BISA GANDAKAN UANG ADALAH WALI ALLAH?

Siapakah wali Allah?

Katanya seperti ustadz/ kyai yang terkesan berpenampilan agamis, kadang-kadang punya ilmu-ilmu tertentu, ilmu kanuragan, atau ilmu yang sepertinya “ajaib-ajaib” dan sakti mandraguna, bisa menyembuhkan orang sakit parah yang sudah tidak ada harapan. Katanya bisa shalat Jumat di Mekkah, padahal dia ada Indonesia. Ada juga bahkan yang bisa terbang sampai jalan di atas air.

Katanya ini karomah wali Allah.

Ternyata bukan itu yang benar mengenai wali Allah. Bisa saja wali Allah adalah orang yang biasa-biasa saja dan tidak ada tanda-tanda khusus.

Wali Allah adalah semua orang yang bertakwa, konsisten dan istiqamah menjalankan syariat Allah. Maka mereka mendapatkan keutamaan ketenangan hidup, tidak takut dan bersedih, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala:

ﺃَﻟَﺎ ﺇِﻥَّ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﺎ ﺧَﻮْﻑٌ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﻫُﻢْ ﻳَﺤْﺰَﻧُﻮﻥَ ‏(62 ‏) ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﺘَّﻘُﻮﻥَ ‏(63 ‏) ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺒُﺸْﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺂَﺧِﺮَﺓِ ﻟَﺎ ﺗَﺒْﺪِﻳﻞَ ﻟِﻜَﻠِﻤَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺫَﻟِﻚَ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻔَﻮْﺯُ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢُ ‏(64 ‏)

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertakwa . Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di Akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat- kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (QS. Yunus : 62 – 64)

Jadi wali Allah:

  1. TIDAK HARUS punya karomah dan kekuatan sakti seperti itu.
  2. Yang punya karumah BELUM TENTU lebih mulia daripada yang tidak punya karomah. Karenanya karomah lebih banyak di zaman tabi’in (generasi setelah sahabat), dari pada zaman sahabat (yang imannya lebih baik)
  3. Karomah diberikan Allah karena ada alasan tertentu, untuk lebih meningkatkan keimanan manusia saat itu.
  4. Wali Allah mendapatkan karomah tanpa “ritual-ritual” tertentu.
  5. Bisa jadi karomah muncul dari wali Allah sebagai bentuk ujian terhadap suatu kaum. Kalau mengingkari, maka mereka mendapat bencana dari Allah

Perlu diketahui bahwa “Kejadian di luar tabiat”, misalnya sakti bisa jalan di atas air, ini bisa karena:

  1. Mukjizat yang terjadi pada para Rasul dan Nabi
  2. Karomah yang terjadi pada para wali Allah
  3. Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan

Bisa jadi yang punya “Kesaktian” seperti itu bukan wali Allah, karena dari sikapnya dan agamanya bukan orang saleh. Misalnya akhlak kasar, sering maksa minta uang kepada jamaah, dan jauh dari akhlak Islami, atau yang sering kita bilang “Dukun berkedok ustadz/kyai”.

Bisa punya “Kesaktian” seperti itu bisa jadi karena sudah kerja sama dengan setan sebelumnya, dengan “ritual tertentu”.

Bisa saja karomah muncul pada wali Allah. Akan tetapi karomah umumnya diberikan kepada mereka yang bertakwa dan istiqamah menjalankan agama Allah. Contoh kisah karomah yang shahih:

  1. Kisah Ashabul Kahfi yang beratus-ratus tahun tidur di goa.
  2. Kisal Raja Dzulqarnaun yang bisa mengurung Ya’ju Wa Ma’ju.
  3. Kisah Maryam yang mendapatkan makanan di sisinya dan hamil tanpa suami.
  4. Kisah Khalid bin Walid yang meminum racun dan tidak membahayakan sama sekali, sebagai syarat agar benteng musuh terbuka.
  5. Kisah Abu Muslim ketika dilempar ke dalam api, tetapi tidak apa-apa.
  6. Kisah Saad bin Abu Waqqash menyeberangi sungai Dajlah dengan pasukan berkudanya, sebagaimana berjalan di daratan.

Masih banyak yang belum tahu tentang wali Allah? Tugas kita adalah mendakwahkan dakwah TAUHID, dakwah prioritas dan utama ke masyarakat.

 

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 

Catatan Tambahan:

Arti karomah menurut istilah ialah kejadian luar biasa, tidak untuk melawan dan tidak untuk mengaku nabi. Allah ta’ala menampakkan kepada wali-Nya yang beriman, untuk menolong urusan din (agama) atau duniawinya (Syarh Ushul I’tiqod Ahlussunnah wal Jama’ah: 9/15, Al-Minhatul Ilahiyah fi Tahdzib Syarh at-Thohawiyyah: 387)

As-Safarini rahimahullah mengatakan: “Al-Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan tanpa disertai dengan pengakuan sebagai nabi dan tidak memiliki muqaddimah (pendahuluan yang diupayakan seperti bacaan/doa/zikir tertentu), yang keluarbiasaan itu terjadi melalui tangan seorang hamba yang saleh, baik dia mengetahui terjadinya, maupun tidak dia ketahui.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah, 9/15)