بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
AMAT DISAYANGKAN, BANYAK SEDEKAH HANYA UNTUK MELANCARKAN REZEKI
 
Dengan amalan saleh hanya mengharap keuntungan dunia, sungguh akan sangat merugi. Namun itulah yang sering kita lihat pada umat Islam saat ini. Mereka memang gemar melakukan puasa Sunnah (yaitu puasa Senin-Kamis dan lainnya), namun semata-mata hanya untuk menyehatkan badan, sebagaimana saran dari beberapa kalangan. Ada juga yang gemar sekali bersedekah, namun dengan tujuan untuk memerlancar rezeki dan karir. Begitu pula ada yang rajin bangun di tengah malam untuk bertahajud, namun tujuannya hanyalah ingin menguatkan badan. Semua yang dilakukan memang suatu amalan yang baik. Tetapi niat di dalam hati senyatanya tidak ikhlas karena Allah, namun hanya ingin mendapatkan tujuan-tujuan duniawi semata. Kalau memang demikian, mereka bisa termasuk orang-orang yang tercela sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut.
 
Allah ﷻ berfirman:
 
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)
 
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memeroleh di Akhirat kecuali Neraka. Dan lenyaplah di Akhirat itu, apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. Hud 11 : 15-16]
 
Yang dimaksud dengan “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia” yaitu barang siapa yang menginginkan kenikmatan dunia dengan melakukan amalan Akhirat.
 
Yang dimaksud “perhiasan dunia” adalah harta dan anak.
 
Mereka yang beramal seperti ini: “Niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Maksudnya adalah mereka akan diberikan di dunia, apa yang mereka inginkan. Ini semua diberikan bukan karena mereka telah berbuat baik, namun semata-mata akan membuat terlena dan terjerumus dalam kebinasaan karena rusaknya amalan mereka. Dan juga mereka tidak akan pernah yubkhosuun, yaitu dunia yang diberikan kepada mereka tidak akan dikurangi. Ini berarti mereka akan diberikan dunia yang mereka cari seutuhnya (sempurna).
 
Dunia mungkin saja mereka peroleh. Dengan banyak melakukan amalan saleh, boleh jadi seseorang akan bertambah sehat, rezeki semakin lancar, dan karir terus meningkat. Dan itu senyatanya yang mereka peroleh, dan Allah pun tidak akan mengurangi hal tersebut sesuai yang Dia tetapkan. Namun apa yang mereka peroleh di Akhirat?
 
Lihatlah firman Allah ﷻ selanjutnya (yang artinya): “Itulah orang-orang yang tidak memeroleh di Akhirat, kecuali Neraka.” Inilah akibat orang yang hanya beribadah untuk mendapat tujuan dunia saja. Mereka memang di dunia akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Adapun di Akhirat, mereka tidak akan memeroleh pahala, karena mereka dalam beramal tidak menginginkan Akhirat. Ingatlah, balasan Akhirat hanya akan diperoleh oleh orang yang mengharapkan balasa Akhirat. Allah ﷻ berfirman:
 
وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا
 
“Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” [QS. Al Israa’: 19]
 
Orang-orang seperti ini juga dikatakan: “Lenyaplah di Akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” Ini semua dikarenakan mereka dahulu di dunia beramal tidak ikhlas untuk mengharapkan wajah Allah, sehingga ketika di Akhirat, sia-sialah amalan mereka. [Lihat penjelasan ayat ini di I’aanatul Mustafid, 2/92-93]
 
Sungguh betapa banyak orang yang melaksanakan salat malam, puasa sunnah, dan banyak sedekah, namun itu semua dilakukan hanya bertujuan untuk menggapai kekayaan dunia, memerlancar rezeki, umur panjang, dan lain sebagainya.
 
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan Surat Hud ayat 15-16, beliau mengatakan: “Sesungguhnya orang yang riya’, mereka hanya ingin memeroleh balasan kebaikan yang telah mereka lakukan. Namun mereka minta segera dibalas di dunia.”
 
Ibnu ‘Abbas juga mengatakan: “Barang siapa yang melakukan amalan puasa, salat, atau salat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di Akhirat nanti, karena mereka hanya ingin mencari dunia. Di Akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.” Perkataan yang sama dengan Ibnu ‘Abbas ini juga dikatakan oleh Mujahid, Adh Dhohak dan selainnya.
 
Hanya Beramal Untuk Menggapai Dunia, Tidak Akan Dapat Satu Bagian pun Di Akhirat
 
Kenapa seseorang beribadah dan beramal hanya ingin menggapai dunia? Jika seseorang beramal untuk mencari dunia, maka dia memang akan diberi. Jika Salat Tahajud, Puasa Senin-Kamis yang dia lakukan hanya ingin meraih dunia, maka dunia memang akan dia peroleh dan tidak akan dikurangi. Namun apa akibatnya di Akhirat? Sungguh di Akhirat dia akan sangat merugi. Dia tidak akan memeroleh balasan di Akhirat, disebabkan amalannya yang hanya ingin mencari-cari dunia.
 
Namun bagaimana dengan orang yang beramal dengan ikhlas, hanya ingin mengharap wajah Allah? Di Akhirat dia akan memeroleh pahala yang berlipat ganda.
 
Allah ﷻ berfirman:
 
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
 
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di Akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di Akhirat.” [QS. Asy Syuraa: 20]
 
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas:
“Barang siapa yang mencari keuntungan di Akhirat, maka Kami akan menambahkan keuntungan itu baginya. Yaitu Kami akan kuatkan, beri nikmat kepadanya, karena tujuan Akhirat yang dia harapkan. Kami pun akan menambahkan nikmat padanya dengan Kami balas setiap kebaikan dengan sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat, hingga kelipatan yang begitu banyak sesuai dengan kehendak Allah.
 
Namun jika yang ingin dicapai adalah dunia dan dia tidak punya keinginan menggapai Akhirat sama sekali, maka balasan Akhirat tidak akan Allah beri, dan dunia pun akan diberi sesuai dengan yang Allah kehendaki. Dan jika Allah kehendaki, dunia dan Akhirat sekaligus juga tidak akan dia peroleh. Orang seperti ini hanya merasa senang dengan keinginannya saja, namun barangkali Akhirat dan dunia akan lenyap seluruhnya dari dirinya.”
 
Terdapat riwayat dalam Al Baihaqi, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
بشر هذه الأمة بالتيسير والسناء والرفعة بالدين والتمكين في البلاد والنصر فمن عمل منهم بعمل الآخرة للدنيا فليس له في الآخرة من نصيب
 
“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemudahan, kedudukan, dan kemulian dengan agama dan kekuatan di muka bumi, juga akan diberi pertolongan. Barang siapa yang melakukan amalan Akhirat untuk mencari dunia, maka dia TIDAK AKAN memeroleh satu bagian pun di Akhirat.”
 
Tanda Seseorang Beramal Untuk Tujuan Dunia
 
Al Bukhari membawakan hadis dalam Bab “Siapa Yang Menjaga Diri dari Fitnah Harta”.
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ، وَالدِّرْهَمِ ، وَالْقَطِيفَةِ ، وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ
 
“Celakalah hamba Dinar, Dirham, qothifah dan khomishoh. Jika diberi, dia pun rida. Namun jika tidak diberi, dia tidak rida. Dia akan celaka dan akan kembali binasa.” [HR. Bukhari]
 
Qothifah adalah sejenis pakaian yang memiliki beludru, sedangkan khomishoh adalah pakaian yang berwarna hitam dan memiliki bintik-bintik merah. [I’aanatul Mustafid, 2/93]
 
Kenapa dinamakan hamba Dinar, Dirham dan pakaian yang mewah? Karena mereka yang disebutkan dalam hadis tersebut beramal untuk menggapai harta-harta tadi, bukan untuk mengharap wajah Allah. Demikianlah sehingga mereka disebut hamba Dinar, Dirham dan seterusnya. Adapun orang yang beramal karena ingin mengharap wajah Allah semata, mereka itulah yang disebut hamba Allah (sejati).
 
Di antara tanda bahwa mereka beramal untuk menggapai harta-harta tadi, atau ingin menggapai dunia disebutkan dalam sabda Nabi ﷺ selanjutnya: “Jika diberi, dia pun rida. Namun jika tidak diberi, dia pun tidak rida (murka). Dia akan celaka dan kembali binasa.” Hal ini juga yang dikatakan kepada orang-orang munafik sebagaimana dalam firman Allah ﷻ:
 
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
 
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat. Jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati. Dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” [QS. At Taubah: 58]
 
Itulah tanda seseorang dalam beramal hanya ingin menggapai tujuan dunia. Jika dia diberi kenikmatan dunia, dia rida. Namun jika kenikmatan dunia tersebut tidak kunjung datang, dia akan murka dan marah. Dalam hatinya seraya berujar: “Sudah sebulan saya merutinkan salat malam, namun rezeki dan usaha belum juga lancar.” Inilah tanda orang yang selalu berharap dunia dengan amalan salehnya.
 
Adapun seorang Mukmin, jika diberi nikmat, dia akan bersyukur. Sebaliknya, jika tidak diberi, dia pun akan selalu sabar. Karena orang Mukmin, dia akan beramal bukan untuk mencapai tujuan dunia. Sebagian mereka bahkan tidak menginginkan mendapatkan dunia sama sekali. Diceritakan bahwa sebagian sahabat tidak rida jika mendapatkan dunia sedikit pun. Mereka pun tidak mencari-cari dunia, karena yang selalu mereka harapkan adalah negeri Akhirat. Semua ini mereka lakukan untuk senantiasa komitmen dalam amalan mereka, agar selalu timbul rasa harap pada kehidupan Akhirat. Mereka sama sekali tidak menyukai untuk disegerakan balasan terhadap kebaikan yang mereka lakukan di dunia.
 
Akan tetapi barang siapa diberi dunia, tanpa ada rasa keinginan sebelumnya, dan tanpa ada rasa tamak terhadap dunia, maka dia boleh mengambilnya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadis dari ‘Umar bin Khattab:
 
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُعْطِينِى الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. حَتَّى أَعْطَانِى مَرَّةً مَالاً فَقُلْتُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خُذْهُ وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لاَ فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ ».
 
“Rasulullah ﷺ memberikan suatu pemberian padaku.”
Umar lantas mengatakan: “Berikan saja pemberian tersebut pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku. Sampai beberapa kali, beliau tetap memberikan harta tersebut padaku.”
Umar pun tetap mengatakan: “Berikan saja pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku.” Rasulullah ﷺ pun bersabda: “Ambillah harta tersebut dan harta yang semisal dengan ini, di mana engkau tidak merasa mulia dengannya, dan sebelumnya engkau pun tidak meminta-mintanya. Ambillah harta tersebut. Selain harta semacam itu (yang di mana engkau punya keinginan sebelumnya padanya), maka biarkanlah, dan janganlah hatimu bergantung padanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
 
Sekali lagi, begitulah orang beriman. Jika dia diberi nikmat atau pun tidak, amalan salehnya tidak akan pernah berkurang. Karena orang Mukmin sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Adapun orang yang selalu mengharap dunia dengan amalan salehnya, dia akan bersikap berbeda. Jika dia diberi nikmat, baru dia rida. Namun jika dia tidak diberi, dia akan murka dan marah. Dia rida karena mendapat kenikmatan dunia. Sebaliknya, dia murka karena kenikmatan dunia yang tidak kunjung menghampirinya, padahal dia sudah gemar melakukan amalan saleh. Itulah sebabnya orang-orang seperti ini disebut hamba dunia, hamba Dinar, hamba Dirham dan hamba pakaian.
 
Marilah kita ikhlaskan selalu niat kita ketika kita beramal. Murnikanlah semua amalan hanya untuk menggapai rida Allah. Janganlah niatkan setiap amalanmu hanya untuk meraih kenikmatan dunia semata. Ikhlaskanlah amalan tersebut pada Allah, niscaya dunia juga akan engkau raih. Yakinlah hal ini …!!
 
Semoga Allah selalu memerbaiki akidah dan setiap amalan kaum Muslimin.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.
 
Rujukan:
• Al Qoulus Sadiid Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Wizarotusy syu’un Al Islamiyyah wal Awqof wad Da’wah wal Irsyad-Al Mamlakah Al ‘Arobiyah As Su’udiyah.
• I’aanatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan.
• At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh, Daar At Tauhid.
• Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Tahqiq: Saami bin Muhammad Salamah, Dar Thobi’ah Lin Nasyr wat Tauzi’.
• Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jaami’it Tirmidzi, Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdirrahim Al Mubarakfuriy Abul ‘Alaa, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.
 
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca  juga:
AMAT DISAYANGKAN, BANYAK SEDEKAH HANYA UNTUK MELANCARKAN REZEKI