بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DakwahTauhid
 
SYAFAAT DAN MACAM-MACAMNYA
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: “Apakah syafaat itu dan apa pula macam-macamnya?”
Jawaban:
Kata As-Syafa’ah diambil dari kata As-Syaf’u yang artinya adalah lawan dari kata Al-Witru (Ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi genap (As-Syaf’u). Seperti Anda menjadikan satu menjadi dua, dan tiga menjadi empat. Demikian menurut arti “Lughawinya”.
Adapun menurut istilah, syafaat adalah penengah (perantara) bagi yang lain, dengan mendatangkan suatu kemanfaatan, atau menolak suatu kemudharatan. Maksudnya, Syafi’ (Pemberi syafaat) itu berada di antara Masyfu Lahu (Yang Diberi syafaat) dan Masyfu’ Ilaih (Syafaat yang diberikan) sebagai wasithah (perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi Masyfu’ Lahu atau menolak mudharat darinya.
Syafaat Itu Ada Dua Macam:
[1]. Macam Pertama: Syafaat Tsabitah Shahihah (Syafaat yang tetap dan benar)
[2]. Macam Kedua: Syafa’ah Bathilah (Syafaat yang batil).
Yang berikut ini adalah perincian dari Syafaat Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar) dan Syafa’ah Bathilah (Syafaat yang batil).
[1]. Macam Pertama: Syafaat Tsabitah Shahihah (Syafaat Yang Tetap dan Benar)
Syafaat Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar), yaitu syafaat yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya ﷺ. Syafaat ini hanya bagi Ahlut Tauhid wal Ikhlas, karena Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi ﷺ: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafaat baginda ?”. Beliau ﷺ menjawab:
“Orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya”.
Syafaat ini bisa diperoleh dengan adanya tiga syarat:

  • Pertama: Keridaan Allah terhadap yang memberi syafaat (syafi’)
  • Kedua: Keridaan Allah terhadap yang diberi syafaat (Masyfu’ Lahu)
  • Ketiga: Izin Allah Ta’ala bagi syafi’ untuk memberi syafaat.

Syarat-syarat ini secara mujmal (secara garis besar/ global –pent) terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
“Artinya: Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya)”. [An-Najm: 26]
Kemudian diperinci oleh firman-Nya:
“Artinya: Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” [Al-Baqarah: 255]
“Artinya: Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataan-Nya”. [Thaha: 109]
“Artinya: Mereka tidak bisa memberi syafaat, kecuali kepada orang yang diridai oleh Allah”. [Al-Anbiya: 28]
KETIGA SYARAT INI HARUS ADA untuk bisa memeroleh suatu syafaat.
Selanjutnya para ulama rahimahullah membagi Syafaat Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar) ini menjadi dua:
[a]. Pertama: Syafaat ‘Ammah (Syafaat yang bersifat umum)
[b]. Kedua: Syafa’ah Khasshah (Syafaat yang bersifat khusus)
[a]. Syafaat ‘Ammah (Syafaat yang bersifat umum). Arti umum di sini, bahwa Allah Ta’ala mengizinkan siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya yang saleh untuk memberikan syafaat kepada orang, yang juga diizinkan oleh Allah, untuk memeroleh syafaat. Syafaat semacam ini bisa didapatkan dari Nabi Muhammad ﷺ dan selain beliau ﷺ dari para Nabi yang lain, shidiqqin, syuhada’ dan shalihin. Yaitu bisa berupa syafaat kepada penghuni Naar dari kalangan orang beriman yang bermaksiat, agar mereka bisa keluar dari Neraka.
[b]. Syafa’ah Khasshah (Syafaat yang bersifat khusus). Syafaat ini khusus dimiliki oleh Nabi Muhammad ﷺ dan merupakan syafaat yang paling agung. Syafaat yang paling agung ini adalah syafaat pada Hari Kiamat, ketika manusia tertimpa kesedihan dan kesukaran yang tidak mampu mereka pikul, kemudian mereka meminta orang yang bisa memohonkan syafaat,kepada Allah Azza wa Jalla, untuk menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian itu.
Mereka datang kepada Adam, kemudian kepada Nuh, kemudian Ibrahim, Musa dan Isa -‘alaihimus salam-, namun mereka semua tidak bisa memberi syafaat, sehingga akhirnya meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ. Lalu beliau  ﷺ pun bangkit untuk memohonkan syafaat di sisi Allah Azza wa Jalla, untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari keadaan seperti ini. Allah mengabulkan doa beliau ﷺ dan menerima syafaatnya. Ini merupakan termasuk Al-Maqam Al-Mahmud (tempat yang terpuji) yang telah dijanjikan oleh Allah dan firman-Nya.
“Artinya: Dan pada sebagian malam hari, shalat tahajudlah kamu, sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. [Al-Isra: 79]
Di antara syafaat khusus dari Rasul ﷺ adalah syafaat beliau ﷺ terhadap Ahlul Jannah untuk masuk Jannah. Karena Ahlul Jannah itu ketika melewati Shirath, mereka diberhentikan di atas jembatan antara Jannah dan Naar, lalu hati mereka satu sama lain disucikan sehingga menjadi suci, kemudian barulah diizinkan masuk Jannah dan dibukakan untuk mereka pintunya, dengan syafaat Nabi Muhammad ﷺ.
[2]. Macam Kedua: Syafa’ah Bathilah (Syafaat yang batil)
Yaitu syafaat yang tidak akan bisa memberi manfaat. Itulah syafaat yang jadi anggapan orang-orang musyrik berupa syafaat dari ilah-ilah mereka, yang dianggap bisa menyelamatkan mereka di sisi Allah Azza wa Jalla. Syafaat ini sama sekali tidak akan memberikan manfaat kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya: Maka tidak berguna lagi bagi mereka, syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat”.[Al-Muddatsir: 48]
Itu karena Allah tidak rida terhadap kemusyrikan orang-orang musyrik tersebut, dan tidak mungkin mengizinkan kepada siapa  pun untuk mensyafaati mereka, karena tiada syafaat kecuali bagi orang-orang yang diridai oleh Allah Azza wa Jalla. Allah tidak rida akan kekufuran bagi hamba-hamba-Nya dan tidak menyukai kerusakan. Ketergantungan orang-orang musyrik terhadap ilah-ilah mereka yang mereka ibadahi serta mengatakan: “(Mereka adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah), adalah ketergantungan yang batil yang tidak bermanfaat”. Bahkan hal ini tidak akan menambah mereka di sisi Allah, melainkan kejauhan. Orang-orang musyrik mengharap syafaat dari berhala-berhala mereka dengan cara yang batil, yaitu dengan mengibadahi berhala-berhala ini, yang merupakan kebodohan mereka yang berupa usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, dengan sesuatu yang justru malah semakin menjauhkan mereka dari Allah.
 
[Disalin dari kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan]
Sumber: https://almanhaj.or.id/401-syafaat-dan-macam-macamnya.html
Catatan Tambahan:
Syafi’: Yang memberi syafaat
Masyfu’ Lahu: Yang diberi syafaat
Masyfu’ Ilaih: Syafaat yang diberikan
As-Syaf’u: Genap
Al-Witru: Ganjil
Syafaat ‘Ammah: Syafaat yang bersifat umum
Wasithah: Perantara