بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#MuslimahSholihah
#AdabMembacaAlquran

SOLUSI AGAR WANITA HAID BISA BACA ALQURAN

Ramadan adalah kesempatan yang baik untuk membaca Alquran. Namun setiap wanita pasti tidak penuh menjalankan puasa. Ada satu waktu ia mengalami haid. Ketika mengalami haid tersebut, ia tentu terhalang untuk membaca Alquran, sehingga waktunya berkurang untuk mengkhatamkan Alquran selama Ramadan.

Berikut ada solusi yang baik untuk para wanita ketika menghadapi masalah ini.

1- Membaca Mushaf saat haid, namun tidak menyentuhnya secara langsung

Membaca masih dibolehkan bagi wanita yang berhadats. Yang tidak dibolehkan adalah menyentuh langsung saat berhadats. Dalil yang menunjukkan larangan untuk menyentuhnya adalah ayat:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” [QS. Al Waqi’ah: 79]

Nabi ﷺ bersabda:

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

“Tidak boleh menyentuh Alquran, kecuali engkau dalam keadaan suci.” [HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadis ini Shahih]. Dalam keadaan suci di sini bisa berarti suci dari hadats besar dan hadats kecil. Haid dan nifas termasuk dalam hadats besar.

Jika dilarang menyentuh Alquran dalam keadaan haid, lalu bagaimana dengan membaca?

Solusinya dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Baz rahimahullah di mana beliau berkata:

“Diperbolehkan bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Alquran menurut pendapat ulama yang paling kuat. Alasannya, karena tidak ada dalil yang melarang hal ini. Namun seharusnya membaca Alquran tersebut tidak sampai menyentuh Mushaf Alquran. Kalau memang mau menyentuh Alquran, maka seharusnya dengan menggunakan pembatas seperti kain yang suci dan semacamnya (bisa juga dengan sarung tangan, pen). Demikian pula untuk menulis Alquran di kertas ketika hajat (dibutuhkan), maka diperbolehkan, dengan menggunakan pembatas seperti kain tadi.” [Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 10: 209-210]

Adapun hadis yang menyebutkan:

لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئاً من القرآن

“Tidak boleh membaca Alquran sedikit pun juga bagi wanita haid dan orang yang junub.” Imam Ahmad telah membicarakan hadis ini sebagaimana anaknya menanyakannya pada beliau, lalu dinukil oleh Al ‘Aqili dalam Adh Dhu’afa’ (90), “Hadis ini BATIL. Isma’il bin ‘Iyas mengingkarinya.” Abu Hatim juga telah menyatakan hal yang sama, sebagaimana dinukil oleh anaknya dalam Al ‘Ilal (1/49). Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (21/460), “Hadis ini adalah hadis dho’if sebagaimana kesepakatan para ulama pakar hadis.”

Ibnu Taimiyah mengatakan: “Hadis di atas tidak diketahui sanadnya sampai Nabi ﷺ. Hadis ini sama sekali tidak disampaikan oleh Ibnu ‘Umar, tidak pula Nafi’, tidak pula dari Musa bin ‘Uqbah, yang di mana sudah sangat ma’ruf banyak hadis dinukil dari mereka. Para wanita di masa Nabi ﷺ juga sudah seringkali mengalami haid. Seandainya terlarangnya membaca Alquran bagi wanita haid atau nifas sebagaimana larangan shalat dan puasa bagi mereka, maka tentu saja Nabi ﷺ akan menerangkan hal ini pada umatnya. Begitu pula para istri Nabi ﷺ mengetahuinya dari beliau. Tentu saja hal ini akan dinukil di tengah-tengah manusia (para sahabat). Ketika tidak ada satu pun yang menukil larangan ini dari Nabi ﷺ, maka tentu saja membaca Alquran bagi mereka tidak bisa dikatakan haram. Karena senyatanya, beliau ﷺ tidak melarang hal ini. Jika Nabi ﷺ sendiri tidak melarangnya, padahal begitu sering ada kasus haid di masa itu, maka tentu saja hal ini tidaklah diharamkan.” [Majmu’ Al Fatawa, 26: 191]

2- Membaca Alquran terjemahan

Kalau di atas disebut Mushaf, berarti seluruhnya berisi ayat Alquran tanpa ada terjemahan. Namun kalau yang dibaca adalah Alquran terjemahan, itu tidak termasuk Mushaf.

Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ mengatakan: “Jika kitab tafsir tersebut lebih banyak kajian tafsirnya daripada ayat Alqura,n sebagaimana umumnya kitab tafsir semacam itu, maka di sini ada beberapa pendapat ulama. Namun yang lebih tepat, kitab tafsir semacam itu TIDAK MENGAPA disentuh, karena tidak disebut Mushaf.”

Jika yang disentuh adalah Alquran terjemahan dalam bahasa non-Arab, maka itu tidak disebut Mushaf yang disyaratkan dalam hadis, mesti menyentuhnya dalam keadaan suci. Namun kitab atau buku seperti itu disebut tafsir, sebagaimana ditegaskan oleh ulama Malikiyah. Oleh karena itu, tidak mengapa menyentuh Alquran terjemahan seperti itu, karena hukumnya sama dengan menyentuh kitab tafsir. Akan tetapi, jika isi Alqurannya lebih banyak atau sama banyaknya dari kajian terjemahan, maka seharusnya tidak disentuh dalam keadaan berhadats.

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

[Artikel Muslimah.Or.Id]

Sumber: https://muslimah.or.id/6153-solusi-bagi-wanita-haid-supaya-bisa-membaca-al-quran.html