Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu ia berkata: “Ada seseorang berkata kepada Rasulullah ﷺ: ‘Wahai Rasulullah, aku ikat kendaraanku lalu aku bertawakal, atau aku lepas ia, dan aku bertawakal?’
واعلم أن تحقيق التوكل لا ينافي السعي في الأسباب التي قدر الله سبحانه المقدورات بها ، وجرت سنته في خلقه بذلك ، فإن الله تعالى أمر بتعاطي الأسباب مع أمره بالتوكل ، فالسعي في الأسباب بالجوارح طاعة له ، والتوكل بالقلب عليه إيمان به ، كما قال الله تعالى: { يا أيها الذين آمنوا خذوا حذركم } ، وقال: { وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة ومن رباط الخيل } ، وقال: { فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله } .
“Ketahuilah, bahwa menjalankan tawakal tidaklah berarti seseorang meninggalkan sebab atau Sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan.
Karena Allah memerintahkan kita untuk melakukan usaha, sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakal. Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab, termasuk ketaatan kepada Allah. Sedangkan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya.
Sebagaimana Allah ﷻ telah berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” [QS. An Nisa 4: 71]
Allah juga berfirman (yang artinya): “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” [QS. Al Anfaal 8: 60]
Juga firman-Nya (yang artinya): “Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah.” [QS. Al Jumu’ah 62: 10).
Dalam ayat-ayat ini terlihat, bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha.” [Jamiul Ulum wal Hikam 4/1268]
Sahl at-Tusturi rahimahullah berkata:
من طعن في الحركة – يعني: في السعي والكسب – فقد طعن في السنة ، ومن طعن في التوكل ، فقد طعن في الإيمان
“Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab), maka dia telah mencela Sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah, pen), maka dia telah meninggalkan keimanan.” [Jamiul Ulum wal Hikam 4/1268]
Sumber: Yayasan Pendidikan Dan Pembinaan Umat An Nuur