بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

#Nasihat_Ulama

TANGGUNG JAWAB MUSLIMAH KEPADA NABI DAN AGAMANYA

  1. Tanggung Jawab Kepada Nabinya

Seorang Muslimah wajib mengimani, bahwa Muhammad ﷺ adalah Nabi dan Rasul Allah, serta penutup para nabi. Dia meyakini bahwa beliau ﷺ telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasihati umat, dan Allah telah menghapuskan kegelapan dengan mengutus beliau. Meyakini bahwa beliau ﷺ telah meninggalkan umat ini di atas syariat yang terag benderang, malamnya sama seperti siang. Karenanya tiada yang tersesat darinya kecuali orang yang binasa.

Seorang Muslimah harus mengetahui, bahwa cintanya kepada Nabi Muhammad ﷺ merupakan bagian dari tauhid dan keimanan, di mana keimanannya tidak dinyatakan syah kecuali dengannya. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

“Demi Allah yang jiwaku berada di tangannya. Tidak beriman salah seorang di antara kalian, sampai dia mencintaiku melebihi cintanya kepada ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia.” (Muttafaqun alaih)

Sebagaimana meneladani beliau ﷺ juga merupakan tanda cinta Allah dan Rasul-Nya kepada dirinya. Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu.” (QS. Ali Imran/3: 31)

Seorang Muslimah juga meyakini, bahwa Nabi ﷺ telah menjelaskan syariat ini dengan penjelasan yang sempurna. Beliau ﷺ berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad dan menasihati umat dengan nasihat yang mendalam. Hingga Allah mewafatkan beliau ﷺ dalam keadaan Dia ridha kepadanya.

Seorang Muslimah juga meyakini, bahwa tidak ada seorang pun yang boleh keluar dari syariat Nabi ﷺ setelah terutusnya beliau. Dia tidak membenci sedikit pun dari syariat beliau ﷺ. Dan meyakini bahwa tiada jalan hidup yang lebih sempurna dan lebih baik, daripada jalan hidup yang beliau ﷺ tuntunkan. Dia meyakini semua hadis yang shahih dari beliau ﷺ, walaupun akalnya tidak bisa memahaminya. Seorang wanita Muslimah juga selayaknya memerbanyak shalawat dan salam kepada beliau ﷺ dan meyakini bahwa shalawat dan salam itu sampai kepada beliau ﷺ, terkhusus pada malam dan hari Jumat, karena itu termasuk hak beliau ﷺ dari umatnya.

  1. Tanggung Jawab Kepada Agamanya

Seorang wanita Muslimah bertanggung jawab terhadap agamanya, dari sisi kewajiban untuk memelajari dan memahami agama Islam, mengamalkannya, mendakwahkannya, bersabar dalam menghadapi gangguan dalam prosesnya.

Sayyidah Khadijah radhiyallahu’anha mungkin merupakan contoh terbaik bagi seorang Muslimah. Beliau radhiyallahu’anha menjadi pendamping Nabi ﷺ, beriman kepada beliau ﷺ, memercayai beliau ﷺ, menanggung resiko putusnya hubungan dari keluarga dan karib kerabat karena membela beliau ﷺ, membantu beliau ﷺ dengan harta bendanya, menenangkan beliau ﷺ dengan kelemahlembutannya, dan mengencangkan dekapannya ketika beliau ﷺ dihinggapi rasa khawatir, seraya mengucapkan ucapannya yang melegenda:

“Sekali-kali tidak demi Allah. Allah tidak akan menghinakan dirimu selamanya. Engkau senantiasa menyambung silaturahmi, membantu orang lain, memberi kepada orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membantu orang yang menuntut haknya.” (Muttafaqun alaih)

Kemudian dia membawa suaminya menemui Waraqah bin Naufal, seorang yang masih mengikuti ajaran agama Ibrahim ‘alaihissalam, untuk memastikan dugaannya terhadap suaminya (bahwa beliau adalah seorang nabi, pent.). Tekadnya bertambah kuat setelah mendapatkan persaksian dari seorang Ahli Kitab. Dan setelah itu, beliau terus berada di samping suaminya dalam medan dakwah ilallah, hingga Allah mewafatkan beliau sebagai seorang wanita yang diridhai oleh-Nya.

Allah Ta’ala secara khusus pernah mengutus Jibril ‘alaihissalam kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk menyampaikan salam-Nya kepada Khadijah radhiyallahu’anha. Allah menjanjikan kepadanya sebuah rumah di Surga yang terbuat dari emas dan perak, tiada teriakan dan keletihan di dalamnya. (HR. al-Bukhari)

Contoh lain adalah Sumayyah radhiyallahu’anha. Beliau radhiyallahu’anha adalah wanita pertama yang mati syahid dalam agama Islam. Beliau radhiyallahu’anha disiksa, hingga akhirnya meninggal karena memertahankan agamanya.

Siapa saja yang menelusuri berbagai peristiwa yang terjadi pada diri para sahabat wanita yang mulai, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, niscaya akan mendapati berbagai peristiwa mencengangkan. Seperti bagaimana mereka dalam memuliakan sesama wanita, dalam berdakwah, dalam mendidik anak-anak lelaki mereka dan memotivasi mereka untuk ikut berjihad fi sabilillah, dalam menuntut ilmu, dalam menyebarkan kebaikan, dan bagaimana motivasi mereka yang besar dalam mengejar kemuliaan.

Contoh lain adalah Sayyidah Khansa`. Dahulu (pada masa jahiliah, pent.) dia pernah bersedih atas kematian saudaranya yang bernama Shakhr, dengan kesedihan yang sangat besar, sampai-sampai ia dijadikan sebagai lambang dalam bersedih karena kematian keluarga. Namun setelah masuk Islam dan dia menerima kabar kematian empat orang putranya pada perang al-Qadisiah, dia justru mengucapkan “Alhamdulillah”, memuji Allah, bersabar, dan mengharapkan pahala dari Allah. Karena memang sebelum terjadinya perang, ia telah memotivasi semua putranya untuk berjihad dan menganjurkan agar mereka berperan maksimal dalam peperangan. Inilah hidayah Allah yang diperolehnya, tatkala keimanan telah merasuk ke relung hatinya yang terdalam.

Dan tentu saja kita tidak melupakan Aisyah radhiyallahu’anha sebagai contoh ideal bagi kaum Muslimah dalam hal: Menghapalkan agama Allah dan mengajarkannya kepada segenap lelaki dan wanita, dan beliau radhiyallahu’anha merupakan rujukan fatwa hingga beliau wafat. Sudah menjadi kebiasaan dari para pembesar sahabat untuk merujuk kepada beliau radhiyallahu’anha dalam banyak permasalahan. Hal ini tentu tidak mengherankan, mengingat beliau hidup di dalam rumah kenabian, rumah yang di dalamnyalah turun hikmah dari al-‘Alim al-Khabir.

[Dialihbahasakan dari Dalil al-Mar`ah al-Muslimah, karya Dr. Ali bin Sa’ad al-Ghamidy, h. 134-136]

 

Penulis Abu Muawiah

[Artikel Al-atsariyyah.com]