Status Hukum Anak Zina

Berikut ini adalah beberapa hukum fikih mengenai status anak di luar nikah:

Pertama, Anak Hasil Zina (Anak Di Luar Nikah) Tidak Dinasabkan Ke Bapak Biologis

Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana anak mula’anah dinasabkan kepada ibunya. Sebab keduanya sama-sama terputus nasabnya dari sisi bapaknya (lihat Al Mughni: 9:123).

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan tentang anak zina:

ولد زنا لأهل أمه من كانوا حرة أو أمة

“Untuk keluarga ibunya yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak.”

(HR. Abu Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no.2268 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.1983)

Dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas, dinyatakan:

ومن ادعى ولدا من غير رشدة فلا يرث ولا يورث

“Siapa yang mengklaim anak dari hasil di luar nikah yang sah, maka dia tidak mewarisi anak biologis dan tidak mendapatkan warisan darinya.” (HR. Abu Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no. 2266)

Dalil lain yang menegaskan hal itu adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan:

قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).

Dalil lainnya adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

 “Anak dinasabkan kepada Pemilik Ranjang (Firasy – penj). Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.”[ HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim no. 1457]

Firasy adalah ranjang dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan Firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadis tersebut, yakni anak itu dinasabkan kepada Pemilik Firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami, maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.

Inilah pendapat mayoritas ulama bahwa anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, alias dia adalah anak tanpa bapak. Namun anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya. Jika wanita yang hamil tadi dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya, maka anaknya tetap dinasabkan pada ibunya. Sedangkan suami tersebut, status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah hukum anak tiri. Wallahu a’lam [Lihat Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/2587].

 

Berdasarkan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan bahwa anak hasil zina SAMA SEKALI bukan anak bapaknya. Karena itu, TIDAK BOLEH DI-BIN-KAN KE BAPAKNYA.

 

Bagaimana Jika Di-bin-kan ke Bapaknya?

Hukumnya terlarang bahkan dosa besar. Ini berdasarkan hadis dari Sa’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام

“Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya, maka Surga haram untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)

Karena bapak biologis BUKAN bapaknya. Maka haram hukumnya anak itu di-bin-kan ke bapaknya. Lantas kepada siapa dia di-bin-kan?

Mengingat anak ini TIDAK punya bapak yang ‘legal’, maka dia di-bin-kan ke ibunya. Sebagaimana Nabi Isa ‘alaihis salam, yang dengan kuasa Allah, dia diciptakan tanpa ayah. Karena beliau tidak memiliki bapak, maka beliau di-bin-kan kepada ibunya, sebagaimana dalam banyak ayat, Allah menyebut beliau dengan Isa bin Maryam.

Kedua, Tidak Ada Hubungan Saling Mewarisi

Tidak ada hubungan saling mewarisi antara bapak biologis dengan anak hasil zina. Karena sebagaimana ditegaskan sebelumnya, bapak biologis bukan bapaknya. Memaksakan diri untuk meminta warisan, statusnya merampas harta yang bukan haknya. Bahkan hal ini telah ditegaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, di antaranya:

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).

Jika bapak biologis ingin memberikan bagian hartanya kepada anak biologisnya, ini bisa dilakukan melalu wasiat. Si Bapak bisa menuliskan wasiat, bahwa si A (anak biologisnya) diberi jatah sekian dari total hartanya setelah si Bapak meninggal. Karena wasiat boleh diberikan kepada selain ahli waris.

Ketiga, Siapakah Wali Nikahnya?

Tidak ada wali nikah, kecuali dari jalur laki-laki. Anak perempuan dari hasil hubungan zina tidak memiliki bapak. Bapak biologis bukanlah bapaknya. Dengan demikian, dia memliki hubungan kekeluargaan dari pihak bapak biologis. Bapak biologis, kakek, maupun paman dari bapak biologis, tidak berhak menjadi wali. Karena mereka bukan paman maupun kakeknya. Lalu siapakah wali nikahnya? Orang yang mungkin bisa menjadi wali nikahnya adalah

  1. Anak laki-laki ke bawah, jika dia janda yang sudah memiliki anak.
  2. Hakim (pejabat resmi KUA).

Allahu a’lam

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah) dengan beberapa penambahan dan pengubahan aksara dan tata bahasa seperlunya oleh redaksi www.nasihatsahabat.com

 

Sumber Rujukan:

http://www.konsultasisyariah.com/anak-di-luar-nikah/