بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BEBERAPA BENTUK DAN CONTOH KEINGINAN DUNIAWI PADA AMAL SALEH

 

✳️ Allah Ta’ala berfirman:

{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}

⏭ “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di Akhirat (kelak) tidak akan memeroleh (balasan) kecuali Neraka, dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud: 15-16).

Ayat yang mulia ini dibatasi kemutlakannya dengan firman Allah Ta’ala dalam ayat lain [Lihat keterangan Syaikh Bin Baz pada catatan kaki kitab “Fathul Majiid” (hal. 452)]:

{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا}

⏭ “Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu, apa (balasan dunia) yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami inginkan, kemudian Kami jadikan baginya Neraka Jahannam. Ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” (QS al-Israa’: 18).

? Maka kesimpulan makna kedua ayat ini adalah: Orang yang menginginkan balasan duniawi dengan amal saleh yang dilakukannya, maka Allah Ta’ala akan memberikan balasan duniawi yang diinginkannya, JIKA ALLAH TA’ALA MENGHENDAKi, dan terkadang dia TIDAK mendapatkan balasan duniawi yang diinginkannya, karena Allah Ta’ala TIDAK menghendakinya [Lihat kitab “Fathul Majiid” (hal. 452)].

Syaikh ‘Abdur Rahman bin Hasan Alu asy-Syaikh rahimahullah menukil keterangan Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah [Dalam kitab “Fathul Majiid” (hal. 453-454)], tentang bentuk-bentuk amal saleh yang dikerjakan dengan keinginan untuk mendapatkan balasan duniawi, sebagai berikut:

1️⃣ Amal saleh yang dikerjakan oleh banyak orang dengan mengharapkan wajah Allah (ikhlas), berupa sedekah, shalat, (menyambung) silaturahim, berbuat baik kepada orang lain, tidak menzhalimi orang lain, dan lain-lain, yang dilakukan atau ditinggalkan seseorang ikhlas karena Allah, akan tetapi dia tidak menginginkan pahala di Akhirat, dia hanya menginginkan balasan (duniawi) dari Allah, dengan (Allah Ta’ala) menjaga hartanya dan mengembangkannya, atau memelihara istri dan anggota keluarganya, atau melanggengkan limpahan nikmat/kekayaan bagi keluarganya. TIDAK ADA niatnya untuk meraih Surga dan menyelamatkan diri dari (siksa) Neraka. Maka orang seperti ini akan diberikan balasan amal perbuatannya di dunia, dan TIDAK ADA bagian (balasan kebaikan) untuknya di Akhirat (kelak). Bentuk inilah sebagaimana yang telah disebutkan oleh (Shahabat yang mulia) ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia”, artinya balasan duniawi, “dan perhiasannya”, artinya harta. “Niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna”, artinya: Kami akan sempurnakan bagi mereka balasan amal perbuatan mereka (di dunia) berupa kesehatan dan kegembiraan dengan harta, keluarga dan keturunan” [Dinukil oleh Syaikh ‘Abdur Rahman bin Hasan Alu asy-Syaikh dalam kitab “Fathul Majiid” (hal. 451)]

2️⃣ Inilah yang disebutkan oleh Imam Mujahid tentang (makna) ayat di atas dan sebab turunnya, yaitu seorang yang mengerjakan amal saleh dengan niat untuk riya’ (memamerkannya) kepada orang lain, dan BUKAN untuk mencari pahala Akhirat.

3️⃣ Seorang yang mengerjakan amal saleh dengan tujuan (untuk mendapatkan) harta, seperti orang yang berhaji untuk memeroleh harta, berhijrah untuk mendapatkan (balasan) duniawi, atau untuk menikahi seorang wanita, atau berjihad untuk mendapatkan ganimah (harta rampasan perang). Bentuk ini juga disebutkan (oleh sebagian dari ulama Salaf) ketika menafsirkan ayat ini. (Contoh lainnya) seperti seorang yang menuntut ilmu karena (keberadaan) madrasah milik keluarganya, usaha mereka, atau kedudukan mereka, atau seorang yang memelajari Alquran dan kontinyu melaksanakan shalat fardhu karena tugasnya di mesjid, sebagaimana ini sering terjadi.

4️⃣ Seorang yang mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan niat ikhlas karena Allah semata, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, akan tetapi dia pernah melakukan perbuatan kufur yang menjadikannya keluar dari agama Islam. Seperti orang-orang Yahudi dan Nashrani, jika mereka beribadah kepada Allah, bersedekah, atau berpuasa dengan mengharapkan wajah Allah dan (balasan) di negeri Akhirat, juga seperti kebanyakan dari kaum Muslimin yang pernah melakukan kekafiran atau kesyirikan besar, yang mengeluarkan mereka dari agama Islam secara keseluruhan, meskipun mereka melakukan ketaatan kepada Allah dengan ikhlas mengharapkan ganjaran pahala dari-Nya di negeri Akhirat, akan tetapi mereka pernah melakukan perbuatan (kufur atau syirik) yang mengeluarkan mereka dari agama Islam, dan ini menjadikan semua amal perbuatan mereka tidak diterima (oleh Allah Ta’ala). Bentuk ini juga disebutkan dalam penafsiran ayat ini dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu dan selain beliau.

Lebih lanjut, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin menyebutkan beberapa contoh keinginan duniawi dengan amal saleh yaitu:

? Orang yang menginginkan harta, misalnya orang yang melakukan adzan (di masjid) untuk mendapatkan upah/gaji (sebagai muadzdzin), atau orang yang berhaji untuk mendapatkan harta.

? Orang yang menginginkan kedudukan, misalnya orang yang belajar untuk mendapatkan ijazah sehingga kedudukannya semakin tinggi.

? Orang yang menginginkan hilangnya gangguan, penyakit dan keburukan dari dirinya, misalnya orang yang beribadah kepada Allah supaya Allah memberikan baginya balasan di dunia berupa kecintaan manusia kepadanya (sehingga mereka tidak menyakitinya), dihilangkan keburukan dari dirinya, dan lain-lain.

? Orang yang beribadah kepada Allah dengan tujuan untuk memalingkan wajah manusia kepadanya (menjadikan mereka kagum kepadanya) dengan mencintai dan menghormatinya. Dan masih banyak contoh-contoh yang lain [Kitab “al-Qaulul mufiid ‘ala kitaabit tauhiid” (2/243)].

 

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthony, MA.
[Artikel Muslim.Or.id]

Dinukil dari: https://Muslim.or.id/13945-jangan-nodai-ibadah-anda-dengan-niat-duniawi.html