditranskrip dari tanya jawab Syaikh Yusuf Asy Syubaili di Youtube di sini: https://www.youtube.com/watch?v=KZBaURlSVV4&feature=related]
***
Intinya, boleh atau tidak sholat di belakang imam Ahli Bid’ah, dilihat bagaimanakah jenis bid’ah yang ia perbuat, sebagaimana diterangkan di atas. Wallahu a’lam.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal