بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#ManhajAkidah
TAHDZIR ADALAH TANDA CINTA YANG HAKIKI
Di antara tugas penting seorang dai Ahlus Sunnah adalah men-tahdzir kesesatan dan para dai sesat, demi menyelamatkan umat dari kesesatan tersebut.
Inilah tanda cinta yang hakiki. Karena kita sayang kepada saudara kita, maka jangan biarkan dia terjerumus dalam kesesatan. Oleh karena itu, ulama dahulu sangat menghargai dan mencintai orang yang menasihati mereka.
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:

ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻳﺤﺒﻮﻥ ﻣﻦ ﻳﻨﺒﻬﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻋﻴﻮﺑﻬﻢ ﻭﻧﺤﻦ ﺍﻵﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﺃﺑﻐﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﻳﻌﺮﻓﻨﺎ ﻋﻴﻮﺑﻨﺎ

“Sungguh generasi Salaf dahulu mencintai orang yang mengingatkan kesalahan mereka. Namun kita sekarang umumnya, yang paling kita benci adalah yang memberitahukan kesalahan kita.” [Minhaajul Qooshidin, hal. 196]
Tahdzir Adalah Kasih Sayang Yang Sejati
Men-tahdzir seorang dai sesat juga merupakan kasih sayang kepadanya dari dua sisi:

  1. Agar dia kembali kepada kebenaran dan selamat dari kesesatan di dunia, dan azab Allah ‘azza wa jalla di Akhirat.
  1. Agar dosanya tidak semakin banyak, dengan semakin banyaknya orang yang mengikuti kesesatannya.

Abu Shalih Al-Farra’ rahimahullah berkata:

حَكَيتُ لِيُوْسُفَ بنِ أَسْبَاطٍ عَنْ وَكِيْعٍ شَيْئاً مِنْ أَمرِ الفِتَن، فَقَالَ: ذَاكَ يُشْبِهُ أُسْتَاذَهُ. يَعْنِي: الحَسَنَ بنَ حَيٍّ. فَقُلْتُ لِيُوْسُفَ: أَمَا تَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ هَذِهِ غِيبَةً? فَقَالَ: لِمَ يَا أَحْمَقُ، أَنَا خَيْرٌ لِهَؤُلاَءِ مِنْ آبَائِهِم وَأُمَّهَاتِهِم، أَنَا أَنْهَى النَّاسَ أَنْ يَعْمَلُوا بِمَا أَحْدَثُوا، فَتَتْبَعُهُم أَوْزَارُهُم، وَمَنْ أَطْرَاهُم كَانَ أَضَرَّ عَلَيْهِم

“Aku menghikayatkan kepada Yusuf bin Asbath sesuatu tentang Waki’ terkait perkara ‘fitnah’. Maka beliau berkata: Dia menyerupai gurunya, yaitu Al-Hasan bin Shalih bin Hayy. Aku pun berkata kepada Yusuf: Apakah kamu tidak takut ini menjadi ghibah? Maka beliau berkata: Kenapa wahai dungu? Justru aku lebih baik bagi mereka daripada bapak dan ibu mereka sendiri. Aku melarang manusia agar tidak mengamalkan bid’ah yang mereka ada-adakan, agar dosa-dosa mereka tidak berlipat-lipat. Orang yang memuji mereka justru yang membahayakan mereka.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]
Mengapa Al-Hasan Bin Shalih Bin Hay Di-Tahdzir?
Para ulama dahulu men-tahdzir Al-Hasan bin Shalih bin Hay, padahal beliau adalah penghapal Alquran, penghapal hadis dengan sanad-sanadnya, bukan sekedar nomor-nomornya. Beliau juga ahli fikih dan ahli ibadah. Mungkin tidak ada manusia zaman sekarang yang memyamainya dalam hal tersebut.
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentangnya:

الإِمَامُ الكَبِيْرُ، أَحَدُ الأَعْلاَمِ، أَبُو عَبْدِ اللهِ الهَمْدَانِيُّ، الثَّوْرِيُّ، الكُوْفِيُّ، الفَقِيْهُ، العَابِدُ

“Dia adalah imam besar. Salah seorang tokoh. Dialah Abu Abdillah Al-Hamadani Ats-Tsauri Al-Kufi, seorang yang fakih, ahli ibadah.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/52]
Beliau ditahdzir hanya karena satu bid’ah, namun tergolong bid’ah yang berat, yaitu bid’ah Khawarij, yang di masa ini mirip dengan aksi demo atau mendukung aksi tersebut. Sebuah aksi yang secara teori dan fakta dapat memrovokasi masa untuk memberontak, menumpahkan darah, merusak stabilitas keamanan, dan mengganggu kenyamanan orang banyak, dengan adanya kemacetan jalan atau kericuhan dan lain-lain.
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata:

كَانَ يَرَى الحَسَنُ الخُرُوْجَ عَلَى أُمَرَاءِ زَمَانِهِ لِظُلْمِهِم وَجَوْرِهِم، وَلَكِنْ مَا قَاتَلَ أَبَداً، وَكَانَ لاَ يَرَى الجُمُعَةَ خَلْفَ الفَاسِقِ

“Al-Hasan berpendapat bolehnya memberontak terhadap Pemerintah di masanya, karena kezaliman dan ketidakadilan mereka. Akan tetapi dia tidak pernah berperang selamanya. Dan dia juga berpendapat, tidak boleh sholat Jumat di belakang imam yang fasik.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/58]
Oleh karena itu, dahulu ada sekte Khawarij yang kerjanya hanya berbicara tentang kejelekan pemerintah, tidak ikut mengangkat senjata untuk memberontak.
 
Penulis: Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah
Baca selengkapnya: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/771429409673210:0