بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

 

SUKA IKUT CAMPUR URUSAN ORANG LAIN

Setiap manusia tercipta dengan membawa takdir masing-masing. Allah ﷻ telah mengatur sedemikian rupa, bagaimana si Fulan dan si Allan akan menjalani takdirnya. Ada manusia yang dimudahkan menuju kebaikan-kebaikan, sehingga ia termasuk dari calon-calon penghuni Surga. Namun ada pula yang dimudahkan menuju keburukan-keburukan, sehingga ia termasuk dari calon-calon penghuni Neraka. Nabi ﷺ bersabda:

اعْمَلُوا, فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ, أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ, وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ

“Beramallah! Setiap orang akan dimudahkan sesuai tujuan dia diciptakan. Barang siapa yang tergolong orang-orang yang bergembira (penduduk Surga), maka akan dimudahkan untuk beramal sesuai dengan amalan orang-orang tersebut. Barang siapa yang yang tergolong orang-orang yang sengsara (penduduk Neraka), maka akan dimudahkan untuk beramal sesuai dengan amalan orang-orang yang sengsara.” [HR. Al-Bukhari no. 4949]

Demikianlah manusia. Dalam hal waktu, manusia terbagi menjadi dua jenis:
• Ada yang menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang baik,
• Ada pula yang menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang buruk.

Di zaman ini kita akan melihat banyak manusia yang menghabiskan waktu dan umurnya dengan sia-sia, tersibukkan dengan urusan-urusan yang tidak penting. Padahal kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang sangat singkat. Tetapi kebanyakan kita lalai memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan. Nabi ﷺ bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” [HR. At-Tirmidzi no. 2317]

Keelokan Islam seseorang bisa diukur dengan melihat bagaimana dia habiskan waktunya. Jika kegiatan yang dia lakukan (perkataan atau perbuatannya) berkaitan dengan urusan yang bermanfaat untuk dunia dan Akhiratnya, maka ia adalah seorang yang Islamnya indah. Tetapi ada pula orang yang kesibukannya pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat, di antaranya adalah ikut campur urusan orang lain yang tidak ada kepentingan dengan dirinya. Padahal ikut campur urusan orang lain tidak akan menambah manfaat, melainkan hanya waktu yang habis sia-sia tanpa faidah, hanya akan membuat hatinya gelisah, semakin mengacaukan pikirannya, dan ia akan terlupa dengan kewajiban-kewajiban utamanya. Lebih dari itu, ikut campur urusan orang lain dapat menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa besar seperti ghibah, tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain), dan namimah (mengadu domba).

Orang yang selalu mencampuri urusan atau mengomentari orang lain, maka hampir bisa dipastikan ia akan terjatuh ke dalam ghibah, karena aktivitasnya hanya diisi dengan membicarakan si Fulan dan si Allan. Atau dia akan terjatuh ke dalam lubang dosa yang lain yaitu tajassus, yang awalnya hanya berupa obrolan-obrolan ringan tentang saudaranya sesama Muslim, tetapi rasa penasarannya mengantarkan dia mencari-cari sesuatu tentang saudaranya tersebut mengenai aib-aib dan keburukan-keburukannya. Atau tanpa ia sadari ia telah mengadu domba di antara saudaranya sesama Muslim. Padahal telah jelas larangan berbuat ghibah, tajassus, dan namimah di dalam Alquran ataupun di dalam hadis-hadis Nabi ﷺ.

Allah ﷻ berfirman tentang buruknya ghibah dan tajassus:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ۝

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Hujurat: 12]

Nabi ﷺ juga pernah bersabda tentang ancaman bagi pelaku namimah dalam hadisnya dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi ﷺ pernah melewati salah satu sudut kota Madinah atau Makkah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang diazab di kubur. Beliau ﷺ pun bersabda:

يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak menutupi diri ketika kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka mengadu domba (namimah).” [HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292]

Oleh karena itu hendaknya setiap orang mengamalkan wasiat Nabi ﷺ di masa fitnah, di mana beliau bersabda:

وَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ

“Hendaknya engkau sibuk dengan urusan privasimu.” [HR. Ath-Thabrani no. 13]

Sesungguhnya setiap orang telah memiliki kesibukan masing-masing. Hendaknya ia memfokuskan dirinya untuk memerhatikan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah ﷻ, kewajibannya sebagai seorang suami, istri, anak, orang tua, ataupun peran-perannya di tengah kehidupan sosial masyarakat. Orang yang baik keIslamannya akan memiliki perhatian penuh terhadap kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, dan tidak terlalaikan dengan urusan-urusan orang lain yang bisa menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa.

Imam Abu Hatim bin Hibban Al-Busthi rahimahullah mengatakan:
“Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus, dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memerhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.” (Raudhah al-‘Uqala wa Nuzhah al-Fudhala’)

Maka, seseorang di zaman seperti ini hendaknya menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat, agar dia tidak terjebak pada kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat seperti mencampuri urusan orang lain. Para ulama mengatakan suatu perkataan yang indah:

مَنِ اشْتَغَلَ بِمَا لا يَعْنِيهِ فَاتَهُ مَا يَعْنِيهِ

“Barang siapa yang sibuk dengan perkara yang tidak bermanfaat bagi dia, maka banyak perkara yang bermanfaat yang luput dari dia.”

Wallahul Muwaffiq.

 

Ditulis Oleh: Zulfahmi Djalaluddin, S.Si حفظه الله
(Kontributor BimbinganIslam.com)
Sumber: https://bimbinganIslam.com/suka-ikut-campur-urusan-orang-lain/

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat