بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
BERIBADAH BUKAN HANYA SESAAT
 
Sering kita perhatikan, sebagian orang hanya rajin ibadah di bulan Ramadan saja, namun di bulan lainnya kita saksikan mereka malah kosong dari amalan. Ibadah seakan-akan jadi musiman saja. Tempat sujud hanya disentuh di saat bulan suci saja. Mukena pun barangkali baru dibersihkan ketika memasuki Ramadan, karena baru dipakai ketika itu. Sayang sekali jika ibadah jadi seperti ini.
 
Seharusnya amal seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan:
”Sesungguhnya Allah Taala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah ﷻ:
 
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
 
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” [QS. Al Hijr: 99].[1]
 
 
Ibnu ’Abbas, Mujahid, dan Mayoritas Ulama mengatakan, bahwa maksud ”al yaqin” dalam ayat tersebut adalah kematian. Kematian disebut al yaqin, karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi.
 
Az Zujaaj mengatakan, bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan: “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian, tentu orang yang melakukan ibadah sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Taala berfirman (yang artinya): “Sembahlah Allah sampai datang ajal”. Ini menunjukkan bahwa ibadah itu diperintahkan selamanya sepanjang hayat. [2]
 
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
“Dari ayat ini menunjukkan, bahwa ibadah seperti salat dan semacamnya wajib dilakukan selamanya, selama akalnya masih ada. Ia melakukannya sesuai dengan kondisi yang ia mampu.” [3]
 
Namun sebagian orang keliru dalam memahami Surat Al Hijr ayat 99. Mereka menyatakan, bahwa jika seseorang sudah sampai tingkat yakin makrifah, maka ia tidaklah mendapatkan beban taklif (tidak dikenai kewajiban ibadah). Ini sungguh pemahaman keliru dan suatu kebodohan. Karena para nabi sendiri dan para sahabat, mereka adalah sebaik-baik orang yang paling mengenal Allah, dan paling paham akan hak-hak-Nya, serta mereka tahu, bagaimanakah semestinya mengagungkan Allah. Mereka senantiasa menyembah dan beribadah pada Allah terus menerus hingga mereka wafat. Yakin dalam ayat ini maknanya adalah kematian. Sehingga maksudnya adalah sembahlah Allah sampai datang kematian. [4]
 
Oleh karena itu kita akan lihat, bahwa Nabi ﷺ pun memerintahkan kita beribadah bukan hanya sesaat, bukan hanya musiman, bukan hanya di bulan Ramadan saja. Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha beliau mengatakan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
 
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
 
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Taala adalah amalan yang kontinu, walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [5]
 
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan:
”Yang dimaksud dengan hadis tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan, dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin, dilakukan walaupun itu sedikit.”
 
Beliau pun menjelaskan:
”Amalan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.” [6] Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan salat malam.
 
Al Hasan Al Bashri mengatakan:
”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya.”
 
Beliau rahimahullah juga mengatakan:
”Jika setan melihatmu kontinu dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika setan melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, maka setan pun akan semakin tamak untuk menggodamu.”[7]
 
Asy Syibliy pernah ditanya: ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Syakban?”
Beliau pun menjawab: ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Syakbaniyyin.” Maksudnya adalah, jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun, dan bukan hanya di bulan Syakban saja.
 
Kami (penulis) juga dapat mengatakan:
”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” [8] Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun, dan jangan hanya di bulan Ramadan saja.
 
Semoga Allah memberi taufik.
Ya Allah, mudahkanlah kami agar terus dapat beribadah kepadamu hingga maut menjemput.
 
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
 
Catatan Kaki
 
[1] Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 392.
 
[2] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Al Maktab Al Islami, 4/423.
 
[3] Tafsir Alquran Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 8/287.
 
[4] Lihat sanggahan Ibnu Katsir dalam Tafsir Alquran Al ‘Azhim, 8/287.
 
[5] HR. Muslim no. 783.
 
[6] Fathul Baari lii Ibni Rajab, Asy Syamilah, 1/84.
 
[7] Al Mahjah fii Sayrid Duljah, Ibnu Rajab, hal. 71. Dinukil dari Tajriidul Ittiba’ fii Bayaani Asbaabi Tafadhulil A’mal, Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhailiy, Daar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1428 H, hal. 86.
 
[8] Lihat Lathoif Al Ma’arif, 390.
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 
BERIBADAH BUKAN HANYA SESAAT