بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#StopBid’ah

AKHIR KESUDAHAN AHLI BID’AH

  • Tidak Cukup dengan Niat Baik Saja
  • Di Antara Alasan Kenapa Kita Tidak Boleh Bid’ah

Oleh: Syaikh Muhammad Musa An-Nasr

Abu Musa Al As’ari Radhiyallahu ‘anhu memasuki Masjid Kufah, lalu didapatinya di masjid tersebut terdapat sejumlah orang membentuk halaqah-halaqah (duduk berkeliling). Pada setiap halaqah terdapat seorang Syaikh, dan di depan mereka ada tumpukan kerikil. Lalu Syaikh tersebut menyuruh mereka (yang duduk di halaqah): “Bertasbihlah (ucapkan Subhanallah) seratus kali!”. Lalu mereka pun bertasbih (menghitung) dengan kerikil tersebut. Lalu Syaikh itu berkata kepada mereka lagi: “Bertahmidlah (ucapkan Alhamdulillah) seratus kali!” Dan demikianlah seterusnya ……

Maka Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu mengingkari hal itu dalam hatinya, dan ia tidak mengingkari dengan lisannya. Hanya saja ia bersegera pergi dengan berlari kecil menuju rumah Abdullah bin Mas’ud. Lalu ia pun mengucapkan salam kepada Abdullah bin Mas’ud, dan Abdullah bin Mas’ud pun membalas salamnya. Berkatalah Abu Musa kepada Abu Mas’ud: “Wahai Abu Abdurrahman. Sungguh baru saja saya memasuki masjid, lalu aku melihat sesuatu yang aku mengingkarinya. Demi Allah, tidaklah saya melihat melainkan kebaikan. Lalu Abu Musa menceritakan keadaan halaqah zikir tersebut.

Maka berkatalah Abu Mas’ud kepada Abu Musa: “Apakah engkau memerintahkan mereka untuk menghitung kejelekan-kejelekan mereka? Dan engkau memberi jaminan, mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan hilang sedikit pun?!” Abu Musa pun menjawab: “Aku tidak memerintahkan suatu apapun kepada mereka”. Berkatalah Abu Mas’ud: “Mari kita pergi menuju mereka”.

Lalu Abu Mas’ud mengucapkan salam kepada mereka. Dan mereka membalas salamnya. Berkatalah Ibnu Mas’ud: “Perbuatan apa yang aku lihat kalian melakukannya ini, wahai Umat Muhammad?” Mereka menjawab: “Wahai Abu Abdurrahman. Ini adalah kerikil yang digunakan untuk menghitung Tasbih, Tahmid, dan Tahlil, dan Takbir”. Maka berkatalah Abu Mas’ud: “Alangkah cepatnya kalian binasa wahai Umat Muhammad, (padahal) para sahabat masih banyak yang hidup. Dan ini pakaiannya belum rusak sama sekali, dan ini bejananya belum pecah. Ataukah kalian ingin berada di atas agama yang lebih mendapat petunjuk dari agama Muhammad? Ataukah kalian telah membuka pintu kesesatan? Mereka pun menjawab: “Wahai Abu Abdurrahman. Demi Allah, tidaklah kami menginginkan melainkan kebaikan”. Abu Mas’ud pun berkata:

“Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya”.

Berkata Amru bin Salamah: “Sungguh aku telah melihat umumnya mereka yang mengadakan majelis zikir itu memerangi kita pada hari perang “An Nahrawan” bersama kaum Khawarij”. (Riwayat Darimi dengan sanad Shahih)

Aku (Syaikh Musa Nasr) berkata: “Firasat Ibnu Mas’ud terhadap mereka (yaitu Ahli Bid’ah yang mengadakan halaqah zikir) benar, di mana Ahli Bid’ah itu bergabung bersama kaum Khawarij disebabkan “Terus menerusnya” mereka dalam kebid’ahan. Dan inilah akhir kesudahan seseorang yang “Terus menerus” dalam kebid’ahannya, serta menyelisihi para sahabat nabi.

Akan tetapi mungkin seseorang di zaman kita berkata: “Apakah yang diingkari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu? Apakah berzikir kepada Allah itu bid’ah?!! Kita katakan: “Maha Suci Allah (Subhanallah). Tidak dikatakan zikir kepada-Nya adalah bid’ah, khususnya jika zikir itu adalah zikir yang disyariatkan. Tetapi yang bid’ah hanyalah CARANYA (berzikir), di mana mereka berkumpul padanya, serta cara yang mereka lakukan dalam berzikir kepada Allah, di mana Rasulullah ﷺ dan para sahabat beliau tidak pernah mengamalkannya. Dan Khawarij yang dicela oleh Rasulullah ﷺ, dan beliau ﷺ bersabda tentang mereka:

“Jika aku menjumpai mereka, niscaya benar-benar akan aku bunuh mereka, sebagaimana pembunuhan terhadap kaum Ad” [Hadis riwayat Bukhari dan Muslim]

Sesungguhnya hanyalah Rasulullah ﷺ mengancam mereka dikarenakan perbuatan mereka yang bid’ah dan mungkar, yaitu: mereka mengafirkan kaum Muslimin lantaran perbuatan maksiat. Dan mereka menganggap kaum Muslimin masuk Neraka kekal (lantaran perbuatan maksiat). Padahal (yang benar), pelaku dosa besar tidak kekal dalam Neraka. Sebagaimana juga mereka mewajibkan bagi perempuan yang haid untuk mengganti shalat (yang ia tinggalkan ketika haid), sebagaimana ia mengganti puasa (Ramadan jika ia haid pada waktu itu).

Maka mereka berbuat melampaui batas dalam agama mereka, dan mereka beramal dengan sangat membebani diri. Bahkan mereka (yaitu Khawarij) telah Khuruj (Keluar) dari ketaatan, kepada anak paman Rasulullah ﷺ, menantu beliau Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu (ketika menjadi khalifah). Bahkan mereka bunuh Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu secara zalim dan kedustaan.

Dan Nabi kita ﷺ bersabda:

“Artinya: Sesungguhnya Allah menahan taubat dari setiap Ahli Bid’ah, hingga ia bertaubat dari kebid’ahannya”

Sedangkan lisan keadaan Ahli Bid’ah berkata: “Ini adalah agama Muhammad bin Abdullah”. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh Imam Malik, di mana ia berkata:

“Barang siapa berbuat suatu kebid’ahan dalam agama Islam yang ia pandang baik, maka sungguh ia menyangka, bahwa Muhammad telah mengkhianati risalah, karena Allah berfirman:

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”(Al Maidah 3). Maka apa saja yang pada waktu itu bukan agama, tidaklah pada hari ini dianggap sebagai agama. Dan tidak akan baik akhir umat ini, melainkan dengan apa yang baik pada umat yang awal (para sahabat).”

Pelaku bid’ah diharamkan dari minum seteguk air yang nikmat dari tangannya Nabi ﷺ dan dari telaganya, yang mana telaga itu lebih putih dari salju dan lebih manis daripada madu.

Maka sungguh telah benar dari Hadis Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

“Artinya: Benar-benar suatu kaum dari umatku akan ditolak dari telaga, sebagaimana unta asing ditolak (dari kerumunan unta)”. Maka aku berkata: “Ya Allah, itu adalah umatku”. Maka dikatakan: “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” [Hadis riwayat Bukhari dan Muslim]

Maka demikianlah kesudahan akhir Ahli Bid’ah, baik pada masa lampau, atau masa sekarang. (Semoga Allah melindungi kita dari akhir kematian buruk seperti mereka). Maka apakah sadar mereka para Ahli Bid’ah, pada setiap zaman dan tempat, pada buruknya tempat kembali mereka? Maka hendaklah mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat “Nasuha” (taubat yang murni). Kita mengharapkan bagi mereka yang demikian itu.

Dan hanya Allah saja Dzat yang memberi petunjuk kepada jalan untuk Ittiba’ (mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya).

[Diterjemahkan dari majalah al Ashalah edisi 27 halaman 17-18]

[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi Th. II/No. 07 Diterbitkan Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Perpustakaan Bahasa Arab Ma’had Ali Al-Irsyad Jl Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya]

 

Sumber: https://almanhaj.or.id/2274-akhir-kesudahan-ahli-bidah.html